Selasa, 21 Februari 2012

Pribadi Seorang Pengkotbah

A. Hal-hal praktis tentang pribadi pengkhotbah

Seperti sudah dikatakan, setiap pengkotbah haruslah sadar bahwa alamat pertama dari kotbahnya adalah dirinya sendiri. Dialah yang pertama menerima Firman Allah itu, kemudian si pengkotbah Allah menyampaikannya kepada orang lain. Karena  itu yang pertama mengamalkan isi kotbahnya adalah seorang pengkotbah itu sendiri.  Kalau tidak demikian, kotbahnya  ibarat nasihat-nasihat kering yang sekejab akan lenyap dari hati pendengar.  Paulus sungguh-sungguh menyadari hal itu,maka dia bergumul:  “Tetapi kau melatuh tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan  Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak.”  ( I Korintus 9:27)   Dari Paulus dan pengkotbah-pengkotbah terkenal, kita memperoleh tuntunan hidup, bagaimana pengkotbah itu hidup sehari-hari di dunia ini

1. Hidup dalam doa.

Pengkotbah harus hidup dalam doa.  Hidup dalam doa ialah hidup hidup dalampenyerahan diri yang terus menerus secara  total kepada Allah.  Dengan kotbah kita mau memberitakan kebenaran Allah kepada orang lain.  Lalu bagaimana mungkin kita memberitakan kebenaran itu kepada orang lain tanpa penyerahan diri kepada sang kebenaran itu.  Paulus menasihatkan:  “Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang kudus, juga untuk aku, supaya kepadaku jika aku membuka mulutku, dikaruniakan perkataan yang benar, agar dengan keberanian aku memberitakan rahasia Injil, yang kulayani sebagai utusan uyang dipenjarakan.  Berdoalah supaya dengan keberanian aku menyatakannya, sebagaimana seharusnya aku berbicara” (Efesus 6:18-20). Paulus menganjurkan agar jemaat Efesus itu berdoa terus bukan saja untuk kepentingan mereka sendiri, tetapi juga untuk pemberitaan rahasia injil itu.

Charles Spurgeon (Pendeta Gereja Baptis Inggris) mengatakan: “Seharusnya seorang pendeta dan pengkotbah lebih dari dari semua orang lain, dikenal sebagai seorang  yang berdoa.”  Sifat doa kita akan menentukan sifat kotbah kita. Dia berkata lagi, “Doa yang lemah akan menghasilkan kotbah yang lemah, Doa yang sungguh-sungguh akan menghasilkan kotbah yangberkuasa.”

Martin Luther menganggap doa itu sebagai “nafas”.  Nafas adalah unsur yang menghidupkan. Demikian juga doa adalah tenaga hidup bagaikan api yang menyala mestinya mesin uap sehingga timbul tenaga gerak. Luther pernah berkata: “aku akan sangat sibuk hari ini, jadi aku harus memulainya dengan berdoa selama tiga jam.”  Jelas, bagi   dia doa adalah prioritas utama dalam hidup.

2. Pergaulan luas.

Pengkotbah harus bisa menyesuaikan diri kepada semua lapisan manusia. Seorang pengkotbah harus menganggap  semua manusia sama-sama berdosa di hadirat Allah dan membutuhkan keampunan dosa.  Paulus mengatakan: “Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi…”  (I Korintus 9:20-22).  Seorang pengkotbah harus mempunyai solidaritas yang tinggi.  Dia tidak merasa tinggi hati menghadapi orang yang lemah dan hina-dina.  Dan tidak merasa minder di hadapan orang-orang terhormat dan orang-orang besar. Dan sikap yang seperti ini bisa lahir dalam hidup pengkotbah bilamana ia senantiasa dekat kepada Allah. Harus  diingat bahwa Firman Allah ini ditujukan selain kepada diri pengkotbah sendiri juga kepada semua orang tanpa kecuali. Baik dia kaya atau miskin, berpendidikan atau tidak, pejabat atau rakyat biasa, merekalah alamat Firman Tuhan

3. Komunikatif (Ciptakanlah suasana akrab)

Pengkotbah harus mampu memandang sebagai satu kesatuan. Peranan sorotan mata, amat penting. Tidak boleh memandang ke bawah seakan-akan membaca atau memandang ke atas karena tidak tahan menghadapi pendengar, baik yang duduk di sebelah muka, belakang, samping kiri, kanan, agar mereka semua  juga merasa dekat dengan kita.

4. Bahasa  khotbah

Bahasa dalam khotbah haruslah bahasa yang dimengerti oleh pendengar. Bahasa ibu adalah sarana khotbah yang paling mantap. Kalau terpaksa menggunakan bahasa asing jelskan artinya.  Kalimat-kalimat pendek tajam jauh lebih efektif dibanding kalimat panjang berbelit-belit. Kalau bisa, pergunakanlah bahasa-bahasa ilustratif yang dapat meninggalkan bekas bagi para pendengar. Yesus juga sering menggunakan cara itu.  Umpamanya Dia berkata:  “Dia adalah pokok anggur dan kita adalah carang-carangNya”  

5. Bahasa tubuh

Waktu berkotbah, bukan hanya suara yang memegang peranan.  Tetapi wajah juga turut. Demikian juga gerakan tangan/cukup menolong untuk menekankan sesuatu melalui kotbah.  Tetapi kesemuanya itu harus terkendali. Jangan karena menggunakan gerak, akhirnya kita seperti menari-nari dalam mimbar.  Dan jangan pula badan kita kaku seperti patung.       

6. Intonasi suara     

Kita harus menghindarkan suara yang monotone.  Yang membuat pendengar dan ngantuk.  Tinggi rendahnya suara, cepat lambatnya bahasa harus dikuasai.  Kadang-kadang pengkotbah boleh seperti membentak, dan kadang-kadang dapat seperti berbisik. Semua itu akan menciptakan suasana asyik dan serius mendengarkan. 

7. Wawasan luas (rajin baca)

Pengkotbah harus rajin membaca.  Membaca berarti belajar.  Belajar tidak harus melalui jenjang pendidikan formal.  Membaca adalah cara untuk meningkatkan pengetahuan. Paulus adalah seorang yang rajin membaca. Kita dapat melihat dalam II Timotius 4:13 Paulus merindukan buku-buku bacaannya . Dia pesankan kepada teman sekerjanya Timotius: “jika engkau kemari bawa juga  jubah yang kau tinggalkan di Troas di rumah Karpus dan juga kitab-kitabku, terutama perkemen itu.”    John Wesley Bapak Gereja Metodist Indonesia sebelum mengangkat para pengkotbah awam untuk membantu pekerjaannya terlebih dahulu menanyakan


B.  Syarat - Syarat Yang Harus Dimiliki Si Pengkhotbah:
    1. Tulus: tulus dalam persekutuan dengan Tuhan, tulus dalam hal berdoa dan membaca Alkitab, tulus dalam hal menurut pimpinan dan kenyataan Ilahi, tulus dalam berkhotbah.
    2. Lurus: tidak bengkok. Lurus dalam menguraikan tujuan ayat mas, lurus mengikuti bab dan bagian - bagiannya, lurus dalam menyusun cerita.
    3. Bagus: jelas dan lancar. Percakapannya bagus, bagus isinya, bagus susunannya, bagus perbandingannya, dan bagus kesimpulannya Nyata: tidak fiksi, tidak dibuat-buat, bukan bualan (kesombongan), tidak boleh melakukan kemunafikan (tipuan).
    4. Berkuasa mengubah (transforming power): mengena dihati dan akal budi, transformasi karakter dan perilaku, terjadinya perubahan kehidupan rohani (Roma 12:1-2). Perilaku orang percaya diubah melalui proses pengajaran dan pemuridan.
    5. Dinamika (kepekaan menangkap apa yang Tuhan mau katakan pada saat itu).
    6. Bermutu: tidak asal comot, tidak meniru / plagiator khotbahnya pendeta lain.
    7. Struktur: memiliki alur cerita yang jelas, kutipan yang jelas.
    8. Mendalam: menggali dengan eksposisi yang benar dan berguna. 
    9. Rajin dan Tekun: pengertian yang tepat aka nisi Alkiab tidak terjadi secara otomatis tanpa usaha, untuk itu diperlukan kerajinan dan ketekunan dalam mempelajari Alkitab.
    10. Variatif: menyajikan dengan beragam variasi sesuai dengan tema, suasan dan tempat. 
    11. Inspirational: memberi inspirasi dan terobosan baru.
    12. Dialogis: panggilan dan tanggapan.
    13. Bersungguh-sungguh: sanggup dipertanggung-jawabkan secara teologis,dengan segala implikasi teologis didalamnya.
    14. Disiplin Mempelajari Firman Tuhan: secara komprehensif dan progresif (terus menerus). 
    15. Mempersiapkan Khotbah Sendiri: bisa original (karangan sendiri) atau menggunakan metode ATM (Amati –Tiru - Modifikasi). 
    16. Menyampaikan Khotbah Dengan Kasih, belas kasihan dan Kuasa Roh Kudus. 
    17. Khotbah dengan otoritas, antusias dan bukan arogan (kesombongan). 
    18. Melodramatis: berkhotbah adalah sebuah seni yang bisa mencakup sandiwara. Memasukan unsur emosional (mendramatisir). 
    19. Kesediaan untuk dinilai dan direspon oleh jemaat: bermutu atau lemah. 
    20. Mencatat Khotbah yang akan disampaikan: untuk pertanggungjawaban dan dokumentasi. 
    21. Review (pelajari /diulang kembali) secara teratur apa yang sudah dikhotbahkan: untuk mengevaluasi dan mempelajari lebih mendalam lagi, menyempurnakan bahan yang dipakai. 
    22. Efektif dan efisien (menyampaikan point yang penting saja dan penggunaan waktu). 
    23. Gunakan alat bantu: Chart/ alat peraga, Slide OHP; ilustrasi,Visual. 
    24. Melakukan inovasi: berani mencoba yang baru, tehnik pendekatan / penyampaian. 
    25. Mengembangkan dan melatih karunia: untuk membangun dan membawa orang – orang kepada kedewasaan dalam Kristus. 
    26. Optimis / Positif: berpikir positif, memiliki paradigma baru, perspektif yang holistic. 
    27. Senantiasa Perhatikan kelompok pendengar yang hadir:
      • Orang yang belum percaya (Sarkikos) – I Kor 3:1, 3. 
      • Kristen baby/ masih kanak-kanak – mencari susu bukan makanan keras. 
      • Kristen Carnal (bersifat kedagingan) – (psikhikos / natural) I Kor.2:14. 
      • Kristen dewasa / matang / Manusia rohani (pneumatikos) sudah terlatih panca inderanya dan membutuhkan makanan keras bukan susu lagi – (I Kor.2:15).

 C.  Penampilan / Busana Pengkhotbah
    • Berpakaian layaknya seorang pengkhotbah. Ingatlah, selama setengah jam atau kurang lebih semua pandangan  pendengar tertuju kepada pengkotbah.  Sudah pasti pandangan mereka bukan saja tertuju ke wajah, tetapi juga kepada pakaian.  Oleh sebab itu, pakailah yang rapi, sederhana tanpa  berlebih-lebihan.  Artinya, pakaian juga sudah disalibkan seperti hati dan pikiran kita. Hingga semua penampilan kita akan menjadi pujian bagi Allah semata. 
    • Tidak norak (berlebihan dan nyentrik). Sebaiknya pilihlah pakaian yang sesuai atasan-bawahan, dasi, sepatu, dll. Warna pakaian harus dipadukan secara harmoni. 
    • Maaf, jika BB tergolong tajam pergunakan deodorant saat bertugas, atau carilah cara mengatasi masalah tersebut. 
    • Jika membawa sapu tangan dan menyeka wajah, gunakanlah tangan kiri anda. Atau jika bersin/flu. 
    • Hindari kebiasaan gaya buruk pengkotbah:
        • Persiapan mendadak, sehingga kondisi tubuh tidak fit. 
        • Berkotbah karena kepentingan. 
        • Menyandarkan tubuh pada mimbar. 
        • Menundukkan kepada, menyatakan ketakutan dan ketegangannya. 
        • Bertolak pinggang atau memasukan kedua tangan ke saku celana. 
        • Pandangan mata terus ke atas, seolah-olah tidak meihat ada orang di depannya. 
        • Kedua kaki terbuka lebar. 
        • Tubuh digoyang ke kiri dan ke kanan tanpa irama yang jelas. 
        • Berdiri kaku dan tidak alamiah. Akibatnya tidak dapat berbicara dengan lugas. 
        • Merendahkan orang lain, suku, agama, lembaga, organisasi, kelompok masyarakat tertentu dengan menyebut identitas obyeknya (contoh: pak Joko, FPI, Islam, dayak) . Pakailah istilah umum misalnya: “seorang bapak”, “agama tertentu”, dll.
        •  Terjebak ke dalam gosip atau curhat colongan. Misalkan pengkotbah curhat tentang pergumulan keuangannya.
    •     Waspadalah terhadap:
      • motivasi yang salah (sekedar mengejar popularitas, komoditi “Amplop”) 
      • kemunafikan yang terselubung (membual, apa yang dikatakan tidak sama dengan apa yang ia perbuat).  
      • kepalsuan yang lembut(kurang berani menyampaikan kebenaran dengan tegas).
(>YB<)

Tidak ada komentar:

DOKTRIN KRISTUS (KRISTOLOGI)

PANDANGAN KONTEMPORER TENTANG KRIST US A.       Ebionisme: “Yesus manusia biasa, diangkat menjadi Mesias karena kesalehan.” Go...