A. Hal-hal praktis tentang pribadi pengkhotbah
Seperti sudah dikatakan, setiap
pengkotbah haruslah sadar bahwa alamat pertama dari kotbahnya adalah dirinya
sendiri. Dialah yang pertama menerima Firman Allah itu, kemudian si pengkotbah
Allah menyampaikannya kepada orang lain. Karena itu yang pertama
mengamalkan isi kotbahnya adalah seorang pengkotbah itu sendiri. Kalau
tidak demikian, kotbahnya ibarat nasihat-nasihat kering yang sekejab akan
lenyap dari hati pendengar. Paulus sungguh-sungguh menyadari hal itu,maka
dia bergumul: “Tetapi kau melatuh tubuhku dan menguasainya seluruhnya,
supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri
ditolak.” ( I Korintus 9:27) Dari Paulus dan
pengkotbah-pengkotbah terkenal, kita memperoleh tuntunan hidup, bagaimana
pengkotbah itu hidup sehari-hari di dunia ini
1. Hidup dalam doa.
Pengkotbah harus hidup dalam
doa. Hidup dalam doa ialah hidup hidup dalampenyerahan diri yang terus
menerus secara total kepada Allah. Dengan kotbah kita mau
memberitakan kebenaran Allah kepada orang lain. Lalu bagaimana mungkin kita
memberitakan kebenaran itu kepada orang lain tanpa penyerahan diri kepada sang
kebenaran itu. Paulus menasihatkan: “Berdoalah setiap waktu di
dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak
putus-putusnya untuk segala orang kudus, juga untuk aku, supaya kepadaku jika
aku membuka mulutku, dikaruniakan perkataan yang benar, agar dengan keberanian
aku memberitakan rahasia Injil, yang kulayani sebagai utusan uyang
dipenjarakan. Berdoalah supaya dengan keberanian aku menyatakannya,
sebagaimana seharusnya aku berbicara” (Efesus 6:18-20). Paulus menganjurkan
agar jemaat Efesus itu berdoa terus bukan saja untuk kepentingan mereka
sendiri, tetapi juga untuk pemberitaan rahasia injil itu.
Charles Spurgeon (Pendeta Gereja
Baptis Inggris) mengatakan: “Seharusnya seorang pendeta dan pengkotbah lebih
dari dari semua orang lain, dikenal sebagai seorang yang berdoa.”
Sifat doa kita akan menentukan sifat kotbah kita. Dia berkata lagi, “Doa yang
lemah akan menghasilkan kotbah yang lemah, Doa yang sungguh-sungguh akan
menghasilkan kotbah yangberkuasa.”
Martin Luther menganggap doa itu
sebagai “nafas”. Nafas adalah unsur yang menghidupkan. Demikian juga doa
adalah tenaga hidup bagaikan api yang menyala mestinya mesin uap sehingga
timbul tenaga gerak. Luther pernah berkata: “aku akan sangat sibuk hari ini,
jadi aku harus memulainya dengan berdoa selama tiga jam.” Jelas,
bagi dia doa adalah prioritas utama dalam hidup.
2. Pergaulan luas.
Pengkotbah harus bisa menyesuaikan
diri kepada semua lapisan manusia. Seorang pengkotbah harus menganggap
semua manusia sama-sama berdosa di hadirat Allah dan membutuhkan keampunan
dosa. Paulus mengatakan: “Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi
seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi…” (I
Korintus 9:20-22). Seorang pengkotbah harus mempunyai solidaritas yang
tinggi. Dia tidak merasa tinggi hati menghadapi orang yang lemah dan
hina-dina. Dan tidak merasa minder di hadapan orang-orang terhormat dan
orang-orang besar. Dan sikap yang seperti ini bisa lahir dalam hidup pengkotbah
bilamana ia senantiasa dekat kepada Allah. Harus diingat bahwa Firman
Allah ini ditujukan selain kepada diri pengkotbah sendiri juga kepada semua
orang tanpa kecuali. Baik dia kaya atau miskin, berpendidikan atau tidak, pejabat
atau rakyat biasa, merekalah alamat Firman Tuhan
3. Komunikatif (Ciptakanlah suasana akrab)
Pengkotbah
harus mampu memandang sebagai satu kesatuan. Peranan sorotan mata, amat
penting. Tidak boleh memandang ke bawah seakan-akan membaca atau memandang ke
atas karena tidak tahan menghadapi pendengar, baik yang duduk di sebelah muka,
belakang, samping kiri, kanan, agar mereka semua juga merasa dekat dengan
kita.
4. Bahasa khotbah
Bahasa dalam
khotbah haruslah bahasa yang dimengerti oleh pendengar. Bahasa ibu adalah
sarana khotbah yang paling mantap. Kalau terpaksa menggunakan bahasa asing
jelskan artinya. Kalimat-kalimat pendek tajam jauh lebih efektif
dibanding kalimat panjang berbelit-belit. Kalau bisa, pergunakanlah
bahasa-bahasa ilustratif yang dapat meninggalkan bekas bagi para pendengar.
Yesus juga sering menggunakan cara itu. Umpamanya Dia berkata: “Dia
adalah pokok anggur dan kita adalah carang-carangNya”
5. Bahasa tubuh
Waktu
berkotbah, bukan hanya suara yang memegang peranan. Tetapi wajah juga
turut. Demikian juga gerakan tangan/cukup menolong untuk menekankan sesuatu
melalui kotbah. Tetapi kesemuanya itu harus terkendali. Jangan karena
menggunakan gerak, akhirnya kita seperti menari-nari dalam mimbar. Dan
jangan pula badan kita kaku seperti
patung.
6. Intonasi suara
Kita harus
menghindarkan suara yang monotone. Yang membuat pendengar dan
ngantuk. Tinggi rendahnya suara, cepat lambatnya bahasa harus dikuasai.
Kadang-kadang pengkotbah boleh seperti membentak, dan kadang-kadang dapat
seperti berbisik. Semua itu akan menciptakan suasana asyik dan serius
mendengarkan.
7. Wawasan luas (rajin baca)
Pengkotbah
harus rajin membaca. Membaca berarti belajar. Belajar tidak harus
melalui jenjang pendidikan formal. Membaca adalah cara untuk meningkatkan
pengetahuan. Paulus adalah seorang yang rajin membaca. Kita dapat melihat dalam
II Timotius 4:13 Paulus merindukan buku-buku bacaannya . Dia pesankan kepada
teman sekerjanya Timotius: “jika engkau kemari bawa juga jubah yang
kau tinggalkan di Troas di rumah Karpus dan juga kitab-kitabku, terutama
perkemen itu.” John Wesley Bapak Gereja Metodist
Indonesia sebelum mengangkat para pengkotbah awam untuk membantu pekerjaannya
terlebih dahulu menanyakan
B. Syarat - Syarat Yang Harus Dimiliki Si Pengkhotbah:
- Tulus: tulus dalam persekutuan dengan Tuhan, tulus dalam hal berdoa dan membaca Alkitab, tulus dalam hal menurut pimpinan dan kenyataan Ilahi, tulus dalam berkhotbah.
- Lurus: tidak bengkok. Lurus dalam menguraikan tujuan ayat mas, lurus mengikuti bab dan bagian - bagiannya, lurus dalam menyusun cerita.
- Bagus: jelas dan lancar. Percakapannya bagus, bagus isinya, bagus susunannya, bagus perbandingannya, dan bagus kesimpulannya Nyata: tidak fiksi, tidak dibuat-buat, bukan bualan (kesombongan), tidak boleh melakukan kemunafikan (tipuan).
- Berkuasa mengubah (transforming power): mengena dihati dan akal budi, transformasi karakter dan perilaku, terjadinya perubahan kehidupan rohani (Roma 12:1-2). Perilaku orang percaya diubah melalui proses pengajaran dan pemuridan.
- Dinamika (kepekaan menangkap apa yang Tuhan mau katakan pada saat itu).
- Bermutu: tidak asal comot, tidak meniru / plagiator khotbahnya pendeta lain.
- Struktur: memiliki alur cerita yang jelas, kutipan yang jelas.
- Mendalam: menggali dengan eksposisi yang benar dan berguna.
- Rajin dan Tekun: pengertian yang tepat aka nisi Alkiab tidak terjadi secara otomatis tanpa usaha, untuk itu diperlukan kerajinan dan ketekunan dalam mempelajari Alkitab.
- Variatif: menyajikan dengan beragam variasi sesuai dengan tema, suasan dan tempat.
- Inspirational: memberi inspirasi dan terobosan baru.
- Dialogis: panggilan dan tanggapan.
- Bersungguh-sungguh: sanggup dipertanggung-jawabkan secara teologis,dengan segala implikasi teologis didalamnya.
- Disiplin Mempelajari Firman Tuhan: secara komprehensif dan progresif (terus menerus).
- Mempersiapkan Khotbah Sendiri: bisa original (karangan sendiri) atau menggunakan metode ATM (Amati –Tiru - Modifikasi).
- Menyampaikan Khotbah Dengan Kasih, belas kasihan dan Kuasa Roh Kudus.
- Khotbah dengan otoritas, antusias dan bukan arogan (kesombongan).
- Melodramatis: berkhotbah adalah sebuah seni yang bisa mencakup sandiwara. Memasukan unsur emosional (mendramatisir).
- Kesediaan untuk dinilai dan direspon oleh jemaat: bermutu atau lemah.
- Mencatat Khotbah yang akan disampaikan: untuk pertanggungjawaban dan dokumentasi.
- Review (pelajari /diulang kembali) secara teratur apa yang sudah dikhotbahkan: untuk mengevaluasi dan mempelajari lebih mendalam lagi, menyempurnakan bahan yang dipakai.
- Efektif dan efisien (menyampaikan point yang penting saja dan penggunaan waktu).
- Gunakan alat bantu: Chart/ alat peraga, Slide OHP; ilustrasi,Visual.
- Melakukan inovasi: berani mencoba yang baru, tehnik pendekatan / penyampaian.
- Mengembangkan dan melatih karunia: untuk membangun dan membawa orang – orang kepada kedewasaan dalam Kristus.
- Optimis / Positif: berpikir positif, memiliki paradigma baru, perspektif yang holistic.
- Senantiasa Perhatikan kelompok pendengar yang hadir:
- Orang yang belum percaya (Sarkikos) – I Kor 3:1, 3.
- Kristen baby/ masih kanak-kanak – mencari susu bukan makanan keras.
- Kristen Carnal (bersifat kedagingan) – (psikhikos / natural) I Kor.2:14.
- Kristen dewasa / matang / Manusia rohani (pneumatikos) sudah terlatih panca inderanya dan membutuhkan makanan keras bukan susu lagi – (I Kor.2:15).
C. Penampilan / Busana Pengkhotbah
- Berpakaian layaknya seorang pengkhotbah. Ingatlah, selama setengah jam atau kurang lebih semua pandangan pendengar tertuju kepada pengkotbah. Sudah pasti pandangan mereka bukan saja tertuju ke wajah, tetapi juga kepada pakaian. Oleh sebab itu, pakailah yang rapi, sederhana tanpa berlebih-lebihan. Artinya, pakaian juga sudah disalibkan seperti hati dan pikiran kita. Hingga semua penampilan kita akan menjadi pujian bagi Allah semata.
- Tidak norak (berlebihan dan nyentrik). Sebaiknya pilihlah pakaian yang sesuai atasan-bawahan, dasi, sepatu, dll. Warna pakaian harus dipadukan secara harmoni.
- Maaf, jika BB tergolong tajam pergunakan deodorant saat bertugas, atau carilah cara mengatasi masalah tersebut.
- Jika membawa sapu tangan dan menyeka wajah, gunakanlah tangan kiri anda. Atau jika bersin/flu.
- Hindari kebiasaan gaya buruk pengkotbah:
- Persiapan mendadak, sehingga kondisi tubuh tidak fit.
- Berkotbah karena kepentingan.
- Menyandarkan tubuh pada mimbar.
- Menundukkan kepada, menyatakan ketakutan dan ketegangannya.
- Bertolak pinggang atau memasukan kedua tangan ke saku celana.
- Pandangan mata terus ke atas, seolah-olah tidak meihat ada orang di depannya.
- Kedua kaki terbuka lebar.
- Tubuh digoyang ke kiri dan ke kanan tanpa irama yang jelas.
- Berdiri kaku dan tidak alamiah. Akibatnya tidak dapat berbicara dengan lugas.
- Merendahkan orang lain, suku, agama, lembaga, organisasi, kelompok masyarakat tertentu dengan menyebut identitas obyeknya (contoh: pak Joko, FPI, Islam, dayak) . Pakailah istilah umum misalnya: “seorang bapak”, “agama tertentu”, dll.
- Terjebak ke dalam gosip atau curhat colongan. Misalkan pengkotbah curhat tentang pergumulan keuangannya.
- Waspadalah terhadap:
- motivasi yang salah (sekedar mengejar popularitas, komoditi “Amplop”)
- kemunafikan yang terselubung (membual, apa yang dikatakan tidak sama dengan apa yang ia perbuat).
- kepalsuan yang lembut(kurang berani menyampaikan kebenaran dengan tegas).
(>YB<)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar