PENGERTIAN
DAN KONSEP TEISME
Sejak manusia ada
sudah ada pengenalan akan adanya “Yang Kuasa” yang berkuasa atas seluruh jagat
raya ini (Roma 1:19,20). Bahkan seorang Misionaris pernah berkata bahwa di
dalam hati setiap manusia terdapat kerinduan akan Allah yang sejati (Don). Jika
kita melihat pada masa kesucian (Dispensasi Kesucian), manusia juga sudah mulai menyadari adanya Allah dan
mulai membuat model-model penyembahan (Kej.4) dan orang mulai memanggil nama “TUHAN”
disitu (Kej.4:26).
Di berbagai belahan
dunia dapat kita lihat bermacam ekspresi dari “pengakuan” akan adanya suatu
pribadi yang berkuasa, pencipta, disembah, dan luhur. Berbagai agama pula telah
diciptakan manusia di muka bumi ini untuk mengakomodir kerinduan atau perasaan
tentang Allah ini. Juga muncul banyak pemikiran filosofis mencoba menguraikan
pengertian tentang jatidiri Yang Kuasa meski bersifat asumsi dan hipotesis
akal-akalan semata. Sampai kadang sulit untuk dicerna dengan iman dan akal
sehat kita. Teori tentang Allah muncul pula dalam berbagai situasi kehidupan
manusia. Frederik Nitcshe misalnya mengatakan Allah adalah pencipta yang mana
setelah Ia selesai menciptakan segala sesuatu Ia pergi meninggalkan ciptaanNya
dan tidak pernah kembali lagi, Dia sudah mati.
Orang Kristen menerima
kebenaran tentang keberadaan Allah dengan iman. Tetapi iman ini bukanlah iman
yang buta, melainkan yang berdasarkan bukti, dan bukti ini ditemukan
pertama-tama dalam Alkitab sebagai Firman Allah yang diinspirasikan, dan kedua
dalam wahyu umum Allah di dalam alam semesta. Bagi kita yang percaya keberadaan
Allah adalah pra-anggapan penting dalam teologi. Pra-anggapan teologi Kristen
adalah sebuah pra-anggapan yang amat pasti, bukan berdasarkan asumsi bahwa ada
sesuatu atau suatu ide atau gagasan atau suatu kuasa atau suatu kecenderungan
terarah, yang dapat disebut sebagai Allah. Namun pra-anggapan Kristen
berdasarkan keyakinan ada suatu Pribadi yang keberadaan dan kesadaranNya
bersumber pada diriNya sendiri, suatu Keberadaan berpribadi yang merupakan asal
mula dari segala sesuatu, yang jauh melampaui segala makhluk ciptaan akan
tetapi pada saat yang sama hadir dan terlibat dalam segala bagian dari
ciptaanNya itu (Berkhof).
Teologi injili
sebetulnya tidak menganggap keberadaan Allah seluruhnya adalah suatu pengandaian
yang masuk akal. Sebab Allah telah menyatakannya dalam wahyu umum maupun wahyu
khusus yang dapat diketahui semua orang.
Istilah “teisme”
memiliki empat arti yang berbeda (Thiessen):
a. Kepercayaan
akan adanya satu atau lebih kekuatan adikodrati, satu atau lebih perantara
rohani, satu atau lebih dewa. Yakni mencakup semua kepercayaan.
b. Kepercayaan
akan adanya satu Allah saja, entah Ia berkepribadian atau tidak berkepribadian,
entah Ia saat ini giat berkarya di dalam alam semesta atau diam saja (monoteisme,
panteisme dan deisme yang bertolak belakang dengan ateisme, politeisme dan
henotisme).
c. Kepercayaan
akan adanya satu Allah yang berkepribadian yang transenden dan imanen serta
keberadaannya terwujud dalam satu oknum saja (Yahudi, Islam, kaum Unitarianisme
dan bertolakbelakang dengan ateisme, politeisme, panteisme dan deisme.
d. Pandangan
teisme Kristen, yakni kepercayaan akan adanya satu Allah yang berkepribadian
yang transenden maupun imanen yang dikenal sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus.
Pandangan ini merupakan monoteisme yang bersifat trinitarian dan bukan
unitarian.
A. PENGENALAN
AKAN ALLAH
Perwujudan pengenalan akan Allah di berbagai
belahan dunia diungkapkan dalam berbagai keyakinan manusia dalam pola-pola
pemikiran berikut (Baker):
1.
Politeisme,
adalah kepercayaan terhadap banyaknya allah. Alkitab
memiliki lebih dari 250 rujukan terhadap politeisme dengan nama allah digunakan
dalam bentuk jamak. Politeisme menyembah apa saja yang mereka kagumi atau
hormati, seperti pohon, batu, sungai, emas, perak, kuburan tua dan lain-lain.
Asumsinya adalah allah ada dalam benda-benda kasat mata yang dapat dilihat
diraba dan dirasa, sehingga benda-benda terebut layak disembah. Teori
evolusioner telah salah menggambarkan perkembangan kepercayaan manusia dari
politeisme kemudian monoteisme, Yudaisme dan Kekristenan. Tetapi Alkitab
mengajarkan bahwa manusia pada awalnya mengenal Allah yang esa dan benar
(Kol.3:5).
2.
Henoteisme,
adalah kepercayaan terhadap adanya satu allah bagi satu
wilayah, ras atau bangsa. Kepercayaan ini dapat dilihat dalam 1Raja-Raja 20:23,
“Pegawai-pegawai raja Aram berkata: ‘Allah mereka ialah allah gunung; itulah
sebabnya mereka lebih kuat daripada kita. Tetapi apabila kita berperang melawan
mereka di tanah rata, pastilah kita lebih kuat daripada mereka.” coba anda
pikirkan kepercayaan seperti apa yang muncul dalam kepercayaan di daerah yang
anda ketahui.
3.
Panteisme,
merupakan ajaran bahwa segala sesuatu (pan-) adalah Allah
(teisme). Panteisme telah diterima oleh jutaan manusia, baik sebagai agama
maupun filsafat. Menurut Encyclopedia
Britannica kepercayaan ini sudah ada mulai 1000 tahun SM di India dalam
hubungannya dengan Brahmanisme,ke Mesir Kuno dalam menyamakan Ra, Isis dan Osiris dengan jagat raya secara bergantian, ke filsuf Yunani mulai
dari abad 6 SM termasuk Xenophanes, Parmenides, Heraclitus, Cleanthes, ke
aliran Neoplatonis abad pertengahan, ke mereka yang mewakili kalangan Kristen
dalam Scotus Erigena dan David dari Dinant, mreka yang mewakili kalangan
Yudaisme dalam Kabalis, ke Giordano Bruno yang tewas di tiang gantung pada
tahun 1600 dalam inkuisisi, ke Spinoza dan John Toland, ke Lessing dan Goethe,
dan ke filsuf Fichte, Schelling, dan Hegel serta ahli teologi Schleiermacher
dan Strauss.
Kekristenan mengajarkan
bahwa Allah bukan hanya di dalam semua (1Kor.15:28)
tetapi juga ada di atas segala sesuatu
(Roma 9:5), Panteisme mengajarkan Allah hanya ada dalam segala sesuatu.
Kekristenan meyakini Imanensi dan Trsnsendensi Allah, tetapi panteisme, dengan
membuat dunia sebagai Allah, telah menolak bahwa Allah itu terpisah dari dan
berada di atas dunia.
Sifat
Panteisme:
Panteisme
Naturalistis = benda, dunia yang bersifat materi adalah
Allah dan karenanya kekal dan menjadi penyebab semua kehidupan serta pikiran.
Panteisme
Idealistis = menyamakan Allah sebagai jumlah keseluruhan
pikiran atau roh. Christisn Science termasuk jenis ini.
Kelemahan
Panteisme:
Panteisme
secara praktis meniadakan Allah. Tentu sangat sulit
berdoa kepada dunia, atau mencari ketenangan dalam dunia sebagai Bapa Surgawi.
Alkitab menjelaskan Allah sebagai oknum berpribadi yang tidak terbatas, bukan
sekedar sesuatu berupa pikiran dan prinsip tidak berpribadi.
Panteisme
menjadikan Allah terbatas. Walaupun pandangan ini
mengatakan Allah adalah semua, dan menyatakan bahwa Allah terbatas, tetapi
semua yang dimaksudkan tersebut terdiri dari bagian-bagian yang terbatas.
Panteisme
mengilahkan manusia. Manusia menjadi bagian
Allah. Karena itu jika manusia menyembah Allah, ia menyembah bagian dirinya
sendiri. Kristus dapat menyatakan diri sama dengan Allah (Yoh.14:10; 10:30)
karena Ia adalah salah satu dari Pribadi dalam ke-Allahan, tetapi tidak ada
seorang pun manusia yang dapat menyatakan diri satu dengan Allah dalam
pengertian demikian.
Panteisme
menolak kekekalan pribadi manusia. Manusia itu
digambarkan sebagai sebotol air laut di lautan, hanya sementara saja dapat
dibedakan karena botol yang membatasinya, tetapi akan kembali hilang dalam
lautan segera setelah batasnya yang rapuh itu pecah.
Panteisme
menghancurkan dasar moralitas. Jika semua adalah Allah,
tentu bukan hanya semua yang baik tetapi semua yang buruk pun adalah Allah.
Cara yang ditempuh untuk keluar dari dilema ini ialah menolak bahwa yang jahat
itu ada. Mary Baker Edy mengatakan: Jika Allah, atau yang baik adalah nyata,
yang jahat, yang tidak sama dengan Allah itu nyata.... kami pelajari dalam
Christian Science bahwa semua yang seirama dengan pikiran ataupun tubuh yang
fana adalah khayalan, tidak memiliki realitas ataupun identitas walaupun
kelihatan seperti nyata dan identik.... manusia tidak mungkin berdosa, sakit
dann matti.
Panteisme
merupakan ajaran nesesitarian. Nesesitarian mengajarkan
bahwa apa saja menjadi ada dan bergiat karena keharusan (necessity). Panteisme menolak semua kebebasan penyebab kedua. Jika
semua adalah keharusan, dosa pun adalah keharusan. Tetapi dengan membuat dosa
sebagai aktivitas Allah, Panteisme secara praktis membatasi kemungkinan
terjadinya dosa. Dosa hanya menjadi kebaikan yang terbatas atau tidak
berkembang. Rosenkranz mengatakan jika Allah adalah segala sesuatu, dan jika
ada iblis, Allah tentu adalah iblis juga, dan bahwa yang jahat itu ada di dalam
yang baik dan yang baik ada di dalam yang jahat, dan bahwa tanpa yang jahat
tidak mungkin ada yang baik, maka segala sesuatu adalah iblis.
4.
Deisme.
Adalah ajaran yang memegang transendensi Allah sampai
meniadakan imanensiNya. Allah hanya
hadir dengan kuasaNya ketika menciptakan alam semesta. Allah telah membekali
ciptaanNya dengan hukum-hukum yang tidak mungkin berubah atas mana Allah melakukan
pengawasan ala kadarnya. Allah telah memberikan makhluk ciptaanNya
kemampuan-kemampuan tertentu, menempatkan mereka di bawah hukum-hukumNya yang
tak mungkin berubah, lalu membiarkan mereka berusaha untuk menentukan nasibnya
sendiri. Deisme tidak percaya akan adanya penyataan khusus, mujizat, dan
pemeliharaan ilahi. Deisme menandaskan bahwa semua kebenaran tentang Allah
dapat ditemukan oleh akal dan bahwa Alkitab hanyalah kitab yang berisi
prinsip-prinsip agama alami yang dapat diketahui dari alam semesta.
Orang Kristen menolak Deisme
karena ia percaya bahwa kita memiliki penyataan khusus tentang Allah di dalam
Alkitab, dan Allah hadir dalam alam semesta ini dalam pribadi dan kuasaNya dan
Allah secara terus-menerus mengatur pemeliharaan seluruh hasil karya
ciptaanNya, Allah menjawab doa, dan kaum deis memperoleh sebagian besar dogma
religius mereka dari anggapan bahwa Allah deistis yang absen tidaklah lebih
baik daripada tidak ada Allah samasekali.
5.
Teisme
Alkitabiah
Definisi teisme yang
benar-benar diterima adalah kepercayaan terhadap satu Allah berpribadi yang
imanen dan transenden. Ada yang menganut konsep unitarian tentang Allah,
mengakui bahwa Allah berkeberadaan dalam satu pribadi saja. Ini bentuk
monoteisme yang dianut oleh Yahudi, pengikut Muhamas dan Unitarian. Pandangan
historis Kristen percaya bahwa Allah yang Esa itu berkeberadaan dalam tiga
Pribadi atau memiliki pembedaan Pribadi: Bapa, Anak dan Roh Kudus. Pandangan
Kristen ini unik di antara semua keperayaan keagamaan di dunia. Sebagian orang
telah mencoba menyamakan Trinitas Alkitab dengan Trimurti Hiduisme: Brahma,
Wisnu dan Syiwa, tetapi sebetulnya kesamaannya benar-benar tidak ada. Dalam
Trimurti Hinduisme terdapat tiga dewa terpisah dan berbeda satu dengan yang
lainnya, tidak ada kesatuan justru sering bermusuhan.
Ajaran Trinitas satu-satunya
solusi atas masalah dalam memahami Allah yang telah berkeberadaan kekal sebelum
adanya ciptaan. Panteisme, membuat keberadaan Allah bergantung kepada
keberadaan alam semesta. Unitarianisme, dengan Allah yang hanya satu Pribadi
saja, memiliki Allah yang dalam kekekalan sebelum Ia mulai mencipta pastilah
berada dalam keadaan tidak aktif mutlak, tidak mengekspresikan diriNya dengan
cara apa pun. Allah orang Kristen, di pihak lain, berkeberadaan kekal dalam
segala kesempurnaanNya sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus, menikmati aktivitas
penuh dan lengkap dalam keAllahan pada kekekalan sebelum Ia mulai mencipta.
Dengan demikian kesempurnaanNya sama sekali tidak bergantung kepada keberadaan
alam semesta. Yesus menunjuk kepada fakta ini ketika mengatakan bahwa Bapa
mengasihiNya sebelum dunia ada, dan ketika berdoa bahwa Bapa akan memuliakannya
dengan kemuliaan yang Ia miliki bersama Bapa sebelum dunia dijadikan
(Yoh.17:5-24)
B. KEBERADAAN
ALLAH
Pada
masa lalu manusia memperdebatkan pertanyaan “Seperti apa Allah?” atau “Ada
berapa banyak Allah?” Bahwa Allah ada secara diam-diam diakui hampir setiap
orang. Tetapi zaman telah berubah. Zaman kita telah disebut sebagai zaman
skeptisisme. Kepercayaan kepada Allah tidak lagi dianggap perlu atau dalam
beberapa hal bahkan tidak diinginkan. Sejak periode enlightenment (pencerahan) pada abad delapan belas dan dimulainya
zaman pengetahuan, semakin berkembang
pendapat bahwa bergantung pada keyakinan terhadap Allah adalah pilihan
manusia yang tidak mampu menghadapi kehidupan alam semesta di mana segala
sesuatu terjadi berdasarkan hukum alam yang impersonal. Kita tidak memiliki
bukti langsung mengenai makhluk hidup.
Pandangan
bahwa ilmu pengetahuan membuat Allah tidak dibutuhkan lagi atau bahkan tidak
dapat dipertahankan telah membuat banyak orang bersikap agnostik mengenai
masalah ini. Bentuk paling populer yang didapatkan dalam masyarakat kita adalah
sikap pasif beragama.
1. Argumentasi
Filosofis Mengenai Keberadaan Allah
Teolog-teolog
Kristen sepanjang sejarah sudah berusaha untuk membuktikan keberadaan Allah
dari unsur-unsur dalam dunia ini. Usaha ini disebut “teologi alami” dan
didasarkan pada hukum-hukum logika, fakta alam dan gagasan filsafat. Beberapa
pihak berargumentasi bahwa keberadaan Allah secara logis dibutuhkan.
a. Argumentasi
Ontologi (Anselmus; 1033-1109)
Dalam
bahasa Yunani, Ontos adalah bentuk present partisiple (sekarang, sedang
berlangsung) dari kata kerja to be (adalah,
ada). Ontologi adalah ilmu pengetahuan tentang keberadaan nyata. Ontologi
bersifat apriori, yaitu berargumentasi dari sebuah prinsip ke perincian. Ide
manusia tentang yang tidak terbatas bukanlah tidak terbatas, dan dari suatu
akibat yang terbatas kita tidak dapat mengargumentasikan suatu sebab yang tidak
terbatas.
Dua
tahap pemikiran ontologis: Pertama, Allah adalah oknum yang tidak bisa
dibayangkan bahwa ada yang lebih besar (sempurna) daripada Dia. Kedua, sesuatu
yang hanya berada dalam pikiran berbeda dengan sesuatu yang berada dalam
pikiran sekaligus juga dalam kenyataan. Kalau kedua tahap itu digabungkan,
berarti kalau Allah hanya berada dalam pikiran dan tidak dalam kenyataan, maka
dapat dibayangkan oknum yang lebih sempurna yaitu yang berada dalam pikiran dan
juga dalam kenyataan. Tetapi Allah adalah oknum yang tidak bisa dibayangkan
bahwa ada yang lebih sempurna daripada Dia, jadi Allah tidak berada hanya dalam
pikiran saja. Karena itu harus diterima alternatifnya: oknum yang paling
sempurna berada dalam kenyataan dan dalam pikiran.
Pandangan
ontologis ini dikritik oleh filsuf Jerman, Imanuel Kant (1724-1804).
Akhir-akhir ini pandangan mengalami kebangkitan kembali. Beberapa filsuf
keagamaan masa kini percaya bahwa, jika diakui bahwa suatu oknum yang tertinggi
adalah mungkin, maka Ia harus berada dalam kenyataan (Platinga,1974).
Thomas
Aquinas menyanggah Ontologis dengan asumsi bahwa kita dapat mengetahui natur
Allah sebelum mengetahui apakah Allah ada. Menurut Thomas, kita harus
pertama-tama membangun keberadaan Allah dengan sarana lainnya, barulah kita
dapat menggunakan argument otologis untuk tiba pada pengertian terhadap
kesempurnaan Allah. Sampai keberadaan Allah dapat dibuktikan, argumentasi
ontologis hanyalah observasi pengandaian yang tidak menarik, sebab jika Allah
adalah oknum yang sempurna maka Allah harus ada.
Jika
manusia tidak dapat mengenal Allah sampai ia mempelajarinya dari penyataan
khusus yang ada di dalam Alkitab, sulitlah melihat atas dasar apa Allah dapat
menghakimi mereka yang tidak pernah mengenal Alkitab. Juga sulit untuk melihat
bagaimana Alkitab dapat memaparkan kepercayaan terhadap keberadaan Allah.
Alkitab bukanlah kitab argumen, yang berupaya membujuk manusia bahwa Allah itu
ada. Alkitab berbicara sebagai akibat: Karena Allah ada, penting mengenal Dia
secara pribadi, memahami kehendakNya dan melaksanakan kehendakNya.
Setelah
seseorang dengan benar percaya kepada Allah melalui imannya kepada Yesus
Kristus, orang itu tidak lagi secara nyata memerlukan argumen tersebut, karena
ia telah memiliki pengetahuan yang lebih tinggi dan eksperience. Pada
kesimpulannya, argumentasi ontologis tidak dapat menimbulkan kepercayaan pada
hati orang yang tidak percaya, tidak dapat menghasilkan pertobatan dan
kelahiran kembali. Banyak orang yang percaya akan keberadaan Allah, sebagaimana
juga setan-setan, yang tidak percaya kepada Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus
Kristus. Tetapi seseorang harus pertama-tama percaya bahwa Allah itu ada
sebelum ia dapat percaya serta menyerahkan dirinya kepada Allah.
b. Argumentasi
Kosmologi (Aquinas; 1225-1274)
Pandangan
ini menegaskan bahwa keberadaan dunia memerlukan oknum tertinggi yang
menyebabkan keberadaannya itu. Perhatian ditujukan pada fakta penyebab
(kausalitas) yang berarti setiap kejadian ada sebabnya, yang pada gilirannya
juga mempunyai sebab, dan seterusnya sampai pada sebab pertama, yaitu Allah. Pandangan ini
dirumuskan dengan istilah “kemungkinan” (contingency).
Segala sesuatu bersifat “mungkin” (ada walaupun tidak harus ada) ataupun
“perlu” (harus ada). Bila sesuatu sekarang ada, maka harus ada sesuatu yang
bersifat abadi kecuali kalau sesuatu itu berasal dari kenihilan (Buswell).
Adanya kenyataan-kenyataan tertentu yang mungkin, dapat dijelaskan pada tingkat
tertentu dengan mengacu pada sebab-sebab terdahulu yang juga mungkin. Tetapi
terjadinya dan kelanjutan segala sesuatu yang mungkin, dianggap sebagai
keseluruhan, hanya dapat dijelaskan jika ada sesuatu yang harus ada, yaitu
Allah.
Setiap
bagian dunia bergantung pada bagian-bagian lain serta berkaitan erat sekali.
Sebab menghasilkan akibat, tetapi sebab-sebab itu sendiri merupakan akibat dari
sebab-sebab yang lain, dan seterusnya. Sehingga pastilah ada satu sebab yang
pertama, atau serangkain sebab yang bersifat abadi. Hukum termodinamika
menunjukkan bahwa keadaan alam semesta ini memburuk. Energi menjadi makin
berkurang, dan keteraturan bergeser menjadi keacauan. Bila keadaan alam semesta
ini memburuk, maka alam semesta tidak dapat memelihara dirinya sendiri, dan
kalau alam semesta tidak bisa memelihara dirinya sendiri maka pastilah alam
semesta memiliki awal. Semua hukum kosmologis tersebut membuktikan, pertama,
adanya oknum Pencipta yang berkepribadian, berikutnya membuktikan bahwa oknum
yang ada ini harus berada di luar alam karena segala sesuatu yang tidak mungkin
ada dengan sendirinya pastilah disebabkan oleh sesuatu yang di luar dirinya,
dan oknum yang ada ini haruslah berakal budi tinggi karena dunia orang-orang
yang akalnya terbatas merupakan bagian dari alam semesta (Thiessen).
Kesimpulan
evaluasi terhadap pandangan ini adalah, jika keberadaan segala sesuatu
memerlukan sebab maka keberadaan Allah juga memerlukan sebab lainnya, sekalipun
Allah adalah penyebab tunggal alam semesta ini. Namun demikian gagasan
kosmologis dapatlah sedikit membantu manusia untuk berpikir secara argumentasi
mengenai keberadaan Allah, meskipun jauh dari kesempurnaan.
c. Argumentasi
Teleologikal (Paley; 1743-1805)
Teleologikal
berasal dari kata Yunani Telos,
artinya “tujuan”. Pandangan ini mengatakan bahwa keteraturan dan pengaturan
yang bermanfaat dalam suatu sistem mengimplikasikan akal budi dan tujuan pada
hasil dari pengorganisasian tersebut (Paul). Alam semesta adalah keteraturan
dan pengaturan yang bermanfaat; oleh karena itu, alam semesta ini memiliki
penyebab yang bebas dan berakal budi.
Keberadaan Allah dapat dijelaskan sebagai hasil pertemuan secara
kebetulan dari kekuatan-kekuatan alam, seperti angin, hujan, panas dan
sebagainya. Bukti-bukti perencanaan dan tujuan dalam alam semesta mengharuskan
adanya Perencana umum, yaitu Allah. Semesta alam ini memperlihatkan perencanaan
menunjukkan adanya suatu Perencana Agung.
Kehidupan
menjadi tidak mungkin jika salah satu hal berikut berubah sedikit persen saja:
jarak matahari yang tepat berada sejauh sembilan puluh tiga juta mil untuk
iklim yang seimbang di atas bumi; jarak bulan sejauh dua ratus empat puluh ribu
mil memberikan sinar pada level yang tepat; putaran bumi yang memberikan musim.
Jika kelembaban atmosfir berada pada tingkat lebih rendah, setiap hari kita
akan dibombardir miliaran meteroit yang terbakar saat melintasi udara (Baker).
Sungguh sukar dipercaya bahwa suatu kebetulan sejatilah yang telah menghasilkan
keseimbangan saling terkait sangat rumit yang meliputi alam semesta. Pada
kesimpulannya adalah jelas bahwa Allah, Perancang Ahli, telah menciptakan alam
semesta yang luar biasa ini. Pemikiran bahwa dunia terjadi karena “kebetulan”
adalah tidak mungkin, sama seperti seekor monyet dapat menciptakan karya
Shakespeare di atas sebuah mesin tik dengan cara mengetiknya dengan sembarangan
(Paul).
d. Argumentasi
Moral / Antropologis
Setiap
orang memiliki kesadaran tentang kewajiban, tentang apa yang benar dan apa yang
salah, dan bersamaan dengan itu merasakan tanggung jawab yang tidak dapat
dibantah untuk melakukan hal yang benar maupun yang salah. Seolah-olah di dalam
manusia terdapat suara yang tidak mau dibungkam yang senantiasa berkata kepada
hati nurani “Kau harus melakukan itu”. Kenyataan ini menunjukkan ada yang
berbicara, dan selain itu bahwa yang berbicara itu adalah Tuhan dan Raja
(Hoekema). Pengalaman universal manusia mengenai kewajiban moral, atau
pengertian tentang “apa yang seharusnya dibuat”, serta kegagalannya memenuhi
tuntutan moral itu dari hati nuraninya, tidak dapat diterangkan secara memadai
baik sebagai kepentingan diri sendiri saja ataupun sebagai hasil penyesuaian
sosial. Keberadaan nilai-nilai moral objektif ini menunjukan keberadaan suatu
dasar nilai-nilai yang transenden, yaitu Allah. Allah adalah “landasan”
kehidupan moral, yaitu kepercayaan dahulu yang mengakibatkan perasaan dan
kewajiban moral tanpa syarat (Milne).
Beberapa
unsur pada manusia seperti moral, kesadaran, keberadaan total (jiwa) dan
kesadaran bergama, sama-sama memerlukan keterangan mengenai asal-muasal dan
uraian keberadaan suatu Pribadi yang bermoral, cerdas dan hidup yang telah
menciptakan manusia. Kekuatan yang bersifat materi, tidak hidup, atau tidak
sadar mustahil dapat menciptakan manusia. Evolusi tidak dapat menghasilkan
jiwa, hati nurani atau naluri beragama (Maz.94:9; Kis.17:28-29).
Kesadaran
manusia akan kebaikan yang tertinggi dan upayanya mencari suatu ideal moral
menuntut dan mengharuskan keberadaan Allah yang memungkinkan hal itu menjadi
kenyataan. Walaupun argumen ini benar menunjuk pada keberadaan suatu keberadaan
yang kudus dan benar, tetapi argumen ini belum menjadikan kepercayaan akan satu
Allah, Pencipta atau keberadaan yang kesempurnaan-kesempurnaanNya tidak
terbatas sebagai suatu keharusan (Berkhof). Pandangan antropologis dituduh
justru mengandaikan kebenaran yang hendak dibuktikannya, yakni bahwa pengalaman
moral harus hanya dapat dijelaskan secara memuaskan dalam hubungannya dengan
agama. Ia juga harus menghadapi bukti-bukti bahwa orang-orang mempunyai
pandangan yang berbeda-beda tentang apa yang dimaksudkan dengan “baik” serta
adanya dilema-dilema moral.
Manusia
adalah makhluk bersifat materi dan non materi. Walaupun natur materi manusia
dapat dijelaskan secara memuaskan berdasarkan sebab yang murni alamiah, hal ini
dapat diperhitungkan bagi asal mula natur nonmaterinya. Para evolusionis
teistis yang menganggap tubuh manusia telah berkembang melalui proses alamiah
dari hewan dengan bentuk lebih rendah, tetapi juga terpaksa memercayai bahwa
natur nonmaterinya pasti telah muncul dari tindakan khusus penciptaan. Tidak
ada natur nonmateri pada dunia binatang yang darinya natur nonmateri manusia
telah berkembang (Charles). Hanya oknum yang memiliki kuasa, kebijaksanaan,
kesucian dan kebaikan dan semua ini tidak terkira jauh lebih besarnya daripada
apa pun yang kita ketahui ada di muka bumi, yang dapat memenuhi kebutuhan jiwa
manusia. Oknum demikian pastilah ada. Apabila tidak ada, kebutuhan terbesar
manusia tidak dapat terpenuhi, sehingga percaya pada kebohongan akan menjadi
kebajikan lebih produktif daripada percaya pada kebenaran (Strong).
Materialisme
murni tidak dapat menerangkan kemampuan pikiran manusia untuk mengambil
kesimpulan dari dasar-dasar pikiran. Operasi intelek manusia dengan efektif,
dan sifat-sifat lain dari pikiran dan bayangan, hanya dapat diterangkan atas
dasar adanya pikiran supra-alami, yaitu Allah. Seandainya tidak ada intelegensi
ilahi, bagaimana orang dapat mengharapkan bahwa pemikirannya benar dan oleh
sebab itu, apa alasannya sehingga argumen-argumen yang dikemukakan untuk
mendukung ateisme dapat diterima?
e. Kristologis
Menunjukkan
bahwa Yesus Kristus hanya dapat dijelaskan secara memuaskan jika diperkirakan
bahwa Allah hadir dan berkarya di dalam Dia. Para pendukung pandangan ini
menunjukkan sifat pribadiNya yang tak bernoda, pernyataanNya yang mengherankan
tentang diriNya dan misiNya, dan khususnya bukti kebangkitanNya (Mat.17:22,23).
Dalam hal terakhir ini, perhatian khususnya ditujukan pada kesulitan yang
dialami untuk memberikan penjelasan lain yang lebih memadai tentang munculnya
gereja Kristen dengan begitu cepat sesudah kematian Yesus, jika Ia tidak
bangkit. Pernyataan Yesus sebelum peristiwa kematianNya bahwa Ia akan bangkit
pada hari ketiga tidak dapat dibantah yakni hanya oknum adikodrati yang sanggup
mengetahui persis apa yang terjadi pada dirinya pada masa depan.
Tantangan
pandangan ini yakni pertanyaan mengenai kehandalan historis tulisan Perjanjian
Baru dan kesulitan filosofis yang ditimbulkan oleh mujizat-mujizat Yesus.
2. Pembuktian
Tentang Keberadaan Allah
Pembuktian
tentang keberadaan Allah dapat dibuktikan dengan cara berbeda dengan pembuktian
ilmu pengetahuan alamiah yang dapat diuji secara empiris di meja laboratorium
dengan alat-alat tertentu. Kejadian 1:1 mengatakan: “Pada mulanya Allah
menciptakan langit dan bumi” yang berarti bukan saja menyatakan bahwa Allah
adalah Pencipta langit dan bumi akan tetapi juga bahwa Allah adalah penopang
seluruh ciptaanNya dan Pemerintah masa depan pribadi dan bangsa-bangsa. Ayat
dalam kejadian ini juga memberikan fakta bahwa Allah mengatur segala sesuatu
sesuai dengan kehendakNya dan menyatakan tahapan-tahapan pengaturan Ilahi dari
masa ke masa.
Penyataan
Allah secara umum tersebut menjadi alat pembuktian yang kuat tentang keberadaan
Allah. Allah terlihat dalam hampir setiap halaman Kitab Suci sebagaimana Ia
menyatakan diriNya dalam sabda-sabda maupun tindakan-tindakan. Wahyu Allah ini
adalah dasar dari iman kita tentang keberadaan Allah, dan membuat iman tersebut
seluruhnya bersifat masuk akal. Seperti dikatakan dalam Yohanes 7:17
“Barangsiapa mau melakukan kehendakNya, ia akan tahu entah ajaranKu ini berasal
dari Allah, entah Aku berkata-kata dari diriKu sendiri”. Seperti diungkapkan
Hosea 6:3: “Marilah kita mengenal dan berusaha sungguh-sungguh mengenal Tuhan”.
Pengetahuan intensif ini merupakan hasil persekutuan yang erat manusia dengan
Allah. Orang-orang yang tidak percaya tidak memiliki pengetahuan yang benar
tentang Firman Allah, seperti disampaikan Paulus (1Kor.1:20-21). Ayub mengakui
keberadaan Allah dengan menyaksikan ciptaan Tuhan: “Hanya dari kata orang saja
aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau”
(Ayub 42:5).
Penyataan
khusus adalah sarana pembuktian keberadaan Allah dalam semesta, di mana Yesus
Kristus sebagai penyataan khusus yang berdiam dalam tubuh manusiawi historis,
yang merasakan kesukaran badani. Dalam Kolose 1:15, 19-20, mengatakan: “Ia
adalah gambar Allah yg tidak kelihatan ............karena seluruh kepenuhan
Allah berkenan diam di dalam Dia”. Yohanes 1:14 menegaskan Firman atau Kristus
yang adalah Allah yang masuk ke dalam dimensi yg tak terbatas dan membatasi
kodratNya (Fil.2:7).
SUDUT
PANDANG PEMIKIRAN SISTEM ANTITEISTIS
a.
Ateisme
Berasal
dari kata Yunani atheos (Ef.2:12)
yakni suatu keadaan “tanpa Allah”, menunjuk kepada kondisi semua manusia tanpa
iman yang menyelamatkan di dalam dan melalui Kristus Yesus. Jadi orang ateis
adalah orang-orang yang menolak keberadaan Allah. Orang ateis membangun
definisi sendiri tentang ateis, yakni kelompok yang melihat fenomena alam
sebagai suatu “kekuatan” yang disebut “Allah”, atau gerak, pemikiran atau hukum
alam. Jika kita rela melepaskan definisi tentang Allah dan mengizinkan Allah
dapat berarti yang mana saja dari hal-hal tersebut, kita akan mengatakan tidak
ada ateis di dunia. Namun jika kita tetap memegang arti sebenarnya Allah
sebagai Oknum berpribadi, tidak berciri dunia, mahakuasa, kita akan menyebut
mereka yang menolak keberadaan Oknum demikian sebagai ateis.
Alkitab
mengingatkan kepada semua manusia bahwa Allah akan mendatangkan kesesatan
kepada mereka yang tidak menerima dan mengasihi kebenaran, sehingga mereka
menjadi percaya akan dusta (2Tes.2:10-11). Jika pada masa tribulasi (ayat di
atas) manusia diperdaya oleh pembinasa keji untuk menyembahnya maka sangat
masuk akal pada masa kini pun manusia diperdaya untuk percaya tidak ada Allah.
Percaya Allah tidak ada pun adalah suatu percaya yang timbul dari hati manusia.
Namun tidak berarti karena manusia percaya Allah tidak ada maka Allah tidak
ada. Sebab keberadaan Allah adalah mutlak dan independen sehingga keberadaanNya
sebenarnya tidakmenuntut seorang manusia harus mempercayai Dia. Dalam hal ini
mengatakan bahwa “tidak ada Allah” dapat dikatakan sebagai kepercayaan atau credo (pengakuan).
1. Pikiran
mendasar ateis
Pada
era pencerahan dan kebangkitan ilmu pengetahuan manusia di bumi ini mencari
jawaban atas fenomena alam ini dengan logika, sehingga segala sesuatu yang
tidak dapat dicerna akal akan ditolak. Catatan kisah-kisah Alkitab yang semula
dianggap supranatural kini dapat dijelaskan sebagai hal alamiah. Nietzche dan
Freud berkata: ide religius telah bermula dari naluri seks, atau bahwa manusia
menemukan ilah-ilah karena kebodohan, ketakutan dan ketakhayulan, atau karena
manusia merasa memerlukan perlindungan dalam dunia yang luas, dingin dan tidak
ada kepastian, atau untuk mengembangkan kelas sosial ataupun lembaga tertentu
yang memperngaruhi orang banyak.
Penyangkalan
akan adanya Allah pada umumnya didasarkan atas pengandaian akan
keterbatasan-keterbatasan daya nalar manusia, walaupun ini dikemukakan dalam
berbagai bentuk yang berbeda.
2. Dampak
ateisme
Kebenaran
bagi ateisme tentu merupakan hal yang relatif, barangkali sekadar sesuatu yang
dirasakan seseorang sebagai hal yang akan paling memberi manfaat baginya dalam
situasi khusus mana pun. Pertanyaannya sama seperti yang diajukan Pilatus,
“Apakah kebenaran itu?” Setiap orang
bebas membuat definisnya tentang kebenaran dan moralitas. Para ateis barangkali
melihat perlunya mengekang nafsu manusia demi kebaikan masyarakat, mereka
barangkali melihat bijaksananya mengadopsi prinsip etika tertentu yang berasal
dari pengaruh Kekristenan, mereka barangkali akan menggunakan pandangan
berasaskan manfaat, tetapi tidak ada hal yang di dalamnya ada kebaikan yang
dapat dikatakan sebagai hasil filsafat ateistis (Baker). Sampai akhir hayat
seorang ateis pasti mati dalam kesia-sian, baik dari sisi moralitas maupun
kehidupan setelah kematiannya.
3. Jenis
Ateisme
Pertama, Ateis dogmatis.
Adalah para ahli filsafat, ahli psikologi,
dan ahli ilmu pengetahuan yang terang-terangan menyokong dan menyebarluaskan
ateisme. Mereka adalah kelompok orang yang berpendidikan tinggi dan mempunyai
pengaruh penting dalam masyarakat.
Kedua, ateis prinsip.
Adalah orang yang berpegang pada prinsip yang
tidak konsisten dengan kepercayaan terhadap Allah maupun yang
mendefinisikan Allah dengan istilah yang memerosotkan esensi Diri atau
sifatNya. Kaum evolusionis adalah termasuk golongan ini di mana mereka mengatakan
Allah adalah keseluruhan energi yang ada di dalam alam.
Ketiga, ateis praktis.Kelompok
yang menemui kebosanan dengan agama karena pengalaman kurang menguntungkan,
yang barangkali telah terguncang imannya oleh kecurangan orang-orang yang
dinamakan penyembuh yang memakai cara kebatinan, atau mereka yang tumbuh dalam
lingkungan tidak beragama. Mereka diwakili orang kurang berpendidikan yang
secara terbuka menolak keberadaan Allah, dalam segala maksud dan tujuan
praktisnya.
Pada
kesimpulannya, ateistis percaya bahwa Allah itu tidak ada. Mereka percaya dalam
seluruh pemikiran, tindakan hidup mereka.
b.
Agnostisime
Agnostic
adalah ajaran yang menegaskan bahwa pengetahuan yang benar tidak mungkin
diperoleh dan bahwa semua pengetahuan yang benar tidak mungkin diperoleh dan
bahwa semua pengetahuan yang ada bersifat relatif sehingga dengan demikian
tidak pasti (dari Aristoteles sampai David Hume). Menurut Berkhof, sikap dasar
agnostic adalah bahwa pikiran manusia tidak memiliki kemampuan mengetahui apa
pun yang berada di luar dan di balik fenomena alamiah, dan karena itu tentu
saja tidak menyadari hal yang di luar jangkauan indra serta hal yang ilahi
(Berkhof). Umumnya dalam dunia teologi istilah ini terbatas pada pandangan yang
menegaskan bahwa baik adanya Allah maupun sifat asli Allah maupun sifat asli
alam semesta tidak diketahui dan tidak dapat diketahui.
Agus
Comte (1798-1859, pendiri Posivisme) memutuskan untuk tidak menerima sesuatu
sebagai benar di luar detail-detail dari fakta-fakta yang dapat diamati; dan
karena gagasan akan adanya Allah tidak dapat diperiksa seperti itu, maka Comte
mengabaikan gagasan tersebut serta sepenuhnya meneliti gejala-gejala yang
nampak. Pandangan agnostic sangat tetap karena mereka mengakui sendiri tidak
pernah mencapai kepastian sepenuhnya. Beberapa agnostis menuduh bahwa orang
lain dengan sombong dan angkuh mengakui memliki pengetahuan yang lebih tinggi,
tetapi agnistic secara jujur mengakui keterbatasan pengetahuan manusia. Berikut
beberapa pernyataan agnostis yang sering dikemukakan.
1. Manusia
tidak memiliki kemampuan mengetahui apa pun di luar bidang fenomena alamiah.
Pernyataan agnostis ini meniadakan keseluruhan kehidupan dan
pelayanan Kristus di bumi serta orang-orang yang menuliskan Alkitab kepada
kita. Sedangkan Alkitab sendiri disokong oleh fakta-fakta sejarah bahwa Allah
telah datang dari lingkup di luar jangkauan akal ke lingkup jangkauan akal,
bahwa Allah mewujudkan diri dalam daging, bahwa Ia dapat dilihat dan dipegang
serta diamati banyak saksi. Banyak di antara mereka adalah skeptis dan tidak
percaya sebelum menyaksikan sendiri bukti-bukti secara fisik dan kasatmata.
2. Manusia
hanya dapat mengetahui melalui analogi yang terbatas.
Hal-hal yang terbatas dikatakan tidak dapat
dianalogikan dengan yang tidak terbatas, karena itu tidak ada pengetahuan
tentang Allah. Pernyataan tersebut bertentangan dengan Alkitab yang mengatakan
bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Kita mengetahui banyak hal melalui pembedaan
dan pembandingan. Kebenaran dispensasional pada umumnya dipelajari dengan
“membedakan hal-hal yang berbeda” (Fil.1:10).
3. Manusia
hanya benar-benar mengetahui hal yang dapat dipahaminya secara menyeluruh.
Manusia tidaklah memiliki pengetahuan lengkap
atas apapun. Manusia hanya “mengetahuan sebagian” saja. Namun pengetahuan ini
sebagian dapat merupakan pengetahuan sejati.
Agnostisisme bukanlah keadaan yang di
dalamnya pikiran makhluk berakal dapat berhenti secara permanent. Pada dasarnya
agnostic adalah kondisi kerisauan, pengakuan akan ketidaktahuan, dan
menyerahnya akal terhadap pokok-pokok tertinggi. Tidak mungkin, karena
naturnya, bagi pikiran untuk tetap berkanjang dalam sikap pasif ini. Pikiran
itu mau tidak mau akan memaksa ke arah pandangan yang satu atau yang lain yang
menunjukkan dirinya sebagai alternatif, entah ke Teisme atau ke Materialisme
dan Ateisme dogmatis (James)
PANDANGAN
ALKITAB TENTANG ALLAH
A.
Hakikat
Allah
Menurut
Philo, Tuhan adalah transenden, dalam arti bahwa Tuhan Allah pada hakekatnya
tidak dapat dihampiri oleh akal manusia. Sekalipun ada perbedaan di sana sini,
pada dasarnya teologi Kristen, dengan cara lebih atau kurang, mengikuti
pandangan ini. Pandangan Teologi Kristen tentang Tuhan: Tuhan Allah adalah
transenden hakikatNya tidak dapat dikenal oleh manusia secara mutlak. Akan
tetapi timbullah kemudian ajaran tentang penyataan atau wahyu Allah, yang
dipandang sebagai penyesuaian diri Allah kepada keadaan manusia. Agar supaya
Allah yang transenden, yang tidak dapat ditembus oleh akal manusia itu, dapat
dimengerti oleh manusia, maka Tuhan Allah dalam wahyuNya harus menyesuaikan diri dengan kecakapan manusia. Dalama
penyataanNya itulah Tuhan memakai bentuk-bentu antropomorfisme (Harun).
Ada
pengetahuan tentang Allah yang dimiliki oleh Allah sendiri, yang tidak dapat
diketahui oleh manusia, dan ada pengetahuan tentang Allah yang dimiliki oleh
manusia, yang berdasarkan penyataan atau wahyu Allah. Sebab manusia hanya dapat
mengenal Allah melalui wahyu kitab suci dan melalui alam semesta.
a. Allah
ada dengan sendirinya
Karena
Tuhan ada dengan sendirinya maka tidak diperlukan hal lain yang dapat
menyebabkan Dia ada. Dialah penyebab pertama segala sesuatu. Namun tidak tepat
jika dikatakan bahwa Tuhan adalah penyebab diriNya sendiri. Sumber keberadaan
manusia di luar dirinya sendiri, tetapi keberadaan Allah tidak bergantung pada
apa pun di luar diriNya sendiri.Ayat-ayat berikut patut dipelajari:
Keluaran 3:14 =
Yohanes 8:58 =
Yesaya 41:4 =
Wahyu 1:8 =
b. Allah
tak terhingga
Allah
tidak dapat dibatasi dengan ukuran, tempat, ruang dan waktu. Allah tidak
terbatas oleh sesuatu, bahkan segala benda yang terbatas bergantung kepada
Allah. Meskipun Allah transenden dan imanen, namun Dia ada di segala tempat dan
keadaan dalam hakekat maupun dalam pengetahuan dan kuasaNya. Kapanpun dan di
mana pun zat rohani itu ada pastilah Ia utuh adanya, sebagaimana jiwa.
1Raja-Raja
8:27 =
2Tawarikh
2:6 =
Mazmur
113:4-6 =
Mazmur
139:7-8 =
Yesaya
66:1 =
Yeremia
23:24 =
Kisah
17:24-28 =
c. Allah
kekal
Hakikat
Allah kekal berarti bahwa Allah selalu ada dan tidak pernah tidak ada.
Keberadaan Allah tidak bisa dijabarkan titik awal dan titik akhirnya baik di
masa silam maupun di masa yang akan datang, tak berhenti tak terbatas dan tak
lekang oleh waktu atau peristiwa. Keberadaan kekal Allah bergantung pada
dirinya sendiri. Berkhof berkata: “kesempurnaan Allah di mana Ia ditinggikan di
atas segala batas-batas sementara dan segala rangkaian waktu, dan memiliki
seluruh keberadaanNya di dalam satu saat sekarang yang tak dapat dibagi-bagi
(Berkhof). Sesungguhnya Allah tidak perah dikatakan “menjadi ada” karena tidak
ada penyebab lain yang menyebabkan Allah ada. Inilah hakikat Allah yang kekal
yang tak berujung pangkal keberadaanNya. Kata yang sering digunakan Alkitab
untuk menjelaskan kekekalan Allah ialah “dari selama-lamanya sampai
selama-lamanya” (Maz.90:2) dan “Allah kekekalan” / El Olam dalam Kejadian
21:33.
d. Kerohanian
Allah
tidak memiliki ciri apa upun yang terdapat pada benda. Allah tidak dapat
dibagi, dimekarkan ataupun dijumlahkan. Allah tidak kelihatan (Kol.1:15;
1Tim.1:17; Ibr.11:27). Semua pemikiran yang akan menyatukan atau menyamakan
Allah dengan dunia tidak dapat digunakan. Allah bukan dunia ataupun bagian dari
dunia. Yesus berkata: Allah itu Roh (Yoh.4:24). Hakekat kerohanian Allah
berarti:
Pertama, Allah tidak berbadan dan tidak berwujud. Jika
Allah adalah Roh maka dengan sendirinya Allah tidak berbadan dan tidak
berwujud. Peraturan larangan penyembahan berhala dan membuat patung didasarkan
keadaan Allah yang tidak berwujud. Dalam kitab tertentu Allah digambarkan
memiliki kaki (Kej.3:8), tangan (Yes.65:2), mata (1Raj.8:29), telinga (Neh.1:6)
merupakan pengungkapan bentuk-bentuk antropomorfik untuk membuat Allah
seolah-olah nyata.
Kedua, tidak dapat dilihat.
Yohanes mengatakan “tidak seorang pun yang pernah melihat Allah” (Yoh.1:18).
Paulus menyebutkan Allah sebagai objek yang tidak kelihatan (Kol.1:15; Roma
1:20; 1Tim.1:17), dan bahwa tidak ada orang yang telah/dapat melihat Allah
(1Tim.6:16). Dalam peristiwa Musa berjumpa dengan Allah dalam Keluaran 33:23,
Musa “melihat belakang” Allah yang dipandang bahwa Musa melihat akibat yang
kemudian disebut “sisa pantulan” kemuliaan Allah.
Ketiga, Allah itu berkepribadian. Berkepribadian
artinya adalah memiliki kesadaran diri dan kemampuan membuat keputusan sendiri.
Hanya yang memiliki roh yang dapat disebut sebagai pribadi. Tidak pernah
dikatakan pribadi anjing A, atau pribadi kucing hitam, dan lain-lain. Karena
roh inilah yang menjadi pembeda antara manusia dengan hewan. Hal-hal yang
secara lahiriah berkaitan dengan Roh adalah pikiran, kehendak dan perasaan.
Dalam diri manusia, kepribadian dan kejasmanian bersatu dalam satu orang selama
ia hidup di dunia ini, setelah mati tubuh terurai dalam tanah sedangkan
kepribadian tetap ada. Binatang tidak memiliki kesadaran diri berupa perasaan,
pikiran dan kehendak seperti manusia. Sebab itu jika Allah adalah Roh, maka Ia
tentu memiliki kesadaran diri, akal budi, dan kehendak. Baiklah simpulkan ayat
berikut ini:
Kejadian 6:6 =
Keluaran 3:14 =
Yesaya 45:5 =
Mazmur 104:27-30 =
Ibrani 6:17 =
Roma 9:11 =
Ayub 23:13 =
Kisah 14:15 =
Keempat, Allah itu hidup.Ini
menandakan adanya perasaan, kuasa dan tindakan. Kita menyembah dan mempercayai
Allah yang hidup, bukan Allah yang mati, sehingga tidak perlu teriakan keras
untuk berseru kepada Dia. Allah kita hidup, Ia melihat, mendengar dan
mengasihi. Berhala ciptaan manusia berdosa itu mati, tidak mampu melihat,
mendengar, mengasihi dan menajawab doa. Cermati ayat berikut:
Yosua 3:10 =
1Samuel 17:26 =
Mazmur 115:3-9 =
Mazmur 36:10 =
Mazmur 84:3 =
Matius 16:16 =
Yohanes 5:26 =
Kisah 14:15 =
1Timotius 3:15 =
1Tesalonika 1:9 =
Wahyu 7:2 =
Kelima, Allah tidak berwujud fisik.
Dalam Lukas 24:39 dikatakan: “....roh tidak ada daging dan tulangnya, seperti
yang kamu lihat padaKu” (Lukas 24:39). Karena Allah adalah Roh, maka Dia tidak
memiliki wujud fisik yang dapat dilihat atau diraba. Adalah penghinaan terhadap
Allah apabila manusia menyamakan Allah dengan benda-benda yang kelihatan,
sehingga penyembahan patung-patung, yang dilarang dalam Keluaran 20, adalah
perbuatan sirik yang tidak berdasarkan keberadaan Allah yang Roh adanya, tidak
berwujud benda.
Keenam, Allah tidak dapat dilihat manusia. Ketika
Allah menampakkan diri kepada orang Israel mereka “tidak melihat sesuatu rupa”,
karena itu mereka dilarang membuat patung yang menyerupai apapun juga (Ulangan
4:15-19). Teofani adalah penampakan ilahi yang dapat dilihat oleh mata jasmaniah.
Yakub berkata: “Aku telah melihat Allah berhadapan muka” (Kej.32:30). Ayat
rujukan:
Kejadian 16:7-14 =
Keluaran 3:2-5 =
1Raja-Raja 19:5-7 =
Kejadian 18:13-33 =
Kejadian 22:11-18 =
Hakim-Hakim 6:11-23 =
2Raja-Raja 19:35 =
B.
Sifat
Allah
Semua
sifat Allah itu harus dipandang sebagai nyata secara objektif, bukan sekedar
hasil pemikiran manusia tentang Allah. Sifat Allah dapat digolongan sebagai
sifat alamiah (sifat yang berkaitan dengan alam), sifat moral (sifat yang
berkaitan dengan pengawasan kesusilaan) dan sifat imanen (sifat Allah yang ada
dalam diriNya sendiri, yakni sifat yang nampak keluar dari diriNya dalam
hubungannya dengan ciptaanNya) (Thiessen). Lewis Sperry Chafer memandang sifat
Allah sebagai kualitas unggul dalam diri Allah dengan membagi dua sifat Allah,
yaitu: sifat dasar (ketulusan, kesatuan, ketidakterbatasan, kekekalan,
ketidakberubahan, kemahahadiran, dan keberdaulatan) dan kepribadian Allah
(mahatahu, perasaan dan kehendak).
a.
Mahahadir
(omnipresent). Allah dapat hadir di mana-mana pada saat
bersamaan di seluruh dunia (sifat imanen), seperti dikatakan Mazmur 139:7,8:
“Ke mana aku dapat menjauhi rohMu, ke mana aku dapat lari dari hadapanMu? Jika
aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia
orang mati, di situpun Engkau”. Tuhan hadir dalam alam semesta ciptaanNya,
namun tidak dibatasi oleh alam semesta ciptaanNya itu. Tidak ada suatu mahluk
pun yang tersembunyi di hadapanNya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka
di hadapan Dia, yang kepadaNya kita harus memberikan pertanggungan jawab
(Ibr.4:13). Menyadari Allah mahahadir mendorong kita untuk hidup bijaksana dan
takut akan Tuhan, dan dapat membuat seseorang yang berencana jahat akhirnya
dituntun untuk mencari Allah.
b.
Mahatahu.
Pengetahuan Allah tidak ada batasnya dan kebijaksanaanNya
tidak terhingga. Manusia mengetahui apa yang ada dalam bumi ini dengan
mempelajari alam semesta, tetapi ada banyak perkara yang juga belum terjangkau
oleh pengetahuan manusia, sehingga manusia tidak sanggup menjelaskan betapa
rumitnya ciptaan itu. Pengetahuan Allah sangat sempurna dan lengkap sejak
kekekalan sampai kekal. Ia mengetahui segala sesuatu secara bersamaan,
langsung, lengkap, mendalam dan sungguh-sungguh. Roma 11:33 berbunyi: “O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan
pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusanNya dan sungguh
tak terselami jalan-jalanNya!”. Segala sesuatu yang bersifat mungkin maupun
yang aktual diketahui Allah yang meliputi masa lalu, masa kini dan masa yang
akan datang. Thiessen memberi lima rumusan tentang Allah mahatahu:
Pertama, Allah mengenal diriNya
sendiri secara sempurna. Tidak ada makhluk ciptaan yang mengenal dirinya
sendiri secara menyeluruh dan secara sempurna itu.
Kedua, Allah Bapa, Anak dan Roh
Kudus saling mengenal secara sempurna (bdk. Mat.11:27; 1Kor.2:11; Rom.8:28).
Ketiga, allah mengetahui hal-hal
yang benar-benar ada, seperti: ciptaan yang tidak hidup, binatang, manusia dan
segala perbuatannya, pikiran manusia, serta beban dan kebutuhan manusia (bdk.
Maz.139:1-4; 147:4; Mat.6:8,32; 10:29; Ams.15:3; Kel.3:7).
Keempat, allah mengetahui hal yang
mungkin terjadi (baca: 1Sam.23:11-12; Mat.11:21-24; Yes.48:18).
Kelima, Allah mengetahui masa
depan, yakni pengetahuan tentang segala hal yang belum terjadi dan akan terjadi
di masa yang akan datang (Yes.44:26-45:7; 46:9,10; Dan.2&7; Mat.24&25;
Kis.2:23; 3:18; 15:18; Mik.5:1).Pengetahuan Allah tentang masa depan tidak
menyebabkan hal itu terjadi. Tindakan-tindakan tersebut telah diketahui karena
tindakan itu akan terjadi. Kejahatan moral yang telah diketahui (dinubuatkan)
terlebih dulu tidaklah meniadakan tanggung jawab si pelaku kejahatan (Mat.18:7;
Yoh.13:27; Kis.2:23).
Pelajarilah ayat berikut ini:
Yesaya 46:10 =
Mazmur 147:5 =
Ibrani 4:13 =
Kisah Rasul 15:18 =
Matius 11:21-24 =
c.
Mahakuasa.
Allah dapat melakukan apa saja, kecuali hal yang
bertentangan dengan sifat-sifatNya. Hal-hal yang bertentangan dengan sifatNya
ialah: berdusta (Ibrani 6:18), berbuat dosa (Yak.1:13), menyangkal diriNya
(2Tim.2:13). Kristus berkata, “Bagi Allah segala sesuatu mungkin” (Mat.19:26),
dan Ia juga berkata, “KepadaKu telah diberikan segala kuasa di surga dan di
bumi” (Mat.28:18). Ayub berseru “Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan
segala sesuatu” (Ayub 42:2). Yeremia memulai doanya dalam Yeremia 32:17 “Ah,
Tuhan ALLAH! Sesungguhnya, Engkaulah yang telah menjadikan langit dan bumi
dengan kekuatanMu yang besar dan dengan lenganMu yang terentang. Tiada suatu
apapun yang mustahil untukMu!” Allah menyatakan diriNya kepada Abram sebagai “Allah
Yang Mahakuasa” (Kej.17:1).
Kemahakuasaan Allah dapat
dijelaskan dengan pengertian: Pertama, mahakuasa bukan satu-satunya sifat
Allah. Allah menunjukkan kemahakuasaanNya seturut dengan kebijaksanaan,
pengetahuan, kekudusan, dan keadilanNya. Hanya pikiran yang tidak terbatas
dapat mengetahui hal yang terbaik dan yang pada akhirnya mendatangkan kemuliaan
bagi Allah. Kedua, Mahakuasa bukan berarti bahwa Allah berkenan menggunakan
semua kuasaNya. Ia Pribadi bebas dan tidak ada keharusan bagiNya untuk menggunakan
kuasaNya yang mana saja, sedikit maupun seluruh. Allah memiliki kendali atas
kuasaNya. Mungkin saja Allah dapat menciptakan manusia yang dapat bergerak
secara otomatis tanpa kemampuan membuat pilihan, tanpa pertimbangan sendiri,
tanpa kemampuan menurut atau menolak, tanpa kemungkinan mengasihi atau
membenci, makhluk tanpa emosi, tetapi Ia ternyata tidak melakukannya. Allah
justru menciptakan manusia menurut gambar dan rupaNya.
d.
Tidak
berubah. Hakikat, sifat-sifat dan, kesadaran dan
kehendak Allah tidak akan berubah. Semua perubahan merupakan perubahan kepada
keadaan yang lebih baik atau yang lebih buruk. Akan tetapi Allah tidak mungkin
berubah menjadi makin baik karena Allah sungguh-sungguh sempurna adaNya, dan
Allah tidak mungkin berubah menjadi lebih buruk karena sifat Allah adalah
Mahabaik.
e.
Kudus. Allah terpisah dari segala jenis kejahatan sehingga
berbeda dengan semua makhluk ciptaanNya di bumi. Sifat kekudusan ini menunjuk
pada kesempurnaan kepribadian Allah secara keseluruhan serta sejalan dengan
kehendak Allah yang kekal. Kekudusan ini mengajarkan bahwa: (1).Orang berdosa
terpisah jauh dari Allah karena manusia berdosa tidak dapat bersekutu dengan
Allah yang kudus. Persekutuan ini dapat terjalin kembali dengan jalan
menguduskan manusia tersebut dengan darah Kristus; (2).Setiap manusia tidak
mungkin memperoleh kesucian tanpa noda yang diperlikan untuk bersekutu dengan
Allah. Hanya darah Kristus sanggup menyucikan dosa manusia berdosa sehingga dia
dapat menemui Allah dalam kekudusan, yang memungkinkan manusia mendapatkan
pendamaian dari Allah oleh kasihNya (1Ptr.3:18; Rm.5:2; Ef.2:1-9); (3).Ada
kesadaran diri pada kita bahwa dalam bersekutu dengan Allah perlu ada rasa
takut dan hormat kepada Allah, dibuktikan dengan penyesalan terhadap dosa dan
mengaku di hadapan Allah (Ayub 39:36-38).
f.
Benar
dan adil. Dalam pengertian
ini kita mengenal reward & punishment, yang dimengerti bahwa Allah
memberikan hukuman bagi yang melanggar dan member pahala bagi yang tidak
melanggar. Allah telah menetapkan suatu pemerintahan moral yang baik di dunia
ini dengan hukum-hukum yang adil untuk dituruti manusia lengkap dengan
sangsi-sangsinya juga. Member hadiah dan menjatuhkan hukuman adalah dua hal
yang akan diterima manusia dari Allah.
Keadilan dengan menganugerahkan
hadiah:
-
Ulangan 7:9-13 =
-
2Tawarikh 6:15 =
-
Matius 25:21 =
-
Ibrani 11:26 =
Keadilan dengan
member sangsi:
-
Kejadian 2:17 =
-
Yehezkiel 18:4 =
-
Roma 1:32 =
-
2Tesalonika 1:8 =
g.
Kebaikan. Kebaikan Allah meliputi semua sifatNya yang sesuai
dengan gambaran kita tentang seseorang yang sangat sempurna. Menurut Thiessen,
kebaikan Allah meliputi sifat-sifat: kekudusan, keadilan, kasih, kemurahan,
belaskasihan dan anugerah.
- Kasih Allah merupakan kesempurnaan dari tabiat Allah
yang selalu mendorong Allah untuk menyatakan diriNya. Allah adalah sumber kasih
(1Kor.13:11) dan Allah adalah kasih (1Yoh.4:8,16). Kasih itu terutama ada dalam
Tritunggal Allah (Mat.3:17; Yoh.14:31).
- Kemurahan Allah berarti Allah Allah sayang serta
memberkati manusia dengan berlimpah-limpah. Dengan lemah-lembut Allah berbaik
hati kepada semua manusia di bumi tanpa terkecuali. Ia memberikan terang
matahari dan hujan bagi orang baik maupun orang jahat. Kemurahan ditunjukkan
dengan Allah memperhatikan kesejahteraan makhluk ciptaanNya serta senantiasa
menyediakan apa yang diperlukan oleh makhluk itu sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan masing-masing.
- Belas kasihan merupakan kebaikan Allah yang dinyatakan
kepada orang-orang yang menderita dan kesusahan. Ini merupakan sifat kekal
Allah sebagai wujud kesempurnaanNya. Rahmat dan kasih setia merupakan bentuk
yang dipakai Alkitab untuk menjelaskan belas kasihan Allah. Ungkapan ini
terdapat dalam: Efesus 2:4; Yakobus 5:11; 1Petrus 1:3; Mazmur 102:14; Roma
11:30-31.
h.
Kebenaran. Ialah sifat Allah yang menjadi landasan semua
pengetahuan. Allah adalah sumber kebenaran kekal dan keyakinan kita akan sifat
Allah ini dapat dipercaya. Kita dapat merasakan keadaan berbagai hal adalah
seperti penampakanNya kepada kita dan bahwa eksistensi Allah bukan sekedar
impian, pada hakekatnya bergantung pada kebenaran Allah. Seseorang mau tidak
mau harus mengakui bahwa hukum-hukum alam maupun ketegasanNya yang nyata
membuktikan adanya pencipta yang cerdas dan bijaksana. Yesus berkata: Allah
adalah satu-satunya Allah yang benar (Yoh.17:3; juga 1Yoh.5:20; Yoh.3:33;
Rm.3:4; 1Tes.1:9).
BERBAGAI
MACAM NAMA-NAMA ALLAH
Nama
adalah hal yang membedakan seseorang atau sesuatu dari yang lainnya, yang
menunjukan identitas, jenis, kesukuan, family dan lain sebagainya. Dalam
perjanjian Lama ada tiga nama utama Allah: Elohim,
Yehovah dan Adonai. Ada tiga penggabungan utama dengan nama Yehovah: Yehovah Elohim, Adonai Yehovah dan Yehovah Sebaoth. Dalam Perjanjian Baru
nama lengkap Allah adalah: Bapa, Anak dan Roh Kudus. Dan julukan Pribadi kedua
dalam Trinitas adalah Yesus Kristus.
A. Nama Utama Allah
1. Elohim. Kata bahasa
Ibrani ini memiliki arti kekuatan
atau yang kuat. Elohim adalah bentuk
jamak dari kata yang hamper selalu digunakan sebagai nama Allah bersama kata
kerja berbentuk tunggal dan kata sifat. Bentuk tunggal El dan Eloah juga sering
digunakan. Rees mengatakan: beberapa penjelasan telah dikemukakan tentang
penggunaan istilah-istilah bentuk jamak dalam menggambarkan sesuatu yang
tunggal – bahwa hal itu mengungkapkan kesempurnaan dan keberbagaiaan natur
Allah, atau bahwa itu merupakan kejamakan keagungan yang digunakan dalam bentuk
yang diperuntukkan bagi pribadi bangsawan, atau bahkan merupakan isyarat awal
Trinitas; ungkapan-ungkapan lainnya dari rumpun yang sama ditemukan dalam
Kejadian 1:26; 3:22; 1Raj.22:19; Yes.6:8. Teori-teori tersebut, barangkali,
terlalu berakal untuk muncul dalam pemikiran Ibrani mula-mula, dan penjelasan
yang lebih disukai adalah, bahwa istilah-istilah tersebut merupakan
istilah-istilah yang masih tetap bertahan, yang berasal dari pikiran yang masih
berada pada aras politeistis.
Elohim
digunakan, bukan hanya bagi Allah yang benar dan esa, tetapi terkadang bagi
allah-allah dari para penyembah berhala, dan bagi manusia (Kel.7:1; Hak.5:8;
Maz.82:1). Namun pada beberapa kasus kelihatan bahwa nama ini telah
diterjemahkan dalam KJV menggunakan bentuk jamak, dengan Allah yang sejati yang
dimaksudkan. Elohim juga sering diterjemahkan God atau gods.
2. Adon, Adonai. Kata ini berasal dari kata yang artinya “memerintah”;
KJV= lord (tuan), master (tuan) dan owner (pemilik) (bdk. Bil.11:28; Ul.23:15; 1Raj.16:24 = TB: tuan,
pemilik). Adonai adalah bentuk yang dipertegas dari Adon dan dalam KJV selalu diterjemahkan Lors (Tuhan), menunjuk kepada Allah
sebagai Tuan dan Pemilik. Nama Yehovah juga
dalam KJV diterjemahkan Lord, tetapi
untuk membedakannya dari Adonai kata
tersebut dicetak menggunakan huruf besar LORD (TB: TUHAN) tetapi dengan ukuran
huruf yang lebih kecil. Kedua nama ini muncul dalam Keluaran 4:10: “Lalu kata
Musa kepada TUHAN (Yehovah): ‘Ah, Tuhan (Adonai), aku ini tidak pandai bicara,
dahulu pun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mu pun tidak, sebab
aku berat mulut dan berat lidah.” Dalam konteks ini Musa, sebagai seorang
hamba, benar menyebut Yehovah dan Adonai (Tuan). Tetapi ketika Tuannya itu menjawab,
Ia menjawab sebagai Yehovah, sebagai Pencipta, karena Ia bertanya, “siapakah
yang membuat lidah manusia…bukankah Aku, yakni TUHAN?” penggunaan kedua nama
tersebut dalam ayat ini menunjukkan perbedaan makna istilah-istilah tersebut
(Baker).
3. Yehovah. Ini merupakan nama perjanjian dan penebusan yang
khas bagi Allah dalam Perjanjian Lama. Nama Yehovah telah muncul dalam Kejadian
sebanyak 150 kali. Namun ada masalah berkaitan dengan penyataan nama ini yang
muncul dalam Keluaran 6:2,3: “Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa:
‘Akulah TUHAN (Yehovah). Aku telah menampakkan diri kepada Abraham, Ishak dan
Yakub sebagai Allah Yang Mahakuasa, tetapi dengan namaKu TUHAN (Yehovah) Aku
belum menyatakan diri.” Ada yang bependapat bahwa walaupun nama ini telah
digunakan sebelumnya tetapi artinya tidak dinyatakan sampai saat diberitahukan
kepada Musa. Ada juga yang berpendapat bahwa ketika Musa menulis kitab Kejadian
ia menggunakan nama itu bagi Allah walaupun hingga masanya belum ada yang
menggunakan atau mengetahui nama itu.
Nama Yehovah
berasal dari bentuk akan datang kata kerja to
be (adalah) ditambah bentuk lampau kata kerja yang sama, dengan huruf
pertama (He) ditiadakan oleh apheresis (penghilangan satu atau lebih
huruf atau bunyi pada permulaan kata), sehingga kata to be diulang dua kali dalam nama tersebut, sebagaimana dalam
Keluaran 3:14. Nama tersebut mengekspresikan keberadaan Allah yang kekal yang
ada dengan sendirinya. Ia adalah Dia yang ada dari dahulu, yang ada sekarang,
dan yang akan ada pada masa mendatang.
B. Nama Penggabungan Dengan Yehovah
1. Yehovah Elohim, dalam KJV diterjemahkan LORD GOD, dengan kata LORD menggunakan huruf capital yang
dicetak dengan ukuran lebih kecil (TB: Tuhan ALLAH Ã Kej.2:4).
2. Adonai Yehovah, dalam
KJV diterjemahkan LORD GOD, dengan
kata GOD menggunakan huruf capital
yang dicetak dengan ukuran lebih kecil (TB: Tuhan ALLAH). Lihat juga Kejadian
15:2.
3. Yehovah Sabaoth, dalam KJV diterjemahkan LORD of Host (TB: Tuhan semesta Alam).
C. Nama Penggabungan dengan Elohim
1. EL ELYON, dalam KJV diterjemahkan Most High atau most high God (TB:
Allah Yang Mahatinggi). Bandingkan Kejadian 14:18 yang di dalamnya Allah Yang
Mahatinggi adalah penciptaku (KJV: possessor,
pemilik) langit dan bumi.
2. EL OLAM, dalam KJV diterjemahkan the everlasting God (TB: Allah Yang Mahakekal). Dalam Kejadian
21:33, nama tersebut secara harafiah berarti Allah segala zaman, atau Allah
yang kekal.
3. EL SHADDAI, dalam KJV diterjemahkan Almighty God (TB: Allah Yang Mahakuasa;
Kej.17:1). Scofield berpendapat bahwa kata Shaddai berasal dari kata dalam
bahasa Ibrani, shad (dada, payudara),
karena itu mengemukakan Allah sebagai pemelihara atau Penyokong, sehingga nama
itu lebih baik diterjemahkan All-sufficient
(mencukupi segala atau Mahamencukupi) daripada Almighty (Mahakuasa).
D. Gelar Yehovah
1. Yehovah-Jireh à Yehovah (TB: TUHAN)
akan melihat atau menyediakan (Kejadian 22:14).
2. Yehovah-Ropheka à Yehovah yang
menyembuhkan engkau (Kel.15:26).
3. Yehovah-Shalom à Yehovah kedamaian
(TB: keselamatan) kita (Hak.6:24).
4. Yehovah-Zidkenu à Yehovah kebenaran
(TB: keadilan) kita (Yer.23:6; 33:16).
5. Yehovah-Shammah à Yehovah hadir (ada)
di situ (Yeh.48:35).
6. Yehovah-Raah à Yehovah Gembalaku
(Maz.23:1).
7. Yehovah-Nissi à Yehovah Panji kita
(kel.17:8-15).
E. Julukan Dalam Perjanjian Lama
Di samping nama
dan gelar tersebut, Allah dirujuk dalam Perjanjian Lama melalui banyak julukan
yang dapat dijumpai dalam bagian-bagian Alkitab:
1. Suami;
2. Bapa;
3. Menara;
4. Batu Karang;
5. Tempat Perlidungan;
6. Pelepas;
7. Penyelamat;
8. Hakim;
9. Raja, dll.
F. Nama Allah Dalam Perjanjian Baru
1. Theos. Bagi nama El,
Elohim dan Elyon, nama dalam
bahasa Yunaninya adalah Theos, yang
merupakan nama paling umum dari Allah. Seperti juga nama ‘Elohom’, nama ini
juga mungkin saja merupakan penyesuaian dari nama ilah bangsa kafir, walaupun
sesungguhnya secara tegas nama itu menyatakan keilahian yang esensial. ‘Elyon’
sering disejajarkan dengan Hupistos Theos
(Mark.5:7; Luk.1:32,35,75; Kis.7:48; 16:17; Ibr.7:1). Nama Shaddai dan
El-Shaddai disejajarkan dengan Pantokrator
dan Theos Pantokrator (2Kor.6:18;
Why.1:8; 4:8; 11:17; 15:3; 16:7,14). Akan tetapi pada umumnya Theos lebih
sering muncul dalam genetif yang menyatakan milik, seperti mou, sou, hemon, humon, sebab di dalam Kristus, Allah dapat
dianggap Allah dari segala umatNya atau anak-anakNya.
2. Kurios. Nama
Yahweh dieksplisitkan beberapa kali oleh variasi-variasi dari bentuk deskriptif
seperti “Alfa dan Omega”, “yang dulu ada, yang sekarang ada dan yang akan
datang ada”, (Why.1:4,8,17; 2:8; 21:6; 22:13). Akan tetapi selebihnya Perjanjian
Baru mengikuti Septuaginta yang menggantikan Adonay dengan kata lain dan menyetarakannya dengan Kurios, yang diturunkan dari kata kuros yang berarti kuasa. Nama ini tidak
mempunyai konotasi yang tepat sama dengan Yahweh, tetapi menunjuk Allah sebagai
Yang Mahakuasa, Tuhan, Pemilik, Penguasa yang memiliki kekuasaan resmi dan juga
otoritas. Kata ini tidak hanya dipakai untuk menunjuk Allah, tetapi juga
Kristus.
3. Pater/Bapa. Sering dikatakan bahwa Perjanjian Baru menyebut Allah
dengan sebutan baru, yaitu Pater
(Bapa). Hal ini hampir tidak benar. Nama ‘Bapa’ dipakai untuk menunjukkan
Keilahian, bahkan juga oleh bangsa kafir dalam agama mereka. Kata itu dipakai
berulang-ulang dalam Perjanjian Lama untuk menunjuk hubungan antara Allah dan
Israel (Ul.32:6; Maz.103:13; Yes.63:16; 64:8; Yer.3:4,19). Sedangkan Israel
disebut anak-anak Allah (Kel.4:22; Ul.14:1; 32:19; Yer.31:20; Hos.1:10; 11:1).
Dalam contoh-contoh nama itu mengekspresikan hubungan teokratis di mana Allah
berdiri bagi Israel. Dalam pengertian yang asli tentang pemulai dan pencipta,
kata itu dipakai dalam Perjanjian Baru sebagai berikut: 1Kor.8:6; Ef.3:15;
Ibr.12:9; Yak.1:18. Dalam bagian-bagian lain kata itu menunjukkan hubungan yang
khusus di mana pribadi pertama dari Allah Tritunggal berelasi dengan Kristus,
sebagai Anak Allah, baik dalam pengertian metafisik atau dalam pengertian
sebagai pengantara atau hubungan etis di mana Allah berdiri bagi orang percaya
sebagai anak-anak rohaniNya (Berkhof).
4. Pencipta. Nama ini digunakan tiga kali dalam Perjanjian Lama
dan dua kali dalam Perjanjian Baru (Pkh.12:1; Yes.40:28; 43:14; Rom.1:25;
Kol.1:16).
KONSEP
KEESAAN DAN TRINITAS ALLAH
A. Ketritunggalan Allah
Doktrin Trinitas merupakan salah satu doktrin istimewa dari kekristenan
ini. Iman Kristen berkeyakina bahwa Allah itu esa, namun juga ada tiga yang
adalah pribadi Allah. Kelihatannya bertentangan. Doktrin Trinitas sangatlah
penting bagi kepercayaan Kristen. Doktrin ini juga berkaitan dengan siapakah
Allah itu, bagaimana Dia, bagaimana cara kerjaNya, dan bagaimana mendekatiNya.
Pandangan kita terhadap Trinitas sangat berpengaruh pada pandangan kita
terhadap Kristus.
Karena doktrin Trinitas tidak diajarkan secara eksplisit dalam Alkitab,
maka kita harus menggabungkan pokok-pokok bahasan yang saling melengkapi yang
berhubungan dengan tiga pribadi itu, Bapa, Anak dan Roh Kudus. Keilahian oknum
pertama, Allah Bapa, tidak dipersoalkan (Mat.6:26,30,31,32; 1Kor.8:4,6;
1Tim.2:5-6), karena Yesus sendiri menyebut Bapa sebagai Allah. Dalam banyak
juga ayat lainnya yang menyebut Allah, jelas bahwa yang dimaksudkan oleh Yesus
adalah sang Bapa (Mat.19:23-26; Mrk.12:17, 24-27).
Status keilahian Yesus Kristus dalam Alkitab agak diragukan, namun
Alkitab menyebut Dia sebagai Allah. Dalam Filipi 2:5-11, Paulus mengatakan
“yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu
sebagai milik yang harus dipertahankan. Perlu diketahui bahwa Yesus tidak
pernah secara langsung menyatakan keilahianNya. Dia tidak pernah blak-blakan
mengatakan “Akulah Allah”. Namun Yesus benar-benar menyadari bahwa diriNya
adalah Allah. Yesus menyatakan bahwa Ia memiliki apa yang menjadi milik Allah.
1. Berbicara tentang malaikat Allah (Luk.12:8,9; 15:10)
2. Sebagai malaikatNya (Mat.13:41)
3. Menganggap kerajaan Allah serta orang-orang pilihan
Allah sebagai miliknya (Mat.12:28; 19:14, 24; 21:31, 43; Mark.13:20)
4. Ia dapat mengampuni (Mark.2:8-10)
Orang-orang Yahudi mengakui bahwa hanya Allah yang dapat mengampuni
dosa, karena itu mereka mengatakan Yesus telah menghujat Allah.
Roh Kudus juga dapat dipertukarkan dengan penyebutan Allah. Beberapa
ayat Alkitab juga menunjukan bahwa Roh Kudus adalah Allah.
1. Kisah Para Rasul 5:3,4 Ã Ananias dan Safira telah menahan sebagian hasil penjualan tanah milik
mereka, serta berdusta kepada Roh Kudus dengan mengatakan bahwa yang mereka
persembahkan di depan kaki rasul-rasul adalah seluruh hasil penjualan itu. Pada
bagian ini berdusta kepada Roh Kudus disamakan dengan berdusta kepada Allah.
2. Yohanes 16:8-11 Ã Roh Kudus
digambarkan sebagai memiliki sifat-sifat Allah dan dapat melakukan apa yang
dilakukan Allah. Roh Kuduslah yang menginsyafkan manusia akan dosa, kebenaran
dan penghakiman.
3. Yohanes 3:8 Ã Roh Kudus yang
melahirkan kembali atau member hidup baru.
4. 1Korintus 12:4-11 Ã Roh Kudus
menganugerahkan karunia kepada gereja serta menggunakan kekuasaan atas
orang-orang yang menerima karunia-karunia tersebut. Roh kudus juga menerima
kehormatan dan kemuliaan yang diperuntukan bagi Allah.
5. 1Korintus 3:16-20 Ã Roh Kudus bersama
dengan Allah berdiam di dalam orang percaya. Kedua ungkapan dapat
dipertukarkan.
6. 1Petrus 1:2 Ã kesejajaran Allah
Bapa dengan Roh Kudus.
Proses mengorganisasi gereja serta menyebarluaskan iman dan bahkan
perjuangan untuk tetap hidup dalam dunia ini menghalangi pemikiran yang serius
mengenai doktrin Trinitas. Akhirnya gereja menyimpulkan bahwa Allah harus
dipahami sebagai tiga-di dalam-satu, atau dengan kata lain: Tritunggal. Sebuah
ayat yang secara tradisional menjadi catatan penting mengenai doktrin
Tritunggal adalah 1Yohanes 5:7, “Sebab ada tiga yang member kesaksian di dalam
surge: Bapa, Firman, dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu.” Penelusuran
terhadap doktrin ini juga berakar pada bentuk jamak dari kata benda untuk Allah
orang Israel, yaitu elohim, yang
kadang-kadang dianggap sebagai awal tentang doktrin Trinitas. Namun bisa saja
“bentuk jamak ini dimaksudkan untuk meningkatkan petunjuk kepada kedudukan
wakil umum dari suatu golongan dank arena itu gagasan Tritunggal dalam Kejadian
1:26 ini ditolak” (Theodorus Vriezen, An
Outline of Old Testament Theology, (Oxford: Blackwell, 1958), 179).
Dalam beberapa ayat Alkitab ketiga oknum ilahi dihubungkan satu dengan
yang lain sebagai satu kesatuan dan ditampilkan setara. Formula baptisan dalam
Matius 28:19,20 menyebut nama Bapa, Anak dan Roh Kudus. Tidak ada yang lebih
rendah atau di anggap kurang penting ataupun lebih tinggi. Rumusan kesetaraan
pribadi dalam Tritunggal merupakan tradisi yang sangat tua di dalam gereja,
khususnya dalam Didache (7:1-4) maupun dalam karya Yustinus dengan judul
Apology (1:61).
Sepanjang dua abad pertama Masehi tidak ada usaha yang serius untuk
menggumuli masalah-masalah teologis dan filosofis yang berkaitan dengan apa
yang kini kita sebut doktrin Trinitas. Para ahli pemikir seperti Yustinus dan
Tatian menekankan kesatuan hakikat antara Firman dan Bapa dengan memakai
perumpamaan bahwa tidak mungkin memisahkan terang dari sumbernya. Dengan cara
demikian mereka menunjukkan bahwa sekalipun Firman dan Bapa itu berbeda,
keduanya tidak dapat dipisahkan.
Analogi Trinitas dapat ditunjukkan dalam beberapa bentuk: (1) kesatuan
cahaya, panas, dan sinar dalam satu zat Matahari; (2) akar, batang dan buah
dari satu tanaman; (3) satu mata air yang mengalir menjadi beberapa aliran
sungai; (4) jiwa manusia dengan pikiran, kehendak dan kasih sayang; (5) sehelai
daun dengan tiga cuping; (6) manusia dengan tubuh, jiwa dan roh. Gambaran tersebut
umumnya agak menyimpang dari kebenaran Trinitas. Nathan R. Wood mencari tahu
apa saja yang membentuk alam semesta. Ia menemukan tiga hal yang membentuk
keseluruhan alam semesta: Ruang, Materi dan Waktu. Lalu ia bertanya “kesamaan
apa saja yang terdapat pada ketiga hal, ruang materi dan waktu itu? Ia
menjawabnya dengan menunjukkan bahwa masing-masing elemen tersebut terdiri dari
rangkap tiga. Ada panjang, lebar dan tinggi pada Ruang; tenaga, gerak dan
fenomena (gejala) pada Materi; dan masa lampau, sekarang serta akan datang pada
Waktu. Nathan menunjukkan kemiripannya: bahwa ada keesaan dan ketigaan mutlak
pada setiap hal dasarnya. Tritunggal yang ditunjukkan dalam Alkitab jelas
menjadi alasan bagi struktur tritunggal pada alam semesta. Alam semesta patut
merefleksikan Allah, pembuat dan penopangnya. Tritunggal Bapa, Anak dan Roh
Kudus pada Allah dengan demikian menjadi alasan dan asal mula yang memadai bagi
tritunggal yang tepat sama pada struktur ruang, materi dan waktu. Struktur
ruang, materi dan waktu mengetengahkan penegasan yang universal dan tepat sama
bagi tritunggal pada Allah. Nathan telah mendemonstrasikan bahwa dunia fisik
itu merupakan rangkaian hal yang satu namun tiga, yang memiliki kesamaan dengan
keesaan dan ketigaan dalam diri Allah.
Konsili-konsili gereja menghasilkan pernyataan-pernyataan iman yang
telah diterima orang percaya ortodoks dari abad ke abad. Konsili Nicea tidak
memuat pernyataan menyangkut Roh Kudus. Konsili Konstantinopel kemudian baru
memuat apa yang disebut Pernyataan Iman Athanasius yang menambahkan pokok-pokok
tentang Roh Kudus.
Pengakuan Iman Konsili Nicea 325M
Kami percaya
kepada satu Allah, Bapa yang Mahakuasa, pembuat segala sesuatu yang kelihatan
dan yang tidak kelihatan; dan kepada satu Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah,
Anak yang tunggal, diperanakkan dari Bapa, yakni dari zat Bapa. Allah dari
Allah, Terang dari Terang, sungguh Allah dari sungguh Allah, diperanakkan bukan
dibuat, satu zat dengan Bapa, yang melaluiNya segala sesuatu dibuat baik di
surge maupun di bumi; yang bagi kita manusia dan bagi keselamatan kita telah
turun dari surge; dan telah berinkarnasi dan menjadi manusia, menderita dan
bangkit kembali pada hari ketiga; naik ke surge, dan akan datang untuk
menghakimi yang hidup dan yang mati. Dan kami percaya kepada Roh Kudus. Tetapi
mereka yang berkata, bahwa ada suatu waktu ketika Sang Putra tidak ada, bahwa
Ia tidak ada sebelum Ia dibuat, atau dibuat dari ketiadaan, atau dari zat yang
lain atau berbeda, bahwa Ia ciptaan, atau dapat berubah, atau mudah berubah,
Gereja Am yang Kudus mengutuk mereka.
(Pernyataan tentang Roh Kudus minim, belakangan
Konsili Konstantinopel menambahkan pernyataan tentang Roh Kudus)
Tambahan Dalam Pengakuan Iman Konsili Konstantinopel
375M:
Kami percaya
kepada Roh Kudus yang adalah Allah dan pemberi hidup, yang berasal dari Bapa;
yang dengan Bapa dan Anak secara bersama disembah dan dimuliakan, yang
berbicara melalui nabi-nabi.
(Charles Hodge, Systematic
Theology, (Grand Rapids: Wm.B.Eerdmans Publishing Co., 1940), 456-457).
B. Keesaan Allah
Bangsa
Israel merumuskan pengakuan iman berikut: “TUHAN itu Allah kita, UHAN itu esa!
Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan
dengan segenap kekuatanmu” (Ul.6:4,5). Pengakuan iman ini bukanlah rumusan Musasebagai
hasil pemikiran akalnya, yang diperolehnya dengan memandang kepada
gejala-gejala alam semesta, atau disimpulkan dari hukum akal, melainkan
didasarkan atas pengalaman-pengalaman Musa dan pengalaman-pengalaman umat
Israel sendiri sejak Tuhan Allah memperkenalkan diriNya kepada Israel dengan
melepaskan Israel dari tanah perhambaan di Mesir. Dengan mengingatkan kepada
Nama itu Musa bermaksud menekankan, bahwa TUHAN adalah setia, yang benar-benar
telah memegang teguh kepada apa yang telah difirmankan dan diperbuat. Kesetiaan
Allah bukanlah teori bagi Musa dan bagi bangsa Israel, melainkan benar-benar
kenyataan yang dinyatakan kepada Israel dalam Firman dan karya Tuhan Allah di
sepanjang sejarah Israel hingga kini, dan akan diteruskan di dalam kelanjutan
sejarah itu. (Harun).
Orang
Yahudi, para pengikut Muhammad dan beberapa sekte di dalam Kekristenan percaya
kepada satu Allah saja tetapi menolak tiga-pribadi dalam diri Allah seperti
jelas ditunjukkan dalam Perjanjian Baru. Penolakan terhadap ke-Ilahian Tuhan
Yesus Kristus yang penting ersebut adalah penolakan terhadap Trinitas. Arius
dari Aleksandria mengajarkan bahwa Sang Putra adalah pribadi pertama yang
diciptakan Allah dan karena berada dalam tingkatan setelah Allah, Ia patut
disembah. Fatwa Konsili Nicea menyatakan ajaran Arius sesat. Laelius dan
Faustus Socinius merevisi Arianisme dan menjadi pemimpin gerakan Unitarianisme
Modern. Unitarian member posisi kepada Yesus sama seperti Muhamad dan Budha.
Saksi Yehovah dan para pengikut kelompok Concordant Version dari A.E.Knoch
berpandangan Unitarian dalam pengajaran tentang Allah.
Agama
Ibrani Kuno sangat gigih mempertahankan ajaran keesaan Allah. Ungkapan yang
diterjemahkan dengan “TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa” dalam bahasa aslinya
berbunyi: Yahweh elohenu Yahweh ekhad, yang
dapat diterjemahkan seperti yang terjadi di dalam terjemahan baru, dan juga
diterjemahkan dengan terjemahan: “TUHAN adalah Allah kita, TUHAN saja”, artinya
bahwa tiada Allah lain, yang menjadi Allah kita, kecuali TUHAN. Bagaimanapun
kata ekhad diterjemahkan (dengan
“esa” atau “saja”) di dalam hubungan pernyataan ini menunjukkan kepada
kedudukan TUHAN yang khas terhadap allah-allah yang lain, yang dimiliki oleh
bangsa-bangsa di sekitar Israel.
Ungkapan
keesaan itu menunjukkan bahwa bagi Israel, berdasarkan firman dan karya Allah,
tidak ada Allah yang lain, kecuali TUHAN. Dengan demikian teranglah kiranya
bahwa kata ekhad atau esa di dalam pengakuan iman Israel
sekali-kali bukan dimaksud guna menekankan kepada “satu”nya angka secara
matematis. Israel tidak pernah dihadapkan dengan persoalan: ada Allah satu atau
lebih dari satu.
KETETAPAN ALLAH
Dalam
bahasa kaum Calvinis biasa disebut predestinasi. Ketetapan Allah adalah
keputusan Allah yan kekal yang dengannya Dia menetapkan unuk diriNya sendiri,
apa yang menurut kehendakNya akan terjadi atas setiap orang. Sebab tidak semua
orang diciptakan dalam keadaan yang sama; tetapi yang satu ditentukan untuk
kehidupan yang kekal, sedangkan yang lainnya untuk hukuman yang abadi. Maka,
sebagaimana orang itu diciptakan untuk tujuan yang satu atau yang lain, ia kita
katakana dipredistinasikan Allah untuk kehidupan atau untuk kematian. Dan
predestinasi ini tidak hanya telah dinyatakan Allah di dalam diri orang
perorangan, tetapi diperlihatkannya juga sebagai contoh (Calvin, Istitutio, 195-196).
Sangat
jelas dalam Alkitab bahwa Allah memiliki ketetapan-ketetapan yang dibuat Allah
sendiri. Ketika rasul Paulus menuliskan penyataan khusus yang dipercayakan
kepadanya, ia menyatakan bahwa hal itu “sesuai dengan maksud abadi, yang telah
dilaksanakanNya dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Ef.3:11). Begitu juga
Perjanjian Lama menyatakan bahwa sejarah Israel dan bangsa-bangsa di sekitarnya
adalah sesuai dengan tujuan yang ditetapkan Allah.
Pandangan
Calvinis extreme atau hiper-Calvinis (Supralapsarian) meletakan ketetapan
pemilihan di atas kejatuhan, mengetngahkan maksud Allah dengan perspektif
berikut:
1. Ketetapan menyelamatkan sebagian orang dan menghukum
yang lainnya.
2. Ketetapan menciptakan orang-orang yang akan
diselamatkan dan yang akan dihukum.
3. Ketetapan mengijinkan kejatuhan manusia dalam dosa.
4. Ketetapan menyediakan keselamatan bagi yang dipilih.
Pandangan
supralapsarian percaya Allah bukan hanya memilih sebagian orang untuk
diselamatkan, tetapi juga memilih yang lainnya untuk dihukum. Kita dipaksa
mempercayai bahwa dalam pemikiran Allah sejak semula sudah ada konsep mengenai
kelompok orang yang selamat dan kelompok yang lainnya terhilang.
Juga
ada pandangan Calvinis moderat atau disebut infralapsarian,
yang berarti di bawah, dan menunjukkan penempatan ketetapan pemilihan di
bawah kejatuhan. Urutan ketetapan infralapsarian
ialah:
1. Ketetapan Allah menciptakan
2. Ketetapan mengijinkan kejatuhan.
3. Ketetapan memilih sebagian orang diselamatkan dan
membiarkan yang lainnya.
4. Ketetapan menyediakan keselamatan bagi yang terpilih.
Infralapsarian
menggambarkan Allah sebagai yang menetapkan kejatuhan agar memiliki umat yang
akan diselamatkan ataupun dihukum, tetapi dengan menempatkan pemilihan setelah
kejatuhan, Allah digambarkan memilih dan menyelamatkan sebagian orang saja.
Pandangan Infralapsarian dan supralapsarian sama-sama mengajarkan pemilihan
yang terbatas.
Berikutnya
ada pandangan kelompok Sublapsarian yang menempatkan pemilihan di bawah
kejatuhan, namun membalikkan urutan pemilihan dan keselamatan seperti berikut:
1. Ketetapan menciptakan.
2. Ketetapan mengijinkan kejatuhan.
3. Ketetapan menyediakan keselamatan bagi semua orang.
4. Ketetapan memilih sebagian orang diselamatkan.
Pandangan
sublapsarian mengajarkan bahwa keselamatan telah disediakan cukup bagi semua
orang, tetapi hanya akan diaplikasikan kepada sebagian orang saja. Calvin
berkata: “Sudah jelas bahwa karena kehendak Allahlah kepada sebagian orang
keselamatan dianugerahkan dengan Cuma-Cuma, sedangkan sebagian orang dicegah
untuk memperolehnya” (Calvin, Institutio,
193).
Bagi
kelompok Armenian pemilihan sekedar pengetahuan Allah sebelumnya mengenai
mereka yang akan memilih untuk menerima tawaran keselamatan, daripada bahwa
Allah yang melakukan pemilihan itu. Ini kontras dengan ucapan Yesus “Bukan kamu
yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu” (Yoh.15:16). Pernyataan
kelompok Arminian adalah sebagai berikut:
1. Pemilihan disyaratkan oleh pengetahuan sebelumnya yang
Ilahi akan iman;
2. Penebusan adalah untuk semua orang;
3. Manusia tidak sanggup mencapai iman yang menyelamatkan
kecuali melalui pembaharuan kembali;
4. Anugerah tidak sepenuhnya berdaya guna dan tidak juga
tak dapat ditolak;
5. Orang yang telah diperbaharui, oleh anugerah ilahi
sanggup mengatasi segala pencobaan tetapi dapat saja tidak demikian dank arena
itu dapat terhilang.
Arminianisme
harus menolak jaminan kekal Allah bagi orang percaya, karena mendefinisikan
bahwa pemilihan adalah tindakan manusia dan manusia dapat saja mengubah
pilihannya. Yang benar adalah, ketika seseorang percaya pada pemilihan tanpa
syarat dari pihak Allah, ia juga harus percaya pada jaminan kekal terhadap
mereka yang dipilih, karena tidak mungkin memercayai pilihan yang Allah lakukan
akan mengalami kegagalan untuk terpenuhi.
Kesimpulannya
ialah Pribadi-Pribadi dalam ke-Allahan membuat rencana yang melibatkan
peciptaan materi alam raya yang luas dengan rombongan besar makhluk roh yang
disebut malaikat, dan suatu planet bernama bumi, tempat rencana ini akan
dijalankan. Allah menetapkan mengizinkan dosa masuk ke dalam dunia tanpa Ia
sendiri terlibat dalam mendatangkannya ataupun atas akibat-akibatnya. Tetapi
pada saat yang sama, Ia menetapkan menunjukkan kasih dan anugerahNya dalam
menyediakan keselamatan bagi ciptaan yang diciptakan berdasarkan gambar dan
rupaNya. Dalam program penyelamatan ini Ia merencanakan bagi manusia baik surga
maupun bumi dengan orang-orang berdosa yang diselamatkan oleh anugerahNya. Agar
program ini terlaksana Ia merencanakan Sang Anak datang ke dalam dunia, dalam
rupa manusia, menderita dan mati sebagai tebusan. Dan sebagai jaminan bagi
orang-orang yang ditebus Ia memilih mereka bagi diriNya, sebelum dasar-dasar
bumi diletakkan. Di liar pilihanNya, Alkitab menunjukkan tidak ada sorang pun
yang akan selamat (Roma 3:10-12) (Baker, 209-210).
Berikut
ini kata-kata yang mengungkapkan tentang ketetapan Allah yang dapat kita
pelajari:
1. Boule à keinginan, kehendak
(KJV: counsel; TB: rencana, kehendak, maksud, keputusan). Ini terdapat dalam:
-
KPR 2:23 Ã ….maksud dan rencanaNya….
-
KPR 4:28 Ã ….oleh kuasa dan kehendak-Mu…
-
Efesus 1:11 Ã …menurut keputusan
kehendakNya.
-
Ibrani 6:17 Ã …akan kepastian putusanNya,
Allah…
2. Praginosko dan Prognosis
à mengetahui sebelumnya dan pengetahuan sebelumnya
(KJV: foreknowledge; TB: rencana,
pilih). Contoh:
-
Roma 8:29 Ã sebab semua orang yang dipilhNya dari semula….
-
Roma 11:2 Ã Allah tidak menolak umatNya yang dipilihNya.
-
1Petrus 1:2,20 Ã orang-orang yang dipilih sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita …. Ia telah dipilih sebelum dunia dijadikan.
3. Prothesis à pemaparan (KJV: purpose;
TB: rencana, ketetapan, maksud). Contohnya adalah:
-
Roma 8:28 Ã ….mereka yang dipanggil sesuai dengan rencana Allah.
-
Roma 9:11 Ã …supaya rencana
Allah tentang pemilihanNya diteguhkan.
-
Efesus 1:9 Ã ….semua telah ditetapkanNya
di dalam Kristus.
-
Efesus 1:11 Ã ….sesuai dengan maksud
Allah….
-
Efesus 3:11 Ã sesuai dengan maksud
abadi yang telah dilaksanakanNya dalam Kristus Yesus.
-
2Timotius 1:9 Ã ….melainkan berdasarkan maksud dan kasih karuniaNya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada
kita…
4. Tasso à tunjuk, tetapkan
(KJV: ordain; TB: tentukan,
tetapkan). Contoh:
-
Roma 13:1 Ã ….pemerintah yang ada ditetapkan oleh Allah.
-
Efesus 1:11 Ã …semua orang yang ditentukan
Allah …..
5. Proorizo à membatasi sebelumnya
(KJV: predestination, determined before,
ordinained; TB: menetukan dari semula, menyediakan). Contoh:
-
Roma 8:29,30 Ã ….mereka juga ditentukanNya
dari semula untuk menjadi serupa ….Dan mereka yang ditentukanNya dari semula, mereka jiga dipanggilNya.
-
Efesus 1:5,11 Ã Dalam kasih Ia telah
menentukan kita dari
semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya,…..yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian
itu sesuai dengan mkasud Allah…
-
KPR 4:28 Ã …segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan
kehendakMu.
-
1Korintus 2:7 Ã …yang sebelum dunia dijadikan, telah disediakan Allah bagi kemuliaan kita.
PEKERJAAN ALLAH
A.
Penciptaan
Ajaran tentan penciptaan adalah dasar semua penyataan berikutnya
mengenai natur Allah serta hubunganNya dengan dengan Alkitab. Agama-agama dunia
dengan animism dan politeisme serta penyembahan berhala universal mereka, bertentangan
dengan tradisi Yahudi-Kristen. Hanya dalam Alkitab terdapat kepercayaan yang
positif tanpa kompromi serta terang mengenai penciptaan, dan kepercayaan yang
kuat terhadap penciptaan inilah yang menyebabkan semua penulis Alkitab mengutuk
penyembahan berhala dengan begiu konsisten dan dalam semua bentuknya (B.Ramm).
Penciptaan adalah permulaan dan dasar dari semua penyataan ilahi dan
sebagai akibatnya juga merupakan dasar dari semua kehidupan etis dan religious.
Doktrin penciptaan menekankan fakta bahwa Allah adalah asal mula dari segala
sesuatu dan bahwa segala sesuatu adalah
kepunyaanNya dan berhadapan denganNya. Roma Katolik berpendapat bahwa
pengetahuan doktrin penciptaan dapat diperoleh dari alam. Dunia dengan segala
isinya diciptakan oleh Tuhan, hanya dapat diyakini di dalam iman. Berita
tentang penciptaan itu kita dapatkan dari kesaksian Israel dalam Alkitab.
Pengetahuan tentang doktrin penciptaan ini diturunkan dari Alkitab saja dan
diterima melalui iman (Ibr.11:3).
B.
Mengapa Ajaran Penciptaan Penting?:
1. Alkitab sangat menekankan ajaran ini.
2. Ajaran penciptaan penting bagi penyembahan yang layak
bagi Allah.
3. Ajaran penciptaan mengungkapkan transendensi Allah.
4. Ajaran penciptaan terkait erat dengan kedaulatan
Allah.
5. Ajaran tentang penciptaan pentng sebagai dasar
kesatuan umat manusia.
6. Ajaran penciptaan penting untuk melihat keberdosaan
Adam serta seluruh umat manusia.
7. Ajaran penciptaan menunjukkan kesatuan hubungan
perkawinan serta suami sebagai kepala.
8. Ajaran penciptaan penting untuk melihat asal mula
kita.
9. Ajaran penciptaan membuktikan Alkitab dapat dipercaya.
C.
Tafsiran tentang Penciptaan
Kemajuan ilmu pengetahuan telah menimbulkan banyak persoalan dalam
memahami kisah penciptaan. Pada masa prailmu pengetahuan, teristimewa sebelum
adanya pengembangan di bidang geologi, umum dipercaya bahwa manusia diciptakan
pada hari keenam yakni setelah penciptaan materi alam semesta, dan sesuai
perhitungan silsilah kitab Kejadian, semua itu berlangsung sekitar tahun 4000
SM.
Charles Darwin mensiratkan bahwa penciptaan alam serta manusia terjadi
pada jutaan tahun yang lalu, berdasarkan rumusan teori evolusinya. Apa yang
dikemukan Darwin ini pun masih sebatas teori yang belum tentu kebenarannya.
Para ilmuan sekuler memegang pendapat ini sebagai kebenaran ilmiah.
Ada pendapat bahwa Allah menciptakan alam semesta ini dua kali, pertama
Kejadian 1,kedua pada masa Nuh setelah air bah. Karena pusaran air yang
menggenangi bumi selama enam bulan dapat merusak kehidupan di bumi, kecuali
yang selamat dalam bahtera. Ramm mengatakan tekanan air yang sungguh luar biasa
serta bercampurnya air asin dengan air bersih akan menghancurkan semua tumbuhan
dan kehidupan di laut, dan praktisnya memerlukan pencptaan ulang.
1. Teori Evolusi à alam semesta terjadi begitu saja melalui semacam
generasi yang terjadi atau muncul secara spontan. Semua tumbuhan dan binatang
yang telah muncul di bumi adalah turunan organism sederhana dan purba, dan
bahwa dalam proses berlangsungnya rangkaian utama perubahan evolusioner telah
muncul peningkatan terus-menerus terhadap kompleksitas dan keragaman
structural.
2. Teori Penciptaan
Lokal à ada dua kisah penciptaan Kejadia; satu bersifat
universal dan memiliki sejarah seperti yang digambarkan pada ahli geologi;
satunya lagi bersifat local berkaitan dengan waktu yang belum lama serta hanya
menyangkut negeri orang Yahudi.
3. Pandangan
Tradisional à penciptaan bumi terjadi hanya enam hari sebelum
penciptaan manusia dan bahwa manusia diciptakan dalam zaman sejauh seperti yang
ditunjukkan oleh kronologi yang tercatat dalam Alkitab.
4. Teori Geologi
Air Bah à sebelum air bah bumi diliputi iklim sedang yang dihasilkan baik oleh
semacam kanopi es yang melingkupi seluruh bumi yang kemudian mencair sehingga
terjadi air bah.
5. Teori Waktu
Ideal à pada saat penciptaan benda-benda langsung kelihatan seperti sudah
memiliki umur tertentu yang bukan umur sebenarnya. Dunia kelihatan sudah sangat
tua; usia idealnya barangkali telah miliaran tahun, sedangkan usia aktualnya
sendiri baru beberapa ribu tahun.
6. Teori Bencana
Besar Berurutan à pada masa lampau telah terjadi bencana besar
berturut-turut, setiap peristiwa bencana itu diikuti penciptaan bentuk-bentuk
baru kehidupan dan periode panjang aktivitas geologi beraturan.
7. Teori Hari
Panjang à memandang hari-hari dalam penciptaan kitab Kejadian itu sebagai
periode-periode waktu. Hari-hari penciptaan kitab Kejadian merupakan hari-hari aeon (ribuan hari) bukan hari-hari
matahari.
8. Teori Celah
Waktu à celah waktu di antara Kejadian 1:1 dan Kejadian 1:2 memungkinkan adanya
waktu yang panjang bagi semua zaman geologis. Ciptaan asal dalam Kejadian 1:1
muncul dalam kekekalan lampau; dan karena suatu hal telah menjadi tidak
berbentuk serta kosong (1:2). Pada masa sejarah, dalam enam hari Allah
memulihkan bumi ke dalam kondisi yang dapat dihuni (1:3-31).
9. Teori Enam Hari
Penciptaan à kitab Kejadian sama sekali tidak berbicara kapan Allah menciptakan atau
berapa lama Ia menyelesaikan penciptaan itu. Karena itu apa pun yang ditemukan
ahli-ahli geologi mengenai zaman purbakala bimu tidak akan bertentangan dengan
catatatan kitab Kejadian.
10. Teori Gambaran
dan Konkordisme Moderat à enam hari adalah hari-hari bersifat penggambaran yang
berciri penyataan, bukan hari harafiah atau hari-hari zaman. Hari-hari tersebut
bukan sepenuhnya kronologis dalam urutannya tetapi sebagian bersifat topic atau
logis.
11. Pandangan
Teologi Terhadap Kejadian à Alkitab hanya
menyangkut kebenaran rohaniah dan sama sekali tidak dimaksudkan untuk mengajarkan
kebenaran bersifat ilmu pengetahuan.
D.
Cakupan Luasnya Penciptaan
Kebesaran Allah akan terlihat baik dalam alam materi maupun alam roh.
Orang Kristen cenderung menyepelekan dunia materi, dengan beranggapan bahwa
melakukan sebaliknnya akan condong pada materialism. Tetapi materialism adalah
penolakan terhadap keberadaan apa pun selain yang rohani.
1.
Bumi.
Penulis Alkitab
kelihatannya tidak mengetahui pasti tentang bumi itu bulat bahkan tidak paham
mengenai ukuran bumi sebenarnya.
ü Ayub 22:14 à berbicara mengenai
Allah yang “berjalan-jalan sepanjang lingkaran langit”
ü Ayub 38,39 à Allah mengajukan
pertanyaan kepada Ayub yang tidak bisa dijawab Ayub.
ü Mazmur 19:7 à mengenai peredaran
matahari, dan walaupun pernyataan-pernyataan tersebut bukan bukti tentang
bulatnya bumi, setidaknya ada kecocokan dengan itu.
ü Mazmur 103:11 à “tetapi setinggi
langit di atas bumi, demikian besarnya kasih setiaNya atas orang-orang yang
takut akan Dia.”
ü Yesaya 40:12 à sejak masa Yesaya
hingga sekarang orang telah mempelajari cara menimbang bumi serta benda langit
lainnya. Bahkan Isaak Newton menemukan hukum Gravitasi.
ü Amsal 25:2 à “Kemuliaan Allah
ialah merahasiakan sesuatu, tetapi kemuliaan raja-raja ialah menyelidiki
sesuatu.”
2.
Tata Surya
Rujukan utama
pada system tata surya adalah terhadap dua benda penerang besar, Matahari dan
Bulan. Setidaknya Matahari disebut sebanyak 165 kali dalam Alkitab dan Bulan
sebanyak 61 kali. Dalam kisah penciptaan Kejadian 1:14 dikatakan: “Berfirmanlah
Allah: Jadilah benda-benda penerang pada cakrawala untuk memisahkan siang dari
malam. Biarlah benda-benda penerang itu menjadi tanda yang menunjukkan
masa-masa yang tetap dan hari-hari dan tahun-tahun.” Sejak semula diciptakan,
Matahari dan Bulan telah menjadi dasar bagi penghitungan hari, bulan dan tahun.
Demikian juga penghitungan hari-hari keagamaan Yahudi serta cara mengoreksi
kalender menyangkut perbedaan antara tahun matahari dan tahun bulan.
3.
Galaksi
Umumnya Galaksi
ini merupakan gugusan bintang-bintang yang tak terhitung jumlahnya (Yer.33:22).
Ada yang jauh sekali dan ada yang dekat, ada yang terlalu redup dan teran ada
yang terang. Ciptaan galaksi ini menjadi bukti nyata bagi kemahakuasaan dan
kebesaran Allah. Allah yang tak terbatas telah menaburkan gugusan-gugusan orbit
yang sungguh tidak terbilang banyaknya di jagat raya. Dalam Yeremia 31:35,36
menjelaskan keteraturan gerak benda langit mengajarkan Israel akan
ketidaberubahan dan kesetiaan Allah. Untuk diketahui: Galaksi Bimasakti, tempat
kita berada dalam jagat raya ini memiliki diameter sepanjang 5.865.906.000.000
mil. Jika dalam alam semesta ciptaan Tuhan ini terdapat banyak gugusan tata
surya, terasa betapa kecilnya manusia dalam bumi di jagat raya ini, seperti uap
saja. Bumi ini seperti bola bakteri dalam jagat raya yang diisi enam miliar
manusia dengan diameternya 60.000.000 mil, tentu bola bumi ini seperti sebutir
pasir di tepi pantai. Menurut ilmuan, setidaknya ada 100 miliar gugusan tata
surya, dengan masing-masing berisi antara 100 juta sampai 100 miliar bintang.
Sungguh tak terpahami oleh kita.
E.
Maksud Allah Dalam Penciptaan
1. Menghubungkan manusia dengan Allah. Penciptaan
dilakukan Allah atas kehendak dan kuasaNya untuk menunjukkan bahwa ada garis
perbedaan di antara Tuhan dengan manusia. Namun penciptaan bukan untuk
memisahkan manusia dengan Allah melainkan menghubungkan manusia dengan Allah.
Sekalipun menekankan perbedaan yang ada di antara Allah dan manusia, namun di
lain pihak penciptaan juga menunjukkan kasih Allah kepada manusia. Sekalipun
berbeda, Allah berkehendak juga bersekutu dengan manusia. Manusia diperkenankan
menjadi partner. Dengan menciptakan manusia Allah juga membebani diriNya untuk
memelihara dan memerintah milikNya. Allah tidak menganggap hina untuk bersekutu
dengan manusia.
2. Menyiapkan karya keselamatan. Penciptaan adalah karya
Tuhan untuk mempersiapkan adalnya ruang dan kemungkinan bagi keselamatan yang
akan dikerjakan oleh Allah di dalam Kristus Yesus. Tuhan Allah telah bermaksud
menyelamatkan manusia di dalam Kristussebelum dunia dijadikan. Untuk maksud ini
Allah menciptakan dunia agar ada tempat di mana keselamatan dapat dimungkinkan
terjadi.
3. Memenuhi bumi ciptaan dan menjalankan misi. Manusia
sebagai puncak ciptaan diberi mandat untuk memenuhi bumi, menguasai dan
mengaturnya sedemikian rupa. Manusia diperkenankan memanfaatkan barang-barang
duniawi, asal saja ditujukan kepada kemuliaan Allah yang menciptakannya. Makan
dan minum bukanlah dosa. Bahkan orang beriman wajib mengusahakan kemajuan di
bidang ekonomi, sosial, politik dan lain sebagainya. Kejadian 1:28, dikenal
sebagai mandat budaya ditujukan bagi manusia untuk hidup dalam alam semesta
ciptaan Tuhan ini. Paling tidak Tuhan memberi tiga perintah misi: beranakcucu,
memenuhi bumi, berkuasa atas alam semesta ini. Beranak cucu menunjukkan
kehidupan pernikahan dalam berkat Allah. Memenuhi bumi merupakan tugas tambahan
untuk menghiasi sudut-sudut bumi ciptaan Tuhan ini bagi kesenangan Allah.
Menguasai alam semesta merupakan kepercayaan pengaturan alam semesta untuk
kemaslahatan segenap manusia dan bagi kemuliaan Tuhan.
PENCIPTAAN DUNIA SPIRITUAL
a. Asal
mula Malaikat.
Malaikat adalah
makhluk ciptaan yang memiliki permulaan. Seluruh Alkitab beranggapan bahwa
malaikat itu ada, yaitu baik malaikat yang baik maupun malaikat yang jahat.
1. Ayub
38:4-7;
2. Mazmur
148:2-5;
3. Yohanes
1:3;
4. Kolose
1:16;
5. Efesus
6:12;
Saat
penciptaan malaikat tidak disebutkan dengan jelas dalam Alkitab, namun
sangatlah mungkin bahwa malaikat diciptakan sebelum langit dan bumi diciptakan.
Yang jelas malaikat sudah ada pada waktu Kejadian 3:1 yaitu ketika Iblis,
makhluk malaikat, menampakkan diri.
b. Beberapa
Pengertian.
Berasal dari kata
Ibrani malak “utusan”; ditujukan pada
utusan manusia (1Raj. 19:2) atau utusan ilahi (Kej. 28:12). Arti dasar dari
kata itu adalah “ia yang diutus.” Sebagai utusan ilahi, malaikat adalah
“keberadaan surgawi yang ditugaskan oleh Allah untuk melaksanakan
perintah-perintah tertentu” (Gerhard von Raad). Kata malak ditemukan 103 kali dalam PL. Kata Yunani angelos muncul 175 kali dalam PB; namun yang ditujukan kepada
manusia hanya 6 kali. kata angelos sama
dengan kata Ibrani malak; kata itu
juga berarti “utusan…yang berbicara dan bertindak atas nama orang yang mengutus dia.”
1. Malaikat
disebut Putra Allah (Ayb. 1:6; 38:7)
pada tahap sebelum mereka jatuh, mereka adalah putra Allah yang diciptakan-Nya.
2. Malaikat
disebut Yang Kudus (Maz. 89:5,7)
dalam arti bahwa mereka “dikhususkan atau dipisahkan” oleh Allah dan untuk
Allah sebagai pelayan dari kekudusan-Nya.
3. Malaikat
disebut Tentara, yang dapat
dimengerti sebagai tentara surgawi (Maz. 89:6,8; 1Sam. 17:45). Farsa-frasa itu
digunakan untuk menjabarkan para malaikat-malaikat sebagai “tentara surgawi”
(1Sam. 1:11), dan sebagai jutaan keberatan surgawi yang mengelilingi Allah
disebut “tentara” dalam frasa “Tentara surgawi Tuhan” (Yes. 31:4).
c. Eksistensi
dan sifat Malaikat.
1. Pada
mulanya semua malaikat diciptakan kudus. Allah menyatakan bahwa ciptaan-Nya
baik (Kej. 1:31). Dan memang, Allah tidak dapat menciptakan dosa. Bahkan
setelah dosa masuk ke dalam dunia, malaikat-malaikat Allah yang baik, yang
tidak memberontak kepada Allah, disebut kudus (Mrk. 8:38). Ini adalah
malaikat-malaikat pilihan (1Tim. 5:21) yang sangat berbeda dengan malaikat
jahat yang mengikuti Setan dalam pemberontakannya melawan Allah (Mat. 25:41).
Di samping diciptakan kudus, semua malaikat
dikelilingi oleh kekudusan. Penciptaan mereka penuh kekudusan. Suasana tempat
mereka tinggal dan melayani, sebelum Setan jatuh ke dalam dosa, adalah tanpa
cacat dan noda dosa.
2. Bersifat
makhluk. Pada Malaikat, bukan Pencipta. Namun, mereka adalah suatu golongan
makhluk yang terpisah dan berbeda, misalnya terpisah dan berbeda dari manusia
(1Kor. 6:3; Ibr. 1:14). Sebagai makhluk, kekuasaan, pengetahuan, dan kegiatan
mereka terbatas (1Ptr. 1:11-12; Why. 7:1). Seperti semua makhluk yang
bertanggung jawab, pada malaikat pun akan tunduk kepada pengadilan (1Kor. 6:3;
Mat. 25:41). Pemazmur berseru agar semua alam semesta memuji Allah atas
ciptaan-Nya. Bersama dengan semua makhluk surgawi yang lain, malaikat ciptaan
Allah dengan firman-Nya
ü Maz.
148:2-5;
ü Ayub
38:6-7;
ü Kolose
1:16
3. Malaikat
adalah keberadaan yang bersifat roh.
Meskipun malaikat dapat menyatakan diri mereka pada manusia dalam wujud tubuh
manusia (Kej. 18:3) mereka tetap disebut “roh” (Ibr. 1:14), hal itu menunjukkan
bahwa mereka tidak memiliki tubuh seperti manusia. Jadi mereka tidak berfungsi
seperti manusia dalam kaitan dengan perkawinan.
ü Mrk.
12:25;
ü malaikat
juga tidak mati (Luk. 20:36).
ü malaikat
disebut “angin” atau ”roh” (Maz. 104:4; bdk. Ibr. 1:7);
ü Roh
yang melayani; Ibr. 1:14;
ü Lukas
1:26;
ü Yohanes
10:12;
ü Ibrani
13:2;
Malaikat-malaikat, roh-roh jahat (yang
dianggap bahwa mereka adalah malaikat-malaikat yang jatuh), dan Setan termasuk
suatu golongan makhluk yang dapat dinamakan makhluk-makhluk halus. Para
malaikat disebut roh-roh yang melayani (Ibr. 1:14). Roh-roh jahat disebut
roh-roh yang najis dan jahat (Luk. 8:2; 11:24), dan Setan adalah roh yang
sekarang bekerja di antara orang-orang durhaka (Ef. 2:2). Sebagai makhluk halus
mereka bersifat roh tidak bertubuh.
4. Malaikat
merupakan suatu kelompok bukan suatu bangsa.
Dalam Alkitab malaikat disebut sebagai bala
tentara, dan bukan sebagai bangsa (Maz. 148:2). Malaikat tidak pernah menikah
atau dinikahkan, juga tidak pernah mati. Mereka disebut sebagai “anak-anak
Allah” dalam PL (Ayub 1:6; 2:1; 38:7; bdk. Kej. 6:2,40), namun tidak pernah
Alkitab menyebutkan tentang adanya anak-anak malaikat. Kata “malaikat” dalam
Alkitab dipakai dalam bentuk maskulin. Pemakaian bentuk maskulin tidak berarti
bahwa malaikat berjenis kelamin laki-laki. Karena malaikat ini merupakan suatu
kelompok dan bukan suatu bangsa, maka mereka berbuat dosa secara perorangan.
Mungkin karena hal ini Tuhan tidak menyediakan keselamatan untuk
malaikat-malaikat yang jatuh.
ü Lukas
24:4;
ü Markus
16:5;
ü Ibrani
2:16;
5. Pengetahuan
malaikat lebih tinggi dari manusia, namun malaikat tidak mahatahu.
ü 2Samuel
14:20;
ü Matius
24:36;
ü Lukas
4:34;
ü 1Timotius
5:21;
ü 1Petrus
1:11-12;
6. Malaikat
lebih kuat dari pada manusia, namun tidak mahakuasa.
ü Pahlawan
perkasa; Maz. 103:20;
ü Memiliki
kuasa; Mat. 28:2; Kis. 5:19; 12:7;
ü 2Tesalonika
1:7;
ü Lebih
perkasa dari manusia; 2Ptr. 2:11;
ü Kekuatan
terbatas; Why. 12:7;
ü Meminta
kekuatan Mikhael; Dan. 10:13; Yudas 9; Ayub 1:12; 2:6;
7. Malaikat
lebih luhur dari manusia, namun tidak mahahadir. Malaikat tidak berada di dua
tempat sekaligus. Mereka mengembara di atas muka bumi.
ü Zakharia
1:11;
ü 1Petrus
5:8;
ü Daniel
9:21-23; 10:10-14;
ü 2Korintus
11:15;
ü Ibrani
1:14;
8. Malaikat
memiliki urutan lebih tinggi dari manusia.
Umat manusia, termasuk Tuhan kita yang telah
berinkarnasi, adalah “lebih rendah dari para malaikat” (Ibr. 2:7). Para
malaikat tidak tunduk pada keterbatasan manusia, khususnya karena mereka tidak
dapat mati (Luk. 20:36). Namun malaikat memiliki keterbatasan-keterbatasan
dibandingkan dengan manusia, secara khusus dalam hubungan di masa depan. Para
malaikat tidak diciptakan berdasarkan gambar Allah, karena itu, mereka tidak
memiliki akhir kemuliaan yang dimiliki manusia yang telah ditebus oleh Kristus.
Pada masa akhir, manusia yang telah ditebus akan ditinggikan di atas
malaikatNya (1Kor. 6:3).
9. Malaikat
bersifat kekal tidak bertambah banyak. Tuhan tidak menurunkan
malaikat-malaikat bayi (Mat. 22:30), dan
tidak akan mati (Luk. 20:36). Namun malaikat-malaikat yang jahat akan dihukum
di tempat yang terpisah dari Allah (Mat. 25:41; Luk. 8:31).
d. Pengelompokan
Malaikat.
Sekalipun
Alkitab tidak memberi tahu jumlah yang pasti, kita diberi tahu jumlah mereka
yang banyak sekali. Malaikat-malaikat merupakan jumlah yang sangat besar, yang
tidak dapat dihitung. Berapa banyaknya tidak dinyatakan secara pasti meskipun sementara
orang mengusulkan bahwa jumlah malaikat di semesta alam ini sama dengan jumlah
segenap manusia di sepanjang sejarah (mungkin dinyatakan secara tidak langsung
dalam Matius 18:10). Jumlah malaikat tetap, tidak bertambah dan tidak
berkurang.
1. Daniel
7:10;
2. Matius
26:53;
3. Ibrani
12:22; beribu-ribu
4. Wahyu
5:11;
Tentang organisasi
malaikat, Alkitab tidak berbicara tentang “majelis” dan “dewan” malaikat (Maz.
89:6,8), tentang organisasi mereka untuk peperangan
d1. Dalam peperangan;
Why. 12:7;
d2. Klasifikasi
pemerintahan; Ef. 3:10;
d3. Efesus 6:12;
Tidak disangsikan
bahwa Allah telah mengorganisasikan malaikat-malaikat pilihan dan Setan telah
mengorganisasikan malaikat-malaikat yang jahat.
Penggolongan Malaikat:
1. Penghulu
Malaikat.
Dalam hal ini hanya Mikhael yang ditunju
sebagai penghulu malaikat atau malaikat yang berkedudukan tinggi (Yud. 9; 1Tes.
4:16).
2. Penguasa-penguasa
pemerintahan dan Pemimpin terkemuka.
·
Efesus 6:12 menunjuk pada
“tingkatan dari para malaikat yang jatuh”; pemerintah
adalah “mereka yang berada di tingkatan pertama atau tinggi”; penguasa adalah “mereka yang diberi
otoritas”; penghulu dunia yang gelap “mengekpresikan
kuasa atau otoritas yang mereka terapkan atas dunia ini”; roh-roh jahat di udara menjabarkan roh-roh jahat, “mengekpresikan
karakter dan natur mereka.
·
Daniel 10:13 menunjuk kepada
“pangeran dari kerajaan Persia” yang melawan Mikhael. Ini bukan raja Persia,
melainkan malaikat yang jatuh di bawah kuasa setan; ia adalah iblis “dari tingkat
yang tinggi, ditugaskan oleh iblis, setan, kepada Persia sebagai wilayah khusus
untuk aktivitasnya” (lihat Why. 12:7).
3. Kerub.
Ini adalah golongan malaikat lainnya. Kerub jelas memiliki derajat yang tinggi
karena Setan adalah juga kerub (Yeh. 28:14,16). Kerub berfungsi sebagai
pelindung kekudusan Allah, yang telah melindungi jalan yang menuju ke pohon
kehidupan di taman eden (Kej. 3:24). Penggunaan kerub-kerub sebagai hiasan
dalam Kemah Suci menunjukkan fungsi mereka membawa kereta beroda yang dilihat oleh
Yehezkiel (Yeh. 1:4-5; 10:15-20). Empat makhluk hidup dalam Wahyu 4:6 disebut
sama dengan kerub, meskipun ada sebagian orang merasa bahwa makhluk-makhluk ini
melambangkan sifat-sifat khas Allah. Gambaran kerub juga menjadi bagian dari
Bait Suci Kerajaan Seribu Tahun (Yeh. 41:18-20).
4. Serafim.
Kata Serafim berarti “yang dibakar”, digambarkan mengelilingi takhta Allah
dalam Yesaya 6:2. Setiap serafim dijelaskan memiliki empat saya. Tiga rakaian
seruan mereka “suci, suci, suci” (Yes. 6:3), berarti “mengakui Allah sebagai
sangat sempurna dalam kekudusan-Nya. Karena itu, mereka memuji dan menyerukan
kesempurnaan kekudusan Allah. Serafim juga mengekpresikan bahwa manusia harus
disucikan dari dosa moral sebelum ia dapat berdiri di hadapan Allah dan
melayani Dia.
Malaikat-malaikat
khusus:
1. Gabriel
(Dan. 9:21; Luk. 1:26). Namanya berarti “manusia Allah” atau “Allah adalah
kuat”. Gabriel sepertinya utusan khusus Allah dari program kerajaan-Nya di mana
dalam setiap pemunculannya sebanyak empat kali dalam catatan Alkitab.
·
Daniel 9:21-27; Gabriel
menjelaskan peristiwa dari tujuhpuluh minggu untuk Israel.
·
Lukas 1:26-27; Gabriel
mengatakan kepada Maria bahwa seorang yang akan dilahirkan melalui dia akan
menjadi besar dan memerintah di atas takhta Daud.
·
Daniel 8:15-16; Gabriel
menjelaskan tentang penerus kerajaan-kerajaan Media Persia dan Yunani, demikian
pula akhir dari kematian Alexander Agung.
·
Lukas 1:11-20; Gabriel
mewartakan kelahiran Yohanes Pembaptis kepada Zakharia.
2. Malaikat-malaikat
yang diberi tanggung jawab khusus.
Malaikat-malaikat tertentu disebutkan dalam
hubungannya dengan tugas khusus yang mereka lakukan.
·
Wahyu 14:18; malaikat yang
berkuasa atas api.
·
Wahyu 16:5; malaikat yang
berkuasa atas air.
·
Wahyu 9:11; malaikat jurang
maut.
·
Wahyu 20:1-2; malaikat yang
mengikat setan.
3. Malaikat-malaikat
yang berhubungan dengan hukuman-hukuman yang akan datang.
·
Wahyu 8-9;
·
Wahyu 16;
4. Malaikat-malaikat
Ketujuh jemaat dalam Wahyu 2-3.
Setiap surat ditujukan kepada setiap
“malaikat” dari ketujuh jemaat, dan malaikat-malaikat itu terlihat di tangan
kanan Kristus yang telah bangkit (Why.1:16-20). Tidak dapat dipastikan apakah
mereka itu sungguh malaikat atau orang yang menjadi pemimpin jemaat-jemaat itu.
Meskipun kata “malaikat” jelas berarti pesuruh,kata itu dapat menunjukkan kepada
suatu makhluk yang melebihi manusia, yaitu menunjuk kepada malaikat pelindung
untuk setiap jemaat. Kata itu mungkin menunjuk kepada orang yang berfungsi
sebagai pesuruh, yaitu menunjuk kepada orang yang menjadi pemimpin (pendeta)
setiap jemaat.
5. Malaikat
Yahweh.
Malaikat Yahweh adalah Christophany, yaitu perwujudan Kristus sebelum Ia menjelma menjadi
manusia. Malaikat berbicara sebagai Allah, menyamakan diriNya dengan Allah, dan
menggunakan hak istimewa Allah. Pengejawantahan itu berakhir sesudah Kristus menjelma
menjadi manusia. Hal ini menguatkan kesimpulan bahwa Malaikat itu adalah
Kristus sebelum menjelma menjadi manusia.
·
Kej. 16:7-112;
·
Kej. 21:17-18;
·
Kel. 3:2;
·
Hak. 2:1-4;
·
Hak. 13:3-22;
·
2Sam. 24:16;
·
Zak. 1:12;
·
Zak. 12:8;
Pemikiran praktis:
Para malaikat
diorganisasi; roh-roh jahat diorganisasi; namun orang-orang Kristen, baik
secara perseorangan maupun dalam kelompok-kelompok, sering merasa bahwa mereka
tidak perlu diorganisasi. Ini benar terutama dalam hal melawan kejahatan.
Kadang-kadang orang percaya merasa bahwa mereka dapat berusaha sendiri-sendiri
dan mengharapkan kemenangan tanpa terlebih dahulu membuat persiapan yang tertib
dan terorganisir.
e. Pelayanan
Malaikat.
1. Pelayanan
kepada Allah
Kerub mempunyai pelayanan kepada Allah
dalam mempertahankan kekudusan Allah.
Serafim memiliki pelayanan Allah dalam
mengelilingi takhta Allah di mana mereka melayani kekudusan Allah.
2. Pelayanan
kepada Kristus
a. Pada
Kelahiran Kristus.
ü Nubuat. Malaikat
memprediksi kelahiran-Nya (Luk. 1:26-38). Gabriel datang pada Maria menjelaskan
bahwa anak yang dikandungnya akan disebut “Putra dari Yang Mahatinggi”, yang
akan memerintah di takhta Daud, ayah-Nya, dan akan memiliki kerajaan kekal.
ü Berita. Malaikat
memberitakan kelahiran Kristus kepada para gembala dan kemudian disertai
puji-pujian oleh sejumlah besar malaikat (Luk.2:8-15).
b. Selama
pelayanan Kristus
ü Peringatan. Malaikat
melindungi Kristus pada masa kecil. Yusuf dan Maria diperingatkan oleh malaikat
supaya melarikan diri ke Mesir untuk menghindari kemarahan Herodes (Mat.2:13-15).
Dan seorang malaikat juga memberi petunjuk kapan saat yang aman untuk kembali
ke tanah Israel (Mat.2:20).
ü Pelayanan. Setelah
Yesus dicobai, malaikat melayani Dia (Mat.4:11). Pelayanan itu kemungkinan
besar termasuk di dalamnya dorongan setelah empat puluh hari pencobaan yang
melelahkan, sebagaimana yang dilakukan malaikat pada Elia (1Raj. 19:5-7).
Malaikat juga melayani Yesus ketika Dia mengalami ketegangan di Taman Getsemani
(Luk, 22:43). Malaikat menguatkan Dia pada saat Ia bergumul dalam doa tentang
penyalibanNya.
ü Pembelaan. Yesus
meyakinkan semua orang bahwa satu legiun malaikat siap datang untuk membela Dia
apabila mereka dipanggil (Mat.26:53).
c. Sesudah
kebangkitan Kristus.
ü Seorang
malaikat menggulingkan batu dari kubur (Mat. 28:1-2).
ü Para
malaikat memberitakan kebangkitan Kristus (Mat. 28:5-7; Mrk. 16:6-7; Luk.
24:4-7). Para malaikat mengundang para wanita untuk masuk ke kuburan yang
kosong untuk melihat kain pembalut yang kosong, sehingga mereka bisa yakin akan
kebangkitan-Nya dan mewartakannya kepada dunia.
ü Para
malaikat hadir pada kenaikan-Nya (Kis.1:10). Sebagaimana para malaikat
mengelilingi takhta Bapa, demikian pula para malaikat menghadiri kenaikan yang
penuh kemenangan dari Putra Allah ke dalam kemuliaan dan mengingatkan
orang-orang yang memandang ke atas akan kembalinya Yesus dengan penuh
kemenangan pula di masa yang akan datang.
d. Pada
KKKK
ü Pengangkatan. Akan terdengar suara penghulu malaikat pada
saat pengangkatan gereja (1Tes. 4:16).
ü Malaikat-malaikat
akan menyertai Kristus pada kedatangan-Nya yang kedua kali (Mat. 25:31; 2Tes.
1:7).
ü Malaikat-malaikat
akan memisahkan gandum dari ilalang saat kedatangan Kristus kedua (Mat.
13:39-40).
3. Melayani
orang percaya.
Para malaikat disebut “roh-roh yang
melayani” dalam Ibrani 1:14. Kata melayani
(leitourgika) tidak meliputi ide perbudakan saja, tetapi suatu fungsi
jabatan. Mereka telah ditugaskan dan diutus dengan tanggungjawab untuk menolong
prang percaya.
·
Perlindungan dalam hal
fisik. Malaikat memproteksi Daud pada waktu ia dipaksa untuk lari ke Filistin
(Maz. 34:8). Para malaikat mengagalkan rencana dari musuh-musuh umat Allah
(Maz. 35:4-5). Para malaikat melindungi orang-orang yang berlindung pada Allah
dari kecelakaan fisik (Maz. 91:11-13).
Malaikat membebaskan para rasul dari penjara (Kis. 5:19; 12:7-11).
Malaikat juga akan melindungi 144.000 orang pada masa Tribulasi (Why. 7:1-14).
·
Pemeliharaan secara fisik.
Malaikat membawa makanan bagi Elia pada waktu lemah dari perjalanan yang jauh
(1Raj. 19:5-7).
·
Dorongan. Selama badai di
laut, malaikat mendorong Paulus, mengingatkan dia, bahwa ia akan tiba dengan
selamat di Roma untuk bersaksi bagi Kristus (Kis. 27:23-25).
·
Petunjuk kepada keselamatan.
Malaikat menolong dalam memenangkan orang bagi Kristus (Kis. 8:26; 10:3).
·
Jawaban doa. Malaikat membawa
jawaban-jawaban atas doa orang percaya (Kis. 12:5-10).
·
Kehadiran pada saat
kematian. Malaikat memelihara orang-orang benar pada saat kematiannya (Luk.
16:22).
4. Relasi
dengan orang yang tidak percaya.
·
Malaikat memberitahukan
hukuman-hukuman yang akan datang (Kej. 19:13; Why. 14:6-7; 19:17-18).
·
Malikat memberikan hukuman
kepada orang-orang berdosa (Kis. 12:23; Why. 16:1).
·
Malaikat akan memisahkan
orang-orang fasik dan orang-orang benar
(Mat. 13:39-40).
·
Para malaikat akan meniup
terompet penghakiman selama Tribulasi (Why. 8:2-12; 9:1,13; 11:15)
·
Para malaikat akan
mencurahkan cawan penghakiman atas bumi (Why. 16:2-17)
5. Pelayanan-pelayanan
khusus.
·
Malaikat membawa
jawaban-jawaban doa (Kis. 12:5-10)
·
Malaikat menolong
memenangkan orang-orang bagi Kristus (Kis. 8:26; 10:3).
·
Malaikat memperhatikan
keadaan, pekerjaan dan penderitaan orang Kristen (1Kor. 4:9; 11:10; Ef. 3:10;
1Ptr. 1:12).
·
Malaikat memberikan dorongan
dan membesarkan hati orang Kristen pada waktu menghadapi bahaya (Kis.
27:23-24).
·
Malaikat memelihara
orang-orang benar pada saat kematian (Luk. 16:22).
f. Kejatuhan
Malaikat.
1. Fakta
kejatuhan malaikat.
Hal yang tidak bisa dipungkiri ialah adanya
kejahatan di bumi ini. Malaikat-malaikat yang jahat telah melakukan kejahatan
di bumi ini.
2. Waktu
kejatuhan malaikat
Tidak ada data dalam Alkitab kapan malaikat
jatuh, karena Iblis telah masuk ke dalam taman Eden dalam Kejadian 3 dan
menggoda Hawa untuk berbuat dosa.
3. Penyebab
kejatuhan malaikat.
Penyebabnya ialah kesombongan dan tinggi
hati, seperti dalam Yehezkiel 28:16.
Tingkatan yang luar biasa dalam posisi malaikat memimpin dia pada
kesombongan. Yesaya 14:12-14 menjabarkan dosanya yang menuju kejatuhannya. Lima
“Aku hendak” dalam Yehezkiel 28:17 menekankan dosanya. Ia menginginkan untuk
memasuki hadirat Allah dan mendirikan takhtanya di atas takhta Allah di atas
malaikat yang lain. Ia ingin menjadi seperti “Yang Maha Tinggi”. Berikut
penjabaran Yehezkiel 28;
·
Aku
hendak naik ke langit. Karena kedudukannya sebagai
penjaga kekudusan Allah, ia memang punya hak untuk masuk ke langit. Tetapi
ucapannya ini menyatakan keinginannya untuk menguasai dan tetap tinggal di
langit dalam keadaan yang setara dengan Allah.
·
Aku
hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah. Ungkapan
ini berarti bahwa setan ingin memerintah atau menguasai semua malaikat. Kata
“bintang-bintang” menunjukkan pada istilah malaikat di langit.
·
Aku
hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh di sebelah utara. Ini
menerangkan bagaimana setan berambisi untuk menguasai alam semesta sebagaimana
yang biasa dilakukan oleh kumpulan dewa-dewa orang Babel.
·
Aku
hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan. Awan-awan
seringkali dihubungkan dengan kehadiran Allah. Setan menginginkan kemuliaan
yang dimiliki Allah (Lihat, Kel. 16:10; Why. 19:1)
·
Aku
hendak menyamai Yang Maha Tinggi. Dalam hal ini setan
ingin menjadi seperti atau menyamai Tuhan. Nama Elyon untuk Allah menekankan pada kekuatan dan kedaulatan Allah
(Kej. 14:18). Setan ingin berkuasa seperti Allah. Setan ingin menjalankan
otoritas dan kekuasaan di dalam dunia ini yang sebenarnya hanya menjadi milik
Allah. Dosanya merupakan penentangan langsung terhadap kuasa dan otoritas
Allah.
4. Dampak
kejatuhan malaikat.
·
Perubahan besar terjadi dalam hati Lucifer pada saat ia berdosa. Sebelumnya
Lucifer mengasihi dan mentaati Tuhan dan menjadikan Tuhan sebagai Raja di dalam
hatinya. Namun Lucifer telah berubah. Ia sekarang hanya mengasihi dirinya
sendiri. Ia tidak ingin Tuhan bertakhta dalam hatinya. Sebaliknya, ia
meletakkan "dirinya sendiri" menduduki takhta hatinya. Dosa
kesombongan yang mulai di dalam hati Lucifer telah mengantarnya kepada sikap
mengasihi diri sendiri. Sikap mengasihi diri sendiri ini telah mengantarnya
kepada mementingkan keinginan diri sendiri yang akhirnya telah membawanya
kepada pemberontakan terhadap Penciptanya.
·
Dicampakkan oleh Tuhan. Lucifer merasa tidak puas lagi sebagai
malaikat yang tertinggi berada di bawah kekuasaan Tuhan. Ia menginginkan
kedudukan yang lebih tinggi, yakni ia ingin menjadi Tuhan! Namun Tuhan
mengetahui apa yang ada dalam hati Lucifer itu sehingga ia dicampakkan dari
kedudukannya yang tinggi itu. Namanya kemudian diganti dari Lucifer (putra
Fajar) menjadi "Setan" yang berarti "musuh". Demikianlah
awalnya Setan memulai perlawanannya kepada Tuhan dan menyebarkan segala jenis dosa
dan kejahatan di dunia ini.
·
Akan diremukkan (Kej. 3:15). Allah memberitahu setan bahwa ia akan
memiliki kemenangan kecil (“engkau akan meremukkan tumitnya”). Tetapi Kristus
akan memiliki kemenangan besar melalui salib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar