Abstract: Many Christian theologians try to explain about the
royal messianic prophecy in Isaiah 11 as the spiritual situation that occurred
in the church today is not pointing to a real royal. Investigation of actual
prophecy of Isaiah 11 refers to the kingdom in the future, not the past nor
present church age. This paper provides an overview of how prophetic it was
implemented into the atmosphere kingdom millennium
Keywords: Royal, messianic, Millennium and Isaiah 11
Pendahuluan
Pendirian Kerajaan Mesianis
merupakan pengharapan pada masa yang akan datang. Sangat tidak mungkin jika
dikatakan bahwa kerajaan Mesianis sepenuhnya telah nyata di bumi atau Kerajaan tersebut termanifestasi dalam gereja Tubuh
Kristus sekarang. Penulis setuju dengan pernyataan Christ Marantika: “Suatu
kekeliruan besar apabila sebagian orang berpendapat bahwa gereja dan dunia ini
akan berangsur-angsur menjadi baik dan akhirnya mencapai kemenangan total di
bumi ini, sebab dunia yang baik dan sempurna akan didirikan oleh Mesias sendiri” (Chris Marantika 2007, 51). Jadi Kerajaan Mesias akan
didirikan nanti. Hal ini dapat kita lihat dari skala kejahatan yang tetap
tejadi di bumi sampai sekarang.
Sekalipun kerajaan Mesianis secara
riil belum sepenuhnya hadir di bumi, namun orang percaya dapat melihat
karakteristik atau ciri-ciri kerajaan Mesianis dalam Alkitab. Dan sekalipun kita memiliki pengharapan akan pengangkatan
tubuh, namun perlu kita menyelidiki tentang Kerajaan itu.
Kitab Yesaya 11:1-10 merupakan gambaran kerajaan Kristus yang
sempurna dan ideal, pada masa yang akan datang, dan Kristus akan menjadi
sentral dalam kerajaan itu. Jika orang percaya ingin melihat gambaran pemerintahan Mesianis, di sinilah dapat
kita temukan. Charles R.Erdman berkata:
“Pemerintahan Mesias akan mendapatkan penggenapan penuh dalam kerajaan
Kristus. Raja yang ideal itu memerintah dalam kebenaran. Mesias sendiri akan
menjadi pusat yang dikelilingi oleh umat-Nya, dan bangsa-bangsa dunia akan datang kepada mereka” (Charles R. Eerdmans 1982, 45-46).
Pemerintahan Kristus akan sepenuhnya sempurna pada kerajaan Kristus pada masa
mendatang, di mana Israel akan
turut memerintah bersama Mesias. Mesias akan memerintah dengan kebenaran,
keadilan, dan damai sejahtera melingkupi bumi dan Ia akan menjadi pusat di mana Israel memerintah. “Suatu
pemerintahan tidak akan terlepas dari keturunan Yehuda. Sebab “garis
pemerintahan” yakni kerajaan yang dijanjikan, dan “kaki” adalah dari keluarga
Israel, yakni keturunan Daud” (F.F.Bruce
1980, 80).
Dia yang akan menegakkan keadilan di bumi.
Pengharapan Kerajaan Mesianik
Ideal Yahudi
Pada dasarnya, kata Mesiah mengacu kepada tradisi
bangsa Yahudi, yakni konsep pengurapan seorang Raja dengan minyak khusus. Hal
ini dapat dilihat dalam 1Raja-raja 19:16; Mazmur 133:2, di mana pengurapan
tersebut menandakan pengukuhan bagi jabatan seseorang. Kata Mesias dapat
diartikan “yang diurapi”. “Seorang yang diurapi” secara khusus yang diharapkan
orang Yahudi dalam PL,
dalam PB ialah Kristus. Pengertian dasar terminologi “mesias” mengacu pada
pribadi yang akan ditahbiskan di tempat tinggi dengan upacara pengurapan dengan
minyak. Pada masa nenek moyang Israel, Imam dan Raja juga diurapi” (Allen C. Myers 1987, 712).
Jadi pengharapan mesianis sudah ada sejak bangsa Israel melaksanakan tradisi
“pengurapan.”
“Pengharapan Mesianis telah lahir sejak semula
di Israel dan ide ini terbentuk dalam setiap hati dalam keagamaan orang Israel.
Ini merupakan dasar yang essensial dalam sistem
Eskatologi Perjanjian Lama dan tidak dapat dipisahkan dalam pengharapan akan kedatangan
Allah bagi KerajaanNya” (Payne 1982, 258).
Selanjutnya “salah satu unsur yang
kuno dan amat sederhana dalam konsep
ini ialah pengharapan akan persatuan kerajaan Daud itu akan terpenuhi. Sekali
lagi bangsa Israel akan
bersatu. Di masa itu keluarga Yehuda akan bersatu dengan keluarga Israel” (Darmawijaya 2001, 96).
Kerajaan fisik itu dipimpin oleh Mesias dan penuh dengan kedamaian di bumi.
Pengharapan Mesianis Yahudi memiliki ciri-ciri berikut:
Pertama,
pembaharuan dinasti Daud. Bangsa Yahudi merindukan zaman yang membawa
kemakmuran dan kesejahteraan. Hal tersebut diungkapkan Yesus dalam doa yang
diajarkanNya: “Datanglah
KerajaanMu, Jadilah kehendakMu di bumi seperti di
sorga...” (Mat. 6:10). Doa Yesus menguatkan
pandangan bahwa akan ada kerajaan Mesias yang nyata sesuai harapan bangsa
Israel. Sehingga mereka hidup dalam
penantian penggenapan janji Allah di bumi ini. “Pandangan Israel mengenai hidup
di dunia ini berakar pada pengetahuan akan Allah yang tunggal, yang menyatakan
diriNya kepada mereka. Sifat Allah,
yaitu setia dan konsekuen, memberi kunci masa depan kepada mereka, seberapa
jauh iman mereka perlu melihat hal-hal yang akan terjadi” (Motyer & Bruce 2005, 62).
Kedua,
Mesias sebagai penghajar dan penghapus
dosa. Harapan ini kontras dengan Mesias (Yesus) yang bergaul dengan orang
berdosa dan pemungut cukai, yang tidak sesuai dengan keinginan orang Yahudi
(Mat. 11:19). Maka tidak heran bila sikap Yesus terhadap pendosa
dan tindakan mengampuni
dosa ditanggapi secara keras. Sulit bagi mereka menerima Yesus yang menolong,
menyelamatkan pendosa. Orang Israel beranggapan bahwa Mesias akan mengalahkan
musuh-musuh mereka yang jahat, dosa, dan penjajahan.
Ketiga,
Mesias yang diharapkan penuh kuat kuasa dan megah tidak sesuai dengan sikap
Yesus sebagai hamba Allah yang menderita, dan tidak berdaya terhadap
musuh-musuh yang hendak menyalibkan Dia. Yesus berkuasa dan membuat orang
banyak terpukau dengan mujizatNya. Namun
ketika ditangkap di Getsemani, pengikutNya sendiri kecewa dengan Yesus karena
tidak melakukan perlawanan sedikitpun.
Sehingga Yesus yang pernah datang dalam sejarah dianggap sebagai Mesias palsu.
Mereka berharap Mesias akan mendirikan kerajaanNya dengan kekuasaan penuh (Luk.
24:21), dalam arti ‘kini’ atau present. “Dengan terselenggaranya pemilihan Israel di
gunung Sinai, perhatian umat Allah terkonsentrasi pada kini, daripada tertuju kepada pengharapan Mesianis masa mendatang” (Payne 1982, 260).
Mungkin ketika keadaan mereka yang belum stabil waktu itu memunculkan sebuah
harapan akan keadaan yang sejahtera dan damai terjadi pada masa itu juga. Faktor yang penting disini ialah timing-nya Allah.
Pengertian
Mesias dalam Yesaya
Nubuatan Mesianik dalam kitab
Yesaya konsisten dengan nubuatan mengenai Mesias dalam kitab lain. Misalnya
Yesaya menggambarkan Mesias dari keturunan raja (Isai) maka nubuatan kitab lain
juga menggambarkan Mesias sebagai raja. Nubuatan Mesias Yesaya mengacu kepada
“pengharapan akan keselamatan dan kemuliaan umat Allah bersama dengan Raja di
masa mendatang, yang lahir dari Israel”
(Smith, 410). Yesaya secara khusus menekankan
pengertian Mesianis yang bersifat future dalam
masa damai, namun juga masih berharap akan pemerintahan Mesianis present. Hal ini terjadi mengingat
bangsa Yahudi sendiri sedang dalam tekanan bangsa lain, dan menginginkan
seorang pembebas. Pembebas yang diharapkan ialah yang memiliki kekuatan politik
dan militer, dan yang sanggup membebaskan Yahudi serta mengalahkan musuh-musuh
mereka.
Yesaya menekankan bahwa Mesias,
yang diurapi, “bukan hanya memerintah dan membawa berkat bagi Israel saja,
tetapi juga bagi bangsa-bangsa di dunia. Ia akan melaksanakan pemerintahan atas
bumi pada kerajaan yang akan datang”
(Paul Enns 2006, 75). Ini berbeda dengan
pandangan Yahudi yang tertutup, di
mana Yesaya membuka pikiran pembaca tentang metode Allah
untuk membereskan dilema dari dosa dalam kehidupan umat manusia.
Identitas Pribadi Raja
Damai (ayat 1,2)
Ungkapan “Tunggul dari pohon yang
ditebang dalam ayat ini adalah Israel itu sendiri, yang tumbuh terus dalam sisa
itu adalah keluarga Daud, dan titik pertumbuhannya adalah satu orang, yaitu
Mesias” (Derek Kidner 1994, 384). Pemerintahan-Nya akan nampak dalam beberapa
ciri khusus yang dijabarkan dalam point-poin dari sub-sub di bawah ini.
KelahiranNya
Yesaya
11 tidak mengungkapkan proses kelahiran yang detil. Namun ada gambaran-gambaran
tentang kelahiranNya. Dalam Yesaya 9:5 dikatakan: Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan
untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan
orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai. Sejak
dalam nubuatan pun Dia sudah dinubuatkan akan memegang suatu pemerintahan yang
penuh damai. Dengan kelahiran Mesias itu, Allah datang kepada Israel,
dengan tujuan utama ialah pendirian Kerajaan Damai. Allah ingin agar Israel
menjadi umat kesayanganNya dalam Kerajaan itu. “Mesias
sendiri akan menjadi pelayan dalam dunia baru yang damai dan sejahtera,
dipimpin oleh RajaNya yang diurapi dengan kebenaran. Segala ciptaan akan berada
dalam keharmonisan satu dengan yang lainnya. Bangsa Israel akan menjadi pusat
dari dunia baru ini” (Marantika,46).
KeturunanNya
Mesias
yang dinubuatkan dalam Yesaya 11:1,2 adalah keturunan Daud. Mesias tersebut
dikatakan mengeluarkan tunas baru langsung dari akarnya yang kuat. “Taruk yang demikianlah
yang menjadi harapan baru bagi Israel yang akan dilahirkan dari keturunan Isai” (Widyapranawa 2006, 66). Jelas sekali dalam teks
Yesaya 11:1, Mesias disebut keturunan Isai, bukan keturunan Daud. Mengapa ada
perbedaan penyebutan keturunan di sini? Penyebutan keturunan Isai tidak berarti
bahwa Mesias yang dimaksud adalah anak Isai secara lahiriah. Tetapi ini lebih
kepada pengertian bahwa Mesias adalah keturunan Daud dan keturunan Isai juga.
Tunas
(rj,xoß; khoter)
akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk (rc,nE; netser) yang akan tumbuh dari pangkalnya
akan berbuah. “Dalam konteks Perjanjian Lama kedua kata ini jarang digunakan.
Konteksnya memperlihatkan kaitannya dengan tunas yang disebut dalam pasal 4.
Ditegaskan bahwa Dia tumbuh dari pangkalnya dan kemudian Dia sendiri adalah
“pangkal Isai” (Achim Teschner 2002, 63).
Dengan demikian diperlihatkan bahwa “Mesias
bukan hanya keturunan Daud seperti halnya raja-raja Yehuda yang lain,
melainkan Dia adalah “Daud kedua.” Di pihak lain Isai ayah Daud, berasal
daripada-Nya” (Alec Motyer 1993, 121).
Jika
kita mencermati seluruh gagasan Mesianis dalam Perjanjian Lama, maka sering
didapati penulis kitab mengharapkan kekuasaan Yahweh yang dipantulkan melalui
raja Israel. Namun dalam kitab Yesaya, seolah-olah raja-raja yang ada pada masa
itu sudah tidak memantulkan kuasa Yahweh. Bahkan sebaliknya mereka melihat
sebuah kerajaan hancur tanpa ada tanda-tanda pemulihan. Sehingga kehancuran
tersebut “menimbulkan tanda tanya besar terhadap kekuasaan Yahweh. Sungguhpun
demikian kehancuran itu tidak permanen. Orang Israel mengharapkan bahwa Allah
akan campur tangan dalam sejarah Israel melalui seorang pahlawan,” (Samuel Benyamin
2008, 130) yang diekspresikan dalam pengharapan
Mesianis, yang ditulis dalam “keturunan
Isai.”
Mesias
dikatakan sebagai keturunan Isai yang akan tumbuh secara adikodrati, di mana Ia
akan menjalankan pemerintahan di bumi yang penuh dengan keadilan dan kedamaian.
“Sesudah pohon
Daud dipotong dan hanya tunggulnya yang tertinggal, netzer
atau taruk (sebuah gelar penting dari
Juruselamat) akan tumbuh secara adikodrati”
(Gleason L. Archer 2005, 465). Karenanya Dia akan
menjalankan pemerintahan yang benar-benar adil, sebab tidak akan ada penggugat
atau pemohon yang cerdik yang akan dapat mendustai Dia dengan bukti palsu.
Menarik
sekali bahwa kata “tunas” (Ibrani: rj,xoß;;;;;; khoter); (William L. Holladay; software
BibleWork) yang dalam bahasa
Inggris: branch or twig, rod, yang
berarti: ranting, tunas, di sini menunjuk kepada keturunan yang akan keluar
dari keturunan Isai sendiri, bukan ‘anak Isai’ tetapi keturunannya. Dalam Yesaya
pasal 4:2; kata xm;c,ä ; zemakh (growth,
what sprouts; its fresh shoots, (the individual) shoot, bud:
metaphor of Messianic king); (Holladay; BibleWork).
Kata ini bisa diterjemahkan tumbuh-tumbuhan
(dalam Kej.19:25); atau bisa berarti akar-akar
(seperti dalam Yehezkiel 17:9); Tunas,
yang mengacu kepada Mesias sebagai tunas Daud (dalam Yer 23:5). Sedangkan pada pasal 6:13,
kata [r;z<ï yang berarti seed “bibit” atau
benih atau keturunan. Kata ini juga dalam bahasa Inggris offspring atau descendants,
yang berarti keturunan; anak cucu.
Kata tersebut terdapat juga dalam 1Samuel 2:20; juga terdapat dalam Kejadian
12:7; yang artinya keturunan; dalam
2Samuel 7:12 keturunan Daud. Pentecost
cenderung menekankan kemanusiaan Mesias. Sebab istilah “the rod of Jesse digunakan untuk
menekankan kemanusiaanNya, dan hakNya untuk memerintah atas manusia karena
hubunganNya dengan umat kerajaan itu” (J. Dwight Pentecost 1958, 479).
Konklusi yang baik dari istilah keturunan atau tunas, yang mengacu kepada Mesias adalah,
(1).Keturunan yang dimaksud ialah keturunan dalam pengertian generasi
berikutnya dari Daud atau Isai. (2).Tunas (Mesias) akan tumbuh kuat, menjadi keturunan
yang penuh dengan kemuliaan,
dan membawa pemerintahan damai di bumi pada masa kerajaan seribu tahun.
Roh TUHAN
Mesias
dipenuhi dengan Roh Tuhan
dan berbagai karunia. Ketujuh karunia (Roh Tuhan, Hikmat, pengertian, nasihat,
perkasa, pengenalan, dan takut akan Tuhan) menandakan kelimpahan karunia
itu. Ada sejumlah tokoh Perjanjian Lama
yang dipenuhi Roh TUHAN (Salomo;Gideon;Yefta;Simson;Daud; Hak.3:10; 1Sam.10:10;
16:13). “Ini sangat cocok dengan peran atau tugasNya sebagai Penguasa dalam
Kerajaan tersebut, bukan hanya karena kelahiran-kelahiran kerajaan saja, sama
halnya dengan hakim-hakim dan raja-raja yang terdahulu, sehingga Dia adalah
Salomo, Gideon dan Daud dalam diri satu orang” (Kidner 2002, 384).
Lasor
berpendapat “Roh Yahweh” akan tinggal atas “tunggul,” (William S. LaSor 1982, 388)
dan dijelaskan sebagai roh kebijaksanaan dan pengertian, roh nasihat dan
keperkasaan, roh pengetahuan dan takut akan Tuhan (Yes.11:2,3). Kelihatannya mudah untuk berpikir langsung
dalam hal ini Pribadi ketiga dari Tritunggal Kudus. Sebab sifat pribadi dari roh belum secara jelas
dinyatakan dalam Perjanjian Lama. Sehingga pemikiran yang tepat ialah bahwa
“kekuatan ilahi yang unik itu yang berasal dari Yang Mahakuasa dan memampukan
seseorang untuk melakukan pekerjaan ilahi yang mengagumkan secara efektif” (Leupold, 217). Oleh karena
itu, pribadi yang berasal dari garis keturunan Daud memiliki kekuatan ilahi
dalam hal tindakan-tindakan yang luar biasa. “Itu adalah simbol menunjukkan
bahwa Mesias diberkati secara sempurna dengan Roh dengan segala hal yang
diperlukan untuk tugas-Nya sebagai Raja (Why.5:6); (Geoffrey
W. Grogan 1986, 88)” Dalam arti sebenarnya
“Roh TUHAN” merupakan syarat bagi seorang raja. Apalagi Mesias akan menjadi
Raja bukan hanya Raja bagi Israel, tetapi Raja bagi seluruh umat manusia dalam
Kerajaan Seribu Tahun nanti. Mengingat hal tersebut, maka sangat mungkin bahwa
syarat seorang Mesias ialah harus mengalami “pengurapan” ilahi.
Roh Hikmat dan Pengertian
Karakteristik
kerajaan Mesianis dalam Yesaya 11:2;
ialah “Hikmat” (hm'k.x' = hokmah). Kata hm'k.x' (hokmah) dipakai sedikitnya 75 kali dalam
teks Ibrani (BDB Lexicon BibleWork),
dipakai untuk hikmat yang
berhubungan dengan technical skill, kebijaksanaan, kecakapan, atau kemampuan
dalam berbagai hal. Dalam konteks Yesaya, mungkin lebih tepat hikmat yang
dimaksud adalah hikmat yang berasal dari Allah, karena ada frasa “Roh TUHAN”
dalam teks tersebut. “Kebenaran tentang KeAllahan
Mesias dikonfirmasikan dengan gambaran kekuatan ilahi yang universal dalam
Yesaya 11:4…Roh Kudus pertama menyatakan fakta sejajar tentang natur ilahi Sang
Mesias” (Payne 1989, 261-263).
Mesias memiliki Roh Hikmat menjelaskan bahwa Dia sendiri adalah Allah sumber
hikmat itu, sebab “hikmat milik Allah dan diperoleh dari Dia. Hikmat adalah
kemampuan untuk membuat keputusan tepat pada waktu yang tepat yang memungkinkan
bertindak dengan tepat” (Young 1987, 382).
Roh Nasihat dan Keperkasaan
Kata
nasihat dalam teks Yesaya Ibrani adalah (hc'[e) ezah, yang berarti “advice
1Raja-raja 12:14; Maz.119:24; plan,
scheme 2Raj.18:20; Yes.5:19; 46:11; 1Kor.12:20) nasihat; rencana baik” (Holladay, BibleWork CD-Room).
Makna kata nasihat ini sejajar dengan pengertian kata #[eAy (yoez) dalam Yesaya 9:6, di mana Mesias
digambarkan sebagai Konselor atau Penasehat Ajaib. Seorang Konselor adalah
pembimbing orang-orang yang dalam persoalan atau kelemahan, dukacita dan
kesedihan. Inilah gambaran bahwa roh konselor dalam Mesias itu menjadikan Dia
mampu “menghadirkan suatu kuasa untuk membawa keputusan-keputusan-Nya yang
bijaksana” (Young 1987, 382). Muler
berkata, “sangat tepat bila menggambarkan suatu analogi di antara ‘nasehat’
Yahweh, yang Ia ungkapkan, yang sungguh akan datang, dengan keahlian menanam
pengajaran dari Tuhan” (P. Muler 1977,
384). Kata ‘perkasa’ digunakan dalam Alkitab
tidak hanya diperuntukkan bagi keperkasaan Allah saja, tetapi juga untuk
menyatakan keperkasaan suatu binatang buas. Kata hr'WbG> (geborah) memiliki
arti ”kekuatan Allah yang penuh
perkasa” (BibleWork, CD-Room). Ada beberapa arti yang dipakai untuk
menjelaskan kata tersebut dalam Yesaya 11:2.
Pertama, kekuatan dan kuasa yang memang pantas bagi Allah. Dalam Yesaya ini
kita melihat Mesias digambarkan dengan penuh keperkasaan seorang Raja segala
raja. Ini merupakan kedaulatan Allah dalam karya dan penyataan kuasa-Nya.
Kosmala mengatakan bahwa Geborah itu
selalu berhubungan dengan sifat-sifat Allah yang lain, berdasarkan kedaulatan
Allah sendiri. Mesias
disebut sebagai pribadi yang memiliki Geborah
yang memang hanya dimiliki Allah, oleh karena itu kita pantas berkata bahwa
Mesias adalah Allah, yang siap menjalankan sifat-sifatNya dalam Milenium nanti.
Kesimpulan yang demikian akan menjadi bantahan bagi kaum non-dispensasional
yang mengartikan secara simbolis tentang Roh keperkasaan tersebut.
Kedua,
Kuasa dalam Nama Allah. Dalam
beberapa bagian Alkitab pernyataan nama Allah kadangkala ditutup dengan Geborah,
“tindakan kuasa,” yang mana Dia menciptakan langit dan bumi, dan seringkali
berhubungan dengan kebenaran dan kejujuran-Nya. Dengan namaNya Allah telah
menyelamatkan. “God shows his might in his saving acts; these also are done in
his name (Ps. 20:7). God’s name is identified with his geburah, “might” (H.Kosmala
1973, 370).
Hal tersebut menunjukkan keagungan yang unggul dari Mesias yang tidak dimiliki
pihak lain manapun. “Tidak ada yang seperti Yahweh, yang namaNya besar dalam
kekuasaan, yang memerintah dengan kekuatan yang kekal, dan yang dapat
menggunakan kekuatanNya untuk menyelamatkan umat-Nya yang beriman dari
penganiayaan, yang kadangkala melalui kekuatan alam” (Robin Wakely 2002, 813).
Ketiga,
konsep rohani dalam hubungan dengan
manusia. Manusia yang diciptakan Allah dalam gambar dan rupa-Nya, memiliki
kekuasaan yang berupa geborah-Nya,
yakni “kuasa” yang berasal dari Allah, dan sebagaimana kita lihat bahwa itu
nyata dalam kekuatan pisikal manusia. Namun demikian, konsep hr'WbG
(geborah)
pada akhirnya juga meliputi kualitas-kualitas rohani yang Ia miliki sampai
tingkat paling tinggi, yaitu manusia, sebagai ciptaan Allah, bagian dari geborah-Nya.
Roh Pengenalan dan Takut akan Allah
Yesaya
11:2 menyatakan tentang Roh Pengenalan dan takut akan Tuhan ada pada Mesias.
Delitzsch menggambarkan pengenalan sebagai bentuk “persekutuan kasih” (F. Delitzsch 1969, 282)
yang mengindikasikan adanya hubungan yang menyatu antara pribadi Mesias dengan
Bapa. Dalam teks ini kita melihat seolah-olah Mesias memiliki karunia-karunia
khusus. Ini merupakan ciri penting dalam diri sang Mesias sebagai pemimpin
dalam kerajaan itu. Roh pengenalan pada Mesias “meliputi hubungan kasih dalam sifat
dan atribut-atribut Allah” (Leupold,
218). Pernyataan tersebut menegaskan
sekaligus mengenai keAllahan Mesias dalam Yesaya ini. Mesias dikatakan memiliki
Roh pengenalan ialah bahwa umat dalam kerajaanNya diajarkan supaya mengenal
Tuhan seperti digambarkan oleh pengenalan Mesias di atas.
Sifat
PemerintahanNya (ay.3-5)
Secara
khusus, dispensasional percaya bahwa nubuatan-nubuatan tentang pemerintahan
Mesianis yang belum digenapi, akan terjadi secara nyata di bumi ini dalam
Kerajaan Milenium. Walvoord berkata demikian:
Sejumlah
besar nubuat, khususnya dalam Perjanjian Lama, masih belum terpenuhi.
Dispensasional percaya bahwa nubuat-nubuat Perjanjian Lama tidak terpenuhi pada masa
gereja dan bahwa beberapa dari nubuatan ini memiliki hakikat tertentu sehingga
harus terjadi di atas bumi. Karena itu harus ada satu periode atau masa
interval di atas bumi di mana nubuat-nubuat ini dapat dipenuhi, yaitu Millenium
di bumi. Dari nubuat-nubuat ini diambil banyak rincian mengenai pemerintahan
Millenium dari Kristus (John F. Walvoord 1958, 11-12).
Dengan
kata lain bahwa dispensasional tidak memaksakan pemikiran bahwa kerajaan millenium
akan terjadi, tetapi teks-teks nubuatanlah yang telah mengatakan rincian
tentang Kerajaan Seribu Tahun itu. Dalam hal ini dispensasional melihat
penggenapan nubuat tersebut akan terwujud secara harfiah dalam kerajaan seribu
tahun pada masa yang akan datang nanti. Hal serupa pula diungkapkan oleh Ryrie,
Interpretasi
harfiah Kitab Suci tentunya menuntun orang pada penggenapan harfiah semua
nubuat Perjanjian Lama. Itulah prinsip dasar eskatologi Premillennialism
(dispensasional). Andaikata semua nubuat Perjanjian Lama yang belum tergenapi
dinubuatkan dalam perjanjian semasa Abraham, Daud, dan perjanjian baru itu
harus tergenapi secara harfiah, berarti harus ada masa mendatang ketika semua
perjanjian tersebut dapat tergenapi, yaitu Masa Seribu Tahun. Dengan kata lain,
gambaran harfiah Perjanjian Lama menuntut adanya penggenapan harfiah mendatang
atau penggenapan nonharfiah. Apabila semua perjanjian tersebut harus tergenapi
di masa mendatang, maka satu-satunya waktu yang tersisa untuk penggenapan
tersebut adalah masa Seribu Tahun (Charles C. Ryrie 2005, 216-217).
Ryrie
dalam argumentasinya di atas, dengan tegas menyatakan bahwa pemerintahan Mesias
akan terjadi secara fisik atau politik terjadi di bumi ini, mengingat banyak
nubuat-nubuat Perjanjian Lama yang belum tergenapi. Alur logika yang
memungkinkan untuk penjelasan itu ialah ketidakkonsistenan pada
nondispensasionalis yang menafsirkan sebagian nubuat tersebut tergenapi secara
harfiah, namun bagian lain simbolis. Pemerintahan Mesias dianggap telah
berlangsung saat ini secara rohani, “orang-orang beriman sekarang ini sudah
turut memerintah bersama-sama dengan Kristus, yang digambarkan sebagai
jiwa-jiwa para orang yang mati sahid (yang telah dipenggal kepalanya), yang
turut memerintah dengan Kristus”
(Harun H 2001, 491).
Pemerintahan
Mesias “bukan hanya apa yang dilakukan seseorang, tindakan-tindakan
lahiriahnya, melainkan siapa Dia, pikiran dan kemauanNya. Mesias akan
memerintah umatNya dengan adil” (Geroge E.
Ladd 1962, 126). Adil yang dimaksud ialah adil
secara politik atau jasmani di dunia. Hal tersebut sama seperti yang
digambarkan dalam Yesaya 2:4 dan Mika 4:3; bahwa pedang akan ditempa menjadi mata bajak dan tombak-tombak menjadi pisau
pemangkas, dan bangsa tidak akan lagi mengangkat pedang terhadap bangsa. Pemerintahan
Mesias akan bersifat jasmani dan rohani. “Kristus akan memiliki control yang
mutlak, jika Raja damai itu datang, perdamaian dunia akan terjadi” (Ladd, 127). Hal ini akan
menjadi tanda bahwa Milenium merupakan satu hal yang jelas berbeda dengan
sejarah lainnya.
PenghakimanNya
“Ia akan menghakimi dengan keadilan” merupakan
peristiwa di masa mendatang diharapkan oleh Yesaya terjadi di tengah-tengah
kerajaan Israel. Kata jpV (sapat) yang berarti “make
decisions; act as judge” (Holladay,
BibleWork) dalam Yesaya
menjelaskan bagaimana Mesias dalam Kerajaan Seribu Tahun nanti menjadi
satu-satunya Hakim yang mengambil keputusan yang tepat, adil dan bijaksana.
Oleh sebab itu, kita yakin bahwa pada waktu itu Mesias menyatakan keadilan
secara penuh dalam kerajaanNya. Hal tersebut dapat terjadi karena Mesias
dipenuhi Roh Hikmat, serta kebenaran ada pada Dia (ay.5). Penghakiman Mesias
memiliki beberapa ciri.
Pertama, tidak
menghakimi dengan sekilas pandang saja atau menjatuhkan keputusan menurut kata
orang (ay.3). Ini adalah gambaran
bahwa Mesias tidak akan ceroboh atau keliru dalam memutuskan benar dan salah,
seperti manusia masa kini yang salah dalam pengambilan keputusan peradilan.
Kata “sekilas pandang” menunjukkan
kepada kita bagaimana kebiasaan orang pada waktu itu yang seringkali memutuskan
perkara dengan sewenang-wenang, tanpa ketelitian. Kata [m;îv.mil (lemsama) berarti
“hearsay,
rumor” (TWOT
Lexicon, BibleWork)atau desas-desus; rumor. Dalam teks Alkitab bahasa
Inggris dikatakan: “not judge by what he
sees with his eyes, or decided by what he hears with his ears” (Holy
Bible, NIS 1948). Ini berarti Yesaya tidak menggambarkan Mesias sebagai Hakim yang
menempatkan kekuatan kemanusiaanNya (telinga dan mata) sebagai referensi untuk
menyatakan benar dan salah.
Kedua, Ia akan mengahikimi orang-orang lemah dengan keadilan. Kadangkala
keadilan kurang berpihak kepada kaum lemah, misalnya cerita tentang hakim yang
lalim (Luk. 18:1-8). Dan ini juga salah satu latar belakang kitab Yesaya, di
mana keadilan sulit didapat oleh umat. Kata qd<c,’ (righteousness; just) (BDB Lexicon, BibleWork) berarti kebenaran Mesias adalah mutlak, sehingga
menimbulkan damai di tengah-tengah umat. “Kebenaran akan menjadi tolok ukur
dalam ciri pemerintahan Mesias atas semua manusia” (Pentecost, 483). Bukti dari kebenaran yang ada pada Mesias ialah
penghakimanNya penuh keadilan.
Ketiga, menjatuhkan
keputusan dengan kejujuran. Ini berarti Mesias tidak memiliki maksud terselubung
dari keputusanNya mengenai suatu perkara. Jadi tidak akan ada perkara di mana
Mesias dikatakan tidak “fairness” (BDB Lexicon, BibleWork), jujur. “Orang-orang lemah dan orang-orang miskin
tidak akan tertekan oleh Mesias sebagaimana mereka telah dipimpin oleh
pemimpin-pemimpin manusia. Orang-orang yang tertekan akan menikmati
KeadilanNya, dan yang lemah akan mengadili” (John A. Martin 1986, 1057). Hal ini merupakan gambaran
Yesaya tentang “hakim-hakim yang jahat pada masa Yesaya, yang merupakan pembahasan
yang kontras” (Plumptre, 453).
Kebenaran dan KesetiaanNya
Kebenaran
merupakan syarat bagi suatu pemerintahan yang adil. Karakteristik pemerintahan
Mesianis diliputi kebenaran. Kebenaran dalam pemerintahan Mesias digambarkan
seperti ikat pinggang, yang kuat. “Kebenaran akan menjadi hal yang nyata
mencirikan pemerintahan Mesianis secara menyeluruh. Kristus akan menjadi Raja
yang memerintah dalam kebenaran. Kebenaran akan menjadi dasar dari
kekuasaan-Nya(Yes. 11:5). Dengan kebenaran tersebut Ia akan menghakimi orang
lemah (Yes.11:4; ps.72:104), dan dalam menghakimi dan menjatuhkan putusan Dia bertindak
berdasarkan kebenaran” (Pentecost, 483).
Sungguh tak dapat dibayangkan apabila
suatu kerajaan pemimpinnya tidak memiliki “righteousness”
(kebenaran), bagaimana ia akan memerintah, bagaimana mengadili, bagaimana mensejahterakan, dan
melindungi masyarakat. Kemudian
dalam Millenium nanti “Mesias akan menjadi satu-satunya kebenaran dalam
pemerintahanNya” (Matthew Henry
& Thomas Scott, 514). Dia memastikan kepada
umatNya bahwa ia akan memerintah dengan kebenaran, mengadili dengan kebenaran,
di bumi. Mesias adalah sentral.
Kata
“kebenaran” (10:5),
dalam bahasa Ibrani qd,c,
(tzedek), berarti benar, adil, kebenaran, atau right,
just, rightness,
justice, righteous (Holladay Lexicon, BibleWork), dalam bahasa Inggris memiliki arti bahwa kebenaran tersebut adalah
kebenaran Allah. Alkitab bahasa Ibrani menggunakan kata tersebut kurang lebih
273 kali, bahkan dalam Yesaya terdapat sebanyak 58 kali (LaSor, Hubbard dan Bush, 389), yang berhubungan dengan kebenaran yang bersumber dari
Allah sendiri. Lebih jauh lagi seorang bernama Snaith menyelidiki kata qd,c (zedek)
tersebut, dengan kesimpulan makna kata tersebut berhubungan langsung dengan
karakter Allah. “kata qd,c adalah digunakan
sebagai atribut untuk menyatakan pribadi Allah dalam hal karakter-Nya. Allah
adalah Hakim yang adil (2Taw.12:6; Yer.12:1).
Oleh sebab itu Mesias dalam pemerintahan-Nya akan menghakimi dengan standard
kebenaran tertinggi bagi semua umat dalam kerajaan seribu tahun. Pengertian
‘kebenaran’ dalam ayat tersebut memiliki arti “Yahweh kebenaran kita,” yang
merupakan ungkapan umum yang dimengerti oleh orang Israel pada masa itu.
Suasana
Kerajaan Mesias (ay.6-10)
Suasana
Kerajaan Mesianis yang digambarkan dalam Yesaya 11 ini sungguh luar biasa, dan
mungkin belum pernah terjadi di bumi sejak Adam jatuh dalam dosa. Keharmonisan,
kenyamanan, kerukunan serta kelimpahan berkat ada di sana. Hal tersebut
mengingatkan kita pada suasana Taman Eden, tempat manusia pertama diciptakan
Allah. Ini terwujud karena “Pemerintahan Kristus menghasilkan perubahan
demikian dalam wilayah tabiat manusia, dan akhirnya mengubah seluruh ciptaan” (Kidner, 385). Dalam
pemerintahan seribu tahun itu “semua orang yang masih hidup pada periode ini
akan tunduk kepada pemerintahan Mesias”
(Feinberg, 168). Pernyataan tersebut sesuai dengan
Filipi 2:10-11; “setiap orang akan bertekuk lutut.” Hanya ada satu pemerintahan
Mesianis yang memungkinkan suasana damai ada di dalamnya. “Situasi dan kondisi
kerajaan Mesianis yang digambarkan dalam ayat 6-10 ini menunjukkan tidak adanya
permusuhan antara herbivora
dan karnivora. Semua bahaya dihapuskan sama sekali, bahkan untuk bayi manusia yang
merupakan makhluk terlemah” (Teschner,
64).
Dalam
kerajaan Mesianis, orang lemah tidak ditindas, semua musuh akan dibinasakan
dengan nafas
mulut-Nya, yakni si pendurhaka yang akan disembah oleh segala suku bangsa. Suasana tersebut akan
sepenuhnya menjadi nyata sebelum
kerajaan Seribu Tahun. Suasana adil terjadi
ketika Mesias “masuk ke dalam relasi dengan penegakan Hukum dan dengan pimpinan
ilahi atas kelompok manusia” (Bruce, 81). Selain
itu juga akan ada keharmonisan di antara makhluk ciptaan. Kutukan yang
dinyatakan kepada manusia karena kejatuhan yang mempengaruhi seluruh ciptaan,
akan dibebaskan. “Selama millennium, rasa permusuhan di antara makhluk akan
berhenti (Yes.11:8-9). Manusia tidak perlu merasa takut kepada makhluk apa pun” (Erickson, 127).
Serigala dan domba (ay.6)
Serigala,
Lembu, Macan Tutul dan Domba akan berbaring bersama. Ini menggambarkan bahwa
binatang-binatang pada masa itu akan terkendali dalam pemerintahan Mesias.
Kebuasan tidak lagi menguasai sifat-sifat binatang, sebab semua mahkluk tunduk
kepada sang Mesias sebagai Raja di atas bumi. “Tentang masa depan pemerintahan
Mesias dalam banyak nubuatan yang mengungkapkan kondisi-kondisi tersebut,
seperti: sukcita, kemuliaan, keadilan, pengetahuan penuh, pengajaran dan pembelajaran,
disingkirkannya kutuk dan sakit penyakit, usia panjang, kemakmuran, sifat-sifat
binatang akan diubahkan” (Jordan, 243-244).
Feinberg mengatakan itu bukan “berkurangnya ketegangan atau tidak adanya
permusuhan secara lahiriah saja, melainkan keharmonisan yang sesungguhnya” (Charles L. Feinberg 1936, 145).
Keharmonisan tersebut sangat mungkin terjadi sebab seorang Penguasa memegang
kekuasaan atas alam semesta secara mutlak.
Kata
rG"
(gar) yang diterjemahkan live (NIV), dalam BibleWork bisa ditulis
dengan kata sojourn, yang berarti “berdiam atau tinggal” (Echols & Shadily, 538). Kata berdiam atau tinggal menunjukkan suatu keadaan yang
panjang atau berlangsung lama, bersifat permanen ketika mereka dalam kerajaan
itu.
Anak Lembu dan Anak Singa (ay.6)
Kesempurnaan
“damai” itu dapat dilihat dari kenyataan bahwa Anak Lembu berdampingan dengan
Anak Singa. Dengan kata lain hewan karnivora akan berubah menjadi herbivora.
“Pemerintahan Kristus menghasilkan perubahan demikian dalam wilayah tabiat
manusiawi, dan akhirnya akan mengubah seluruh ciptaan” (Kidner, 385). Perubahan pada
semua mahkluk tidak lepas dari pengaruh Mesias, sebagai penegak damai dalam
kerajaan itu. Yesaya
menjelaskan kebenaran kerajaan itu, yang akan Mesias dirikan. “Segala kutuk
akan dilenyapkan, damai dan harmoni akan dinyatakan, dan binatang liar akan
jinak dan binatang buas tinggal bersama hewan-hewan jinak dan manusia” (John A. Martin 1986, 1057).
Digambarkan
juga dalam ayat 6 ini bahwa seorang anak kecil akan menggiring lembu dan anak
singa ini ke padang rumput. Anak lembu dan anak singa begitu akur dalam
kerajaan ini, sementara kita tahu bahwa “singa dan lembu, yang keduanya
bermusuhan turun-temurun, akan menjadi berdamai dengan sempurna” (F.Delitzsch 1969, 285).
Ini menggambarkan betapa aman dan damainya suasana kerajaan itu.
Lembu dan Beruang (ay.7)
Dapat
dikatakan binatang yang kuat memangsa yang lemah, seolah-olah tidak ada tempat
bagi binatang yang lemah. Namun dalam kerajaan Mesianis, binatang-binatang yang
kuat dan binatang-binatang kurang kuat bukan merupakan kendala di dunia
binatang. Keganasan baik beruang maupun singa, dalam ayat 7, tidak ada lagi
dalam kerajaan itu. Sampai saat ini kita tahu bahwa makanan pokok bagi singa
dan beruang adalah daging binatang lain. Namun dalam kerajaan ini, kita melihat
Lembu, Singa dan Beruang sama-sama makan rumput.
Anak yang Menyusui dan Ular Tedung (ay.8)
Dalam
ayat 8 ini, kita diingatkan tentang bagaimana Tuhan berfirman dalam Kejadian
3:15; “permusuhan antara manusia dan ular,” sekalipun yang dimaksud ialah
Iblis. Dalam Kerajaan damai Ular tedung dan anak manusia akan berjalan bersama.
Mereka akan berjalan dalam pengaruh suasana Raja damai bukan pengaruh dari raja
kejahatan lagi (iblis). Inilah yang digambarkan Leupold bahwa, “bagi seluruh
sifat-sifat alamiah hewan telah berkurang sampai pada keharmonisan yang
sempurna. Setiap ketidakharmonisan, setiap unsur-unsur berbahaya dan bencana
telah dicabut” (Leupold, 221).
Sifat alamiah ular dengan giginya yang berbisa tidak ada dalam kerajaan
Mesianis, sehingga anak kecil dapat bermain dengan ular berbisa.
Bumi Penuh dengan Pengenalan akan Allah
Puncak
dari keadaan dalam kerajaan itu adalah pengenalan akan Allah melingkupi semua
manusia dan alam, secara umum bumi. Ini adalah puncak pelayanan Yesus dalam
kerajaan damai. “Pelayanan Raja itu akan membawa pokok-pokok penting dari
kerajaanNya yakni pegetahuan yang penuh”
(Pentecost, 488). Pengenalan akan Allah ini akan
datang melalui instruksi dan petunjuk dari Raja. Baik manusia dan binatang,
semua akan mengenal Allah lebih jelas melalui Raja Damai itu. Sekarang kita
mengenal dengan samar-samar, seperti yang diungkapkan Paulus, “sekarang aku
hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan
sempurna, seperti aku sendiri dikenal” (1Kor. 13:12). Akibat dari pemerintahan
Mesias dalam kerajaan ini, maka dalam kerajaan itu semua orang akan mengenal
Allah secara jelas, tidak samar-samar lagi.
Taruk dari Pangkal Isai
Perikop
Yesaya 11:1-10 ini ditutup dengan keterangan kembali mengenai janji keturunan
yang berasal dari Isai, “taruk dari
pangkal Isai”. Ini dikatakan untuk menegaskan kembali bahwa “Mesias
sungguh-sungguh akan datang dari garis keturunan Daud” (Young, 393). Ini sesuai
dengan kata tunas dan taruk dalam ayat 1, yang menjadi tempat berkumpul yang
standard bagi semua umat. Yesaya sangat yakin bahwa Mesias yang dimaksud akan
datang dan mendirikan Kerajaan Damai di bumi ini. Yesaya mengatakan hal ini
supaya bangsa Israel percaya bahwa akan ada pemulihan yang dilakukan Mesias
sendiri pada waktunya.
Relevansi Kerajaan
Mesianis
Dalam pokok ini kita akan melihat
bagaimana kerajaan Mesianis dinyatakan pada bagian lain dalam kitab suci, sebagai
bukti bahwa semua penulis kitab berpikir sama tentang kerajaan Mesianis yang
akan berlangsung selama seribu tahun itu. Sekalipun dalam Yesaya tidak ada
penjelasan tentang kapan nubuatan-nubuatan itu tergenapi, namun ada satu masa
yang memungkinkan penggenapan nubuatan-nubuatan tersebut. Apabila semua
nubuatan-nubuatan Alkitab harus tergenapi di masa mendatang, maka “satu-satunya
waktu yang tersisa untuk penggenapan tersebut adalah Masa Seribu Tahun” (Ryrie 2005, 217).
Tentang masa tersebut dikatakan dalam kitab Wahyu 20, yakni kerajaan seribu
tahun.
Pengharapan Mesianis sebagai Raja
dalam kerajaan Milenium tidak hanya terdapat dalam Yesaya 11:1-10. Beberapa
kitab lain juga menjelaskan tentang pengharapan itu, dan juga berbagai situasi
dalam kerajaan yang penuh kedamaian. Kerajaan seribu tahun merupakan suatu masa
di mana semua nubuatan yang belum tergenapi, yang telah disampaikan kepada
tokoh-tokoh Perjanjian Lama, akan digenapi. Walvoord membuat tiga pokok penting
yang menuntut suatu waktu penggenapannya, yakni “janji tentang negeri;
janji-janji kepada Daud; dan janji pemulihan Israel” (Walvoord 1996, 124).
Ketiga perikop tersebut menggambarkan kerajaan di bumi akan ada secara nyata. Sehingga janji Allah kepada Daud, tidak hanya
kepada Abraham, akan menjadi titik permulaan pengharapan Mesianis yang
dinanti-nantikan. Menurut Smith, beberapa perhitungan janji Yahweh dengan Daud
dalam 2Samuel 7 paralel dalam beberapa hal dengan perjanjian Yahweh kepada
Abraham dalam Kejadian 12 dan 17. Antara lain: “Nama yang besar; bangsa atau
kerajaan yang besar; raja-raja dari keturunannya; dan berkat-berkat” (Ralp L.Smith 1971, 413).
Janji Abraham meliputi tanah atau
negeri Kanaan, seprti difirmankan Tuhan: “Pergilah dari negerimu dan dari sanak
saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri
yang akan Kutunjukkan
kepadamu” (Kej. 12:1). Janji ini tentunya meliputi tanah, generasi, dan
pemerintahan yang ada di dalamnya, seperti digambarkan oleh Figart berikut:
“Dasar
dari semua kerajaan adalah tanah atau negeri di mana kerajaan itu berada,
generasi-generasi “benih” (manusia)
yang akan membentuk bangsa itu, dan “para
raja” (para pemimpin bangsa) yang mengurusi pemerintahan. Semua persyaratan
itu dipenuhi pada waktu Allah menyampaikan perjanjian itu kepada Abraham, yang
untuk pertama kalinya diberikan dalam kitab Kejadian 12:1-3, dan diulangi serta
diperkuat beberapa kali kepada Abraham dan keturunannya (Thomas O.
Figart 2002, 152).”
Janji
berikutnya bahwa generasi yang terdiri atas “benih-benih manusia atau
keturunan” yang akan diberikan untuk membentuk satu bangsa. Janji juga
disampaikan Allah yakni tentang “bangsa yang besar”. Alkitab menyebutkan
sebanyak dua kali tentang janji yang menjadi milik mereka selamanya, sebagai
milik yang tidak berkesudahan. Ketika kita berusaha memahami janji “menjadi
bangsa yang besar,” kita diperhadapkan kepada keputusan apakah hal ini harus
dipahami secara harfiah, yaitu keturunan yang fisik (sebagaimana diyakini oleh
dispensasional), atau hal ini harus dipahami secara rohani (sebagaimana pandangan
Covenant teologi). Sebagaimana
ditunjukkan oleh penjelasan tentang perjanjian di seluruh kitab Kejadian, maka
janji itu bersifat harfiah, yakni “pengertian Abraham tentang janji bangsa yang
besar itu sebagai hal yang mengacu kepada keturunannya yang fisik” (Walvoord 1948, 45).
Ini tidak berarti bahwa panfsiran harfiah menghilangkan keturunan yang rohani
dari Abraham (Gal. 3:6-9). Anak-anak rohani Abraham itu pun adalah penggenapan
harfiah nubuat tersebut. Garis keturunan dari Abraham sampai kepada Kristus
adalah garis harfiah, dan secara harfiah. Penggenapan janji harfiah itu penting
bagi tujuan Allah, tidak saja bagi keturunan fisik Abraham, tetapi juga bagi
keturunan rohaninya.
Penafsiran
rohani tentang keturunan Abraham bertentangan dengan pola tafsir premilenialsm
dispensasional. Walvoord mengatakan: “premilenialis (dispensasional) menolak
bahwa penggenapan janji-janji ini mengacu kepada keturunan alami atau bahwa
janji-janji tentang “keturunan Abraham” digenapi oleh orang-orang non-Yahudi
yang percaya / gereja” (Walvoord 1948, 146).
Membuat persamaan antara berkat-berkat yang dijanjikan kepada bangsa-bangsa
lain dengan berkat-berkat yang dijanjikan kepada keturunan Abraham adalah
kesimpulan yang tidak dapat dibenarkan. Sebab, negeri perjanjian di dalam
Perjanjian kepada Abraham tentang bangsa dan takhta, semuanya itu akan tiba
bersama-sama dalam diri Mesias, yang berhak duduk di atas takhta dan memerintah
Israel.
Patut
diketahui bahwa janji Tuhan bersifat unconditional
(tanpa syarat) kepada Abraham. Karena jika janji itu bersyarat penuh maka
Abraham pun gagal menerima janji tersebut. Namun ketika beberapa kali Abraham
bersalah dalam beberapa hal, Tuhan tetap berulang-ulang mengatakan janji-Nya
kepada Abraham. Premilenialis dispensasional percaya bahwa jika janji itu tanpa
syarat, tidak ada alasan janji tersebut batal karena ketidaktaatan Abraham dan
keturunannya (Israel).
“Karakter
tanpa syarat dari perjanjian Abraham adalah pokok penting dalam menetapkan
perjanjian Abraham sebagai dasar bagi premilenialisme. Jika perjanjian itu
tanpa sayarat, maka aspek nasional dari perjanjian itu harus jelas belum
terpenuhi, dan premilenialisme adalah satu-satunya system interpretasi yang
membuat tempat bagi suatu bangsa di masa depan bagi Israel dalam tanah hak
milik mereka” (Charles C. Ryrie 1953, 52).
Kitab
Suci dengan jelas mengajarkan bahwa janji ini adalah Perjanjian yang mendasar
atas perjanjian anugerah Allah. Roger
juga setuju bahwa perjanjian Allah kepada Abraham tidak bersyarat. Dia
mengatakan: “Allah memilih Abraham dan memberikan kepadanya dan anaknya, Ishak,
dan anak Ishak, Yakub, suatu janji tidak bersyarat. Mereka (Israel) tetap
berdiri dan menantikan pemenuhan janji itu. Penundaan telah menyebabkan Israel
banyak berdosa” (E.W. Roger 1962,
97).
Allah akan menyatakan kuasaNya bagi bangsa Israel dan akan
memimpin mereka kepada pemenuhan janji itu.
Enns mengatakan bahwa janji Abraham bersifat literal dan tanpa syarat;
“Kovenan
Abraham adalah
penting untuk mendapatkan pengertian yang tepat tentang konsep kerajaan
Mesianis mendatang dan merupakan dasar teologi PL. Kovenan Abraham dijelaskan
dalam Kejadian 12:1-3 dan merupakan kovenan tak
bersyarat. Tidak ada persyaratan yang melekat pada kovenan itu (tidak ada
kata “jika” yang menunjukkan bahwa penggenapan kovenan itu bergantung pada
manusia). Kovenan itu juga merupakan kovenan literal di mana janji-janji itu harus dimengerti secara harfiah.
Tanah yang dijanjikan itu harus dimengerti dengan penafsiran yang normal,
dengan kata lain tanah itu tidak menggambarkan surga. Kovenan itu juga
merupakan kovenan kekal. Janji-janji
yang Allah buat dengan Israel adalah kekal. Unsur penting dari kovenan Abraham
adalah penggenapan di masa yang akan datang di mana kerajaan Mesianis akan
berkuasa. Israel sebagai sebuah Negara
akan memiliki tanah di masa yang akan datang. Banyak bagian PL mengantisipasi
berkat di masa yang akan datang bagi Israel dan kepemilikan tanah sebagaimana
yang dijanjikan kepada Abraham” (Paul Enns 2006, 57-58).
Pentecost
berkata, hal yang perlu disadari ialah “metode Allah menggenapi Kovenan abraham
adalah harfiah, sebagaimana Allah menggenapi sebagian dari kovenan itu dalam
sejarah” (J. Dwight Pentecost 1988, 71).
Allah memberkati Abraham dengan memberikan tanah, Allah juga memberkati Abraham
secara rohani, Allah memberikannya banyak keturunan. “Sesungguhnya Allah tetap
memenuhi janji kepada Abraham untuk memberikan kepadanya dan keturunannya suatu
tempat permanent di suatu negeri. Pada prinsipnya sulit untuk menolak bahwa
perjanjian ini bersifat kekal” (George L.
Murray 1984, 26-27).
Perjanjian
Allah kepada Abraham memiliki tiga segi: “Tanah perjanjian; perjanjian
keturunan; perjanjian penebusan (Kej. 12:1-3)” (Paul Enns, 58). Natur perjanjian tanpa
syarat dan kekal itu terlihat pada waktu janji itu ditegaskan kembali pada
Ishak (Kej. 21:12; 26:3-4). Janji-janji “Aku akan” menunjukkan aspek tanpa
syarat dari janji itu. Perjanjian itu kemudian dikonfirmasikan pada Yakub
(Kej.28:14-15). John Davis mengatakan: “Meskipun kepemilikan Israel atas negeri
itu berulang kali terancam, Israel tidak pernah kehilangan negeri itu
seluruhnya. Janji Allah itu pasti dan tanpa syarat” (John J. Davis 2001, 178).
Dengan kata lain, untuk mempertahankan negeri itu tidak bergantung pada
kekuatan Abraham atau keturunannya. Semua janji dalam Perjanjian Lama, baik
yang telah diucapkan kepada Abraham, serta juga dijanjikan kepada Daud, pasti
akan tergenapi. Segala kegagalan manusia tidak akan membuat Yahweh mengubah maksud-Nya
atau mengganti janji-janji yang telah diberikan-Nya kepada Daud dan
keturunannya.
Pengharapan
Mesianis dalam Perjanjian Lama
Menurut
Ryrie pemenuhan janji kerajaan
“dipenuhi pada masa yang akan datang menyangkut kelangsungan bangsa Israel
dalam kerajaan millenium” (Ryrie 1958, 73).
Maka tidaklah heran jika kita melihat bahwa “pengharapan Mesianis dalam
Perjanjian Lama, secara keseluruhan, biasanya dihubungkan dengan seorang raja
di Yerusalem, sebab raja itu adalah figure utama yang diurapi di Israel” (Smith, 413). Sebab “sejarah,
pengajaran-pengajaran, dan ramalan bangsa Israel mengacu kepada Mesias” (Alfred Edersheim 1977, 161). Sehingga
ada harapan akan adanya seorang yang memangku tiga posisi sekaligus, imam, raja
dan nabi, yang diurapi menjadi pemimpin bangsa Israel, yang kekuasaannya tak
terkalahkan.
“Posisi
premilenial menuntut adanya pemenuhan janji kepada Israel sebagai keturunan
fisik, yang dimaksud ialah pemeliharaan nasional dan pengharapan yang akan
datang dari tanah itu, premilenial menyadari bahwa keturunan Abraham bersifat
secara rohani dan jasmani” (Walvoord,
144). Secara rohani orang-orang percaya masa
kini adalah keturunan Abraham, yang memiliki iman yang sama kepada Yahweh.
Secara fisik, keturunan bangsa yang besar terwujud melalui kumpulan semua
bangsa dalam millennium.
Jika
kita melihat dalam seluruh Alkitab Perjanjian Lama, maka dapat ditemukan bahwa
bangsa Israel mengklaim janji Yahweh yang bersifat kekal. Secara khusus tanah
Palestina sekarang. Hal ini seperti dinyatakan oleh Ryrie berikut:
Ciri-ciri utama
kerajaan menurut konsepsi orang Yahudi adalah: duniawi; nasional; mesianis;
moral; dan masa depan. Hal ini berarti: kerajaan harus ada di bumi; secara
khusus berhubungan dengan bangsa Israel; diperintah oleh Mesias yang hadir
secara pribadi; dengan standar tinggi dari Allah; belum terjadi pada saat ini (Ryrie,
276).
Janji
tersebut dapat dikatakan bersifat tanpa syarat. Artinya Allah mengesahkan
perjanjian tersebut tidak membutuhkan partisipasi penerima janji untuk
meneguhkan janji tersebut. “Allah sendirilah yang melaksanakan perjanjian itu
dengan integritas-Nya sampai kepada akhir penggenapannya nanti” (John J. Davis, 142).
Alasannya adalah terdapat “pengulangan elemen-elemen utama dari perjanjian
tersebut sepanjang Alkitab Perjanjian Lama”
(John J. Davis, 142), meskipun bangsa Israel
terus menerus gagal melaksanakan yang menjadi bagiannya.
Dalam
kitab Mikha juga dijelaskan bahwa “kedatangan Mesias tidak akan hanya bagi
Israel saja, tetapi juga bagi segenap bangsa; mereka juga akan datang ke bukit
Allah dan dimasukkan menjadi umat Allah”
(F.L. Baker 1983, 245). Dalam tulisan Alfred
Edersheim dikatakan: “Mesias secara jelas diidentifikasikan dengan takhta kemuliaan, dan karena itu
digambarkan sebagai pengharapan yang panjang, sebelum kehadirannya yang nyata” (Alfred Edersheim 1977, 175).
Janji-janji itu diberikan kepada bangsa Yahudi dalam rancangan Allah sendiri,
“bukan saja kebetulan Mesias akan membangun kerajaan dan takhta-Nya di muka
bumi; sebab itu telah dipersiapkan oleh Bapa sejak semula, sama seperti Anak
Domba yang telah dipilih sejak dunia dijadikan” (Figart, 151). Sehingga dalam sudut pandang
dispensasional, kita percaya bahwa kerajaan Mesianis itu pasti akan nyata di
bumi. Sebab dispensasional mengacu kepada nubuatan yang belum tergenapi dalam
Perjanjian Lama.
Mazmur
110, dipegang sebagai catatan yang menjadi “teks Perjanjian Lama yang paling
sering dikutip atau disinggung dalam Perjanjian Baru”. “Sebenarnya Mazmur
mungkin adalah Mazmur penobatan bagi seorang atau lebih dari raja keturunan
Daud. Nabi-nabi Perjanjian Lama menyadari nilai-nilai positif dari kerajaan
Daud, tetapi mereka juga menghormatinya juga sebagai bagian mendasar bagi
kedatangan Mesias dalam kerajaan-Nya”
(Smith, 414). Sehingga tidak mustahil bahwa seorang
nabi seperti Yesaya, yang hidup dalam masa raja-raja, dapat berkata bahwa
dinasti Daud pasti akan mendirikan kerajaan Yahweh di bumi. Mesias dipandang
sebagai raja yang sangat dinanti-nantikan dalam tradisi nenek moyang Israel.
Namun
penantian akan pengharapan pemulihan atas kerajaan Israel tersebut seolah-olah
menjemukan sehingga Bakker memandang
bangsa Israel telah frustrasi dengan pengharapan yang tak kunjung datang itu.
“Kefrustrasian akan pengharapan ini memimpin pada perkembangan ide Mesianis
dalam Israel. Bahkan, sampai pada masa Yesaya, pengharapan akan “keturunan
Daud” telah menjadi pesimis, sehingga Mesias dalam Yesaya 11:1,2 digambarkan
sebagai keturunan Isai” (F.L. Baker, 244).
Pernyataan tersebut tidak hanya merendahkan pengharapan Israel akan kerajaan
itu, namun juga menuduh ‘ide Mesianis’ sebagai konsep yang muncul dalam
keputusasaan saja. Ini berbeda dengan pandangan dispensasional sendiri yang
melihat pengharapan Mesianis tersebut bukan berdasarkan kefrustrasian, tetapi
berdasarkan janji-janji Allah. Sebab sejak awal, “Alkitab sudah mencatat sebuah
ramalan tentang sebuah tempat khusus dan kerajaan khusus yang akan dimiliki
oleh bangsa Yahudi sesuai rencana Allah dalam sejarah” (Davis, 138).
Jika
memperhatikan kitab Yeremia 30:9, dapat dilihat bahwa bangsa Israel yang
mengabdi bersama Daud, raja mereka, akan dibangkitkan pada permulaan
pemerintahan seribu tahun: “Mereka akan
mengabdi kepada TUHAN, Allah mereka, dan kepada Daud, raja mereka, yang akan
Kubangkitkan bagi mereka.” Jelaslah bahwa ini mengacu kepada pemerintahan
Daud, yaitu suatu kerajaan di bumi di mana orang-orang asing tak dapat
memperbudak mereka. Penggenapannya
akan bertepatan dengan pengumpulan Israel kembali (ay.10), yang akan diwujudkan
segera setelah kedatangan Kristus kedua kalinya.
Karakteristik
Kerajaan Digenapi Parsial
Kerajaan
Mesianis telah diwartakan dalam pelayanan Yesus. Namun apakah ini berarti bahwa
kerajaanNya yang dinubuatkan dalam Perjanjian Lama telah nyata ketika
pelayanan-Nya di bumi bersama murid-murid? Apakah kerjaan Mesianis itu telah
ada secara sempurna di bumi ini, atau kesempurnaan kerajaan Mesianis itu terjadi
pada masa mendatang? Apakah Gereja merupakan penggenapan dari janji “kerajaan
Mesianis” yang dijanjikan kepada Israel, atau Tuhan sendiri akan menggenapinya
bagi kaum Israel dalam kerajaan yang akan datang?
Kerajaan
Mesianis dapat dilihat sebagai dua sisi yang apabila dicermati dapat membawa
kita kepada arti kerajaan Mesias present (masa
kini) dan future (masa yang akan
datang). Di satu sisi kerajaan Mesias telah ditawarkan, tapi di sisi lain
kerajaan tersebut belum dinyatakan di bumi. Dari sudut pandang dispensasional,
pelayanan Yesus mulai dalam masa dispensasi Hukum Taurat, dengan membawa misi
khusus yakni mengumumkan kerajaan sekaligus penawarannya bagi Israel, yang
disertai dengan tanda-tanda dan mujizat. “Periode pengumuman kerajaan ini yang
seharusnya adalah masa “surya pagi”
(Luk.1:78) tidak dimanfaatkan oleh bangsa Israel” (Tamarol, 79). Namun Israel telah menolak
kerajaan yang ditawarkan Yesus, sehingga terjadi semacam penundaan (delay) realisasi kerajaan Mesias itu. Penundaan ini
membuka peluang bagi gereja untuk memikul tugas yang dilimpahkan Allah setelah
orang Yahudi menolak. Tamarol mengatakan:
Bangsa
Israel belum siap menerima kerajaan itu. Penawaran kerajaan harus dihentikan
dan program kerajaan harus ditunda.
Hari-hari terakhir yang dinubuatkan Nabi Yoel walaupun telah dikutip oleh
Petrus (Kis. 2:17-20), ternyata belum semuanya digenapi dalam periode penawaran
kerajaan karena program kerajaan itu belum dapat dimulai sekarang. Allah telah
menyiapkan program lain yang dirahasiakan-Nya selama ini (Ef. 3:5,9), yaitu
dispensasi Anugerah yang dilaksanakan oleh gereja masa kini (Tamarol,
79).
Aspek
kerajaan Mesias dapat dikatakan telah tergenapi secara parsial pada
kedatanganNya. Penundaan terjadi karena Israel berulang kali menolak penawaran
kerajaan itu. Utusan Allah yaitu Yohanes Pembaptis tewas terbunuh di tangan
Herodes, dan Mesias, Raja yang dijanjikan dan yang telah datang ditolak oleh
bangsa Israel dan akhirnya Dia mati di salib. Bangsa Israel memilih Barabas,
seorang perampok dan pembunuh, untuk dibebaskan. Maka berakhirlah masa
pengumuman kerajaan itu. Namun penolakan Israel telah menjadi berkat bagi kita
yang bukan Israel (Roma 11:11). Dan kerajaan itu ditunda, tetapi pemberitaan
keselamatan ditawarkan kepada bangsa lain, yang membuat orang Yahudi cemburu.
Jadi
keliru jika mengatakan gereja sebagai “penggenapan” janji kerajaan Mesianis
tersebut. Sebab nubuatan tentang kerajaan Mesianis bagi Israel terpenuhi
apabila “bangsa Israel kembali ke tanah nenek moyang mereka dan pendirian
tempat bagi Israel adalah tahap awal dalam satu rangkaian peristiwa yang akan berpuncak pada kerajaan Mesias seribu
tahun di bumi” (Walvoord, 115). Kedatangan
Kristus merupakan pendahuluan dan akan diikuti dengan masa kegelapan
penderitaan mereka dalam tribulasi besar. Selanjutnya masa seribu tahun
pemerintahan Mesias.
Setelah
itu pemerintahan tersebut dilanjutkan ke dalam dinasti yang kekal, kerajaan
yang kekal dan takhta yang kekal (2Sam. 7:16). Penggenapan parsial ini bukan
berarti nubuat-nubuat kitab suci belum tergenapi, melainkan digenapi secara
sebagain. Ada yang telah digenapi dan ada yang belum tergenapi. Pentecost
berkata:
Beberapa
nubuatan seringkali memiliki arti ganda, dan mengacu kepada peristiwa-peristiwa
yang berbeda, yang satunya dekat sementara yang satunya jauh; yang satunya
temporal, yang lainnya berarti rohani atau mungkin kekal. Nubuat-nubuat itu
memiliki beberapa sudut pandang peristiwa, ungkapan mereka mungkin sebagian
digenapi dan sebagian ditunda (Pentecost, 46-47).
Sebagaimana
diuraikan dalam perjanjian Daud maka “partial
fulfillment (penggenapan sebagian), telah diimplementasikan oleh Allah
melalui Raja Kekal, Tuhan Yesus Kristus, untuk mempersiapkan manusia, terutama
Israel, dalam menyongsong fajar Kerajaan Salom menyingsing” (Marantika, 34),
Dwight L. Baker berkata: “Dari Abraham sampai Yesus, termasuk murid-murid dan
para rasul, itu semua adalah pemimpin orang Yahudi” (D.L. Baker 1971, 29).
Sebab itu adalah “rencana dan kehendak Allah yang kekal, yang mana Milenium
menjadi masa di mana perjanjian Abraham dan Daud direalisasikan secara penuh” (Tan, 266). Orang Kristen
harus menyadari bahwa sebagian nubuatan yang belum tergenapi, akan tergenapi
dalam masa kerajaan tersebut. Tidak ada masa yang memungkinkan penggenapan
nubuat tersebut dipenuhi.
Secara
prinsip, dispensasional menganut penafsiran literal atas nubuatan. Artinya teks
nubuat ditafsirkan secara normal, sebagaimana apa adanya. Sehingga, berhubung
dengan nubuatan mengenai kerajaan Mesianis, nubuatan yang disampaikan Alkitab
pun akan tergenapi secara literal pada masa yang akan datang. “Penjelasan
mengenai janji kepada Abraham bahwa mendapatkan penggenapan parsial, mendukung
pendirian bahwa janji-janji tersebut ditafsirkan secara literal” (Pentecost, 82).
Ryrie berkata, “metode Allah dalam menggenapkan parsial perjanjian Abraham
adalah literal” (Ryrie, 50).
Kesimpulan
Kerajaan
Mesias akan diresmikan pada kedatangan Kristus yang kedua kalinya. Karena janji
tanah yang dibuat kepada Abraham dan keturunannya belum digenapi sampai saat
ini (Kej. 15:18-21), sehingga akan dipenuhi dalam kerajaan millennium.
Selanjutnya janji yang dibuat bagi Daud bahwa keturunannya (Mesias) akan duduk
di atas takhta kerajaan selama-lamanya akan terpenuhi. Tanpa kerajaan seribu
tahun, di mana seluruh janji-janji ini dapat dipenuhi, maka janji-janji dengan
cara lain (arti rohani), bukannya secara harfiah. Penawaran kerajaan kepada
Israel tidak diterima mereka, sehingga kerajaan yang ditawarkan itu tertunda
sampai kedatangan Mesias yang kedua kali untuk mendirikan kerajaan-Nya di bumi.
Dalam kerajaan Mesianis inilah manusia berdiam dengan sejahtera dan damai.
>>YB<<
Kepustakaan:
Archer, Gleason L Jr. A Survey of the Old Testament Introduction. Chicago:
Moody Press, 1984.
Brown, Francis, S.R. Driver,
Charles A Briggs. The New
Brown-Driver-Briggs-Gesenius Hebrew and English Lexicon. Peabody: Hendrickson Publishers, 1979.
Chafer, Lewis Sperry. Systematic Theology, Jil.7. Dallas: Dallas Seminary Press, 1971.
________. Dispensationalism. Dallas, Texas: Dallas Seminary Press, 1936.
Davidson, Benjamin. The Analitycal Hebrew and Chaldee Lexicon. Peabody:
Hendrickson Publishers, 1983.
Enns, Paul. The Moody Handbook of Theology. Malang: Seminary Alkitab Asia
Tenggara, 2004.
Erickson, Millard J. Christian Theology. Grand Rapids: Baker
Book House, January, 2001.
________. Pandangan Kontemporer dalam Eskatologi. Diterjemahkan oleh Fenny
Veronika. Malang: Seminary Alkitab Asia Tenggara, 2000.
Eissfeld, Otto. The Old Testament. New York: Harper dan
Row Publishers, 1966.
Hill, Andrew E dan John H Walton.
Survei Perjanjian Lama. Malang:
Gandum Mas, 1996.
Holladay, William L. (peny.). A Concise Hebrew and Aramaic Lexicon of the
Old Testament. Grand Rapids: William B Eerdmans Publishing Company, 2000.
Jennings, F.C. Studies in Isaiah. New York: Loizeaux
Brothers, t.th.
Larkin, Clearance. Dispensational Truth. Philadelpia: Park
Ave, 1920.
Marantika, Chris. Masa Depan Dunia Ditinjau dari Sudut
Alkitab. Disunting oleh Mayan Marbun Yogyakarta: Iman Press, 2004.
Motyer, Alec. The Propechy of Isaiah. Leicester:
Inter-Varsity Press, 1993.
Owens, John Joseph. Analitycal Key to the Old Testament, jil.1. Grand Rapids: Baker Book House, 2000.
Oswalt, John, N. The Book of Isaiah. Grand Rapids:
William B Eerdmans Publishing Company, 1998.
Pentecost, J. Dwight. Things to Come (A Study In Biblical
Escatology). Grand Rapids: Zoondervan Publishing House, 1988.
Ryrie, Charles Caldwell. The Old Testament Annotated (Ryrie Study
Bible). Chicago: Moody Press, 1994.
________. Dispensationalism
dari Zaman ke Zaman. Malang: Gandum Mas, Maret 2005.
________. The Basic of the Premillennial Faith. Neptune: Loizeaux Brothers,
1953.
Siahaan,
S.M. Pengharapan Mesianis dalam
Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990.
Tan, Paul
Lee. The Interpretation of Propechy.
Hongkong: Nordica International, 1993.
Thiessen,
Henry C. Teologi Sistematika. Malang:
Gandum Mas, 2003.
Tafsiran Alkitab Masa Kini 2 (Ayub-Maleakhi).
Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1994.
VanGemmeren, Willem A. New
International Dictionary of the Old Testament Theology and Exegesis, Jil.2. Carlile: Paternoster Press, 2002
Walvoord, John F. Pedoman Lengkap Nubuat ALkitab. Bandung:
Kalam Hidup, 2003.
________. The Millennial Kingdom. Grand Rapids: Zondervan Publishing House,
1948.
________. The Return of the Lord. Grand Rapids: Zondervan Publishing House,
1953.
Young, Edward.J. The Book of Isaiah, Jil.1. Grand Rapids: William B Eerdmans
Publishing House, 1872.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar