A. Introduksi Kitab Ibrani
Kitab Ibrani merupakan salah satu
surat yang cukup istimewa dalam kanon PB. Oleh sebab itu pertanyaan-pertanyaan
pendahuluan berkaitan dengan pembaca, waktu dan tujuan penulisan memiliki
kepentingan yang khusus dalam membahas teologi Ibrani. Pandangan yang diambil
berkaitan dengan isu-isu ini akan menentukan penafsiran dari teologi Ibrani.
1. Penulis Ibrani
a. Bukti Eksternal:
1) Eusebius mengatakan bahwa, “Siapapun yang menulis surat
ini, Allah tahu ini adalah kebenaran.”
(mis. Bahwa Paulus
yang menulisnya.)
2) Bapa-bapa gereja Timur, secara tradisional dan mereka
konservatif, menerima kepenulisan Paulus terhadap surat Ibrani (Clement dari Alexandria, Origen).
3) Bapa-bapa gereja Barat menolak kepenulisan Paulus
terhadap surat Ibrani (Hippolytus dan Irenaeus).
b. Bukti Internal:
1) Ini adalah salah satu buku
dalam Perjanjian Baru yang tidak menyebutkan nama penulisnya, namun bukti
internalnya bisa menolong.
2) Penulisnya adalah seorang
jenius dalam hal intelektual dan rohani dari abad I yang sangat dikenal oleh
penerima surat.
3) Penulisnya adalah seseorang
yang sangat faham tentang perbedaan doktrin kekristenan dan segala
perkembangannya atas Yudaisme.
4) Layak dipertanyakan bila
ada yang menolak kepenulisan Paulus, yaitu apakah ada sesuatu yang bertentangan
kalau Paulus menulisnya.
c. Penulis alternatif:
Apollos, Barnabas, Lukas, Priskilla, Sillas dsb.
d.
Argumentasi yang dikemukakan untuk menentang kepenulisan Paulus:
1) Tidak ada namanya dan dalam 2 Tes.
3:17, Paulus mengatakan ia adalah rasul untuk orang non-Yahudi, sehingga
membuat janji-janji itu untuk jemaat-jemaat non-Yahudi;--Ia tidak mendasarkan
argumentasinya untuk menjelaskan Yudaisme dengan kekristenan di atas otoritas
kerasulannya, tetapi di atas otoritas Perjanjian Lama.
2) Style tulisan dan vocabulary ada
banyak yang tidak ada dalam surat Paulus Argumentasi ini sangat lemah mengingat
isi surat khusus mengandung banyak istilah P.L.
yang tentu tidak dipakai kalau menulis surat
kepada orang non-Yahudi.
3) Penulis adalah generasi pertama
diantara orang-orang percaya (2:3) – bagian ini generasi pertama, bukan
diterima oleh mereka; Wahyu hanya dapat dikuatkan oleh wahyu.
4) Perbedaan doctrinal – perbedaan
audience membuat perbedaan subyek dan sekaligus perbedaan penkanan theological.
5) Cronology situasi – ini mungkin
ditulis pada permulaan pemenjaraan Paulus kedua di Roma ketika Paulus masih
optimis untuk mengunjungi penerima surat (13:23).
e. Petrus menunjukan bahwa Paulus
menulis sebuah surat
kepada orang Yahudi yang sulit dipahami (2 Petrus 3:15,16 band. 1 Pet. 1:1).
Tidak ada bukti internal yang menyisihkan Paulus sebagai penulis; pada
kenyataannya, ada banyak bukti yang menerima Paulus sebagai penulis sama dengan
menerima Matius sebagai penulis Injil Matius. Tak seorangpun dapat membuktikan
bahwa Paulus bukan penulis.
2. Waktu Penulisan
Jika Paulus diakui sebagai penulis,
maka waktu penulisannya sekitar tahun 64-67 A.D.; dan pengungkapan aktivitas
penyembahan di Bait Suci ia memakai presernt tense (masih berlangsung) berarti
sebelum tahun 70 A.D., karena tahun 70 A.D. bait Suci dihancurkan.
3. Alamat Penulis dan yang Dituju: Paulus menulis dari Italia untuk sekelompok orang Yahudi
4. Tujuan Penulisan
Menunjukan keutamaan Kristus atas
semua system P.L. dan menunjukan bahwa orang yang mengundurkan diri tidak
memiliki keyakinan iman.
5. Maksud Teologis
Maksud teologis dari kitab ini adalah
untuk mendemostrasikan superioritas dari Kristus dan kekristenan terhadap
Yudaisme. Orang Kristen Ibrani ini menderita dan putus asa, dan Paulus
membicarakan keadaan ini serta mendorong mereka menuju kedewasaan.
6. Thema Surat Ibrani: “Yakin di dalam Kristus”
7. Karakteristik Surat Ibrani
- Orang benar akan hidup oleh iman sangat ditekankan disini (11), dan statement demikian cocok dengan Paulus (Roma 1:17)
- Banyak berisikan peringatan
- Paling kurang ada 13 kali ajakan yang berbunyi ‘baiklah kita’/ ‘marilah kita’ (12:2).
1. Teologi tentang Allah
Penulis Ibrani menekankan baik Pribadi
dari Allah yang mulia dan cara Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia.
a. Pribadi-Nya.
- Penulis menggambarkan Bapa sebagai yang ditinggikan di surga, bertakhta di tempat yang tinggi (1:3). Frasa itu adalah suatu sebutan bagi Allah yang dinyatakam di Mazmur 110:1. Gambaran yang sama ditulis di 8:1 dimana istilah “yang mulia” kembali digunakan. Karena kitab ini ditulis bagi orang Yahudi, tidak diragukan hal itu menunjuk pada “kemuliaan yang bertakhta di Kursi Kemurahan di Tempat Yang Mahakudus.”
- Penulis juga membahas bagaimana menghampiri Allah dengan menunjuk pada Takhta-Nya.
- Orang percaya Yahudi diingatkan bahwa Allah mereka adalah Allah yang hidup, berbeda dengan ilah-ilah yang mati. Penulis mendorong mereka untuk tidak kembali ke system yang mati tetapi melayani Allah yang hidup. (Ibr. 9:14; 10:31; 12:22).
- Penggunaan api sebagai figure Allah melambangkan penghakiman Allan (12:19). Hal ini berhubungan dengan tema Ibrani dalam memperingatkan mereka untuk tidak meninggalkan Allah yang hidup.
- Kitab ini ditutup dengan menyebut Allah sebagai damai (13:20). Ia dapat memberikan damai kepada orang Yahudi di tengah penganiayaan.
b. Wahyu-Nya
1) Pernyataan tentang wahyu
Allah adalah melalui putra-Nya (1:1-2). Di PL Allah berbicara setahap demi
setahap dan dengan berbagai cara, tetapi klimaks dari wahyu-Nya adalah dalam
Pribadi Putra-Nya.
2) Sebagai saksi dari wahyu di
dalam Kristus, Allah mempertunjukkan mujijat-mujijat melalui tangan-tangan para
saksi-Nya, para rasul, yang menyaksikan keselamatan akbar di dalam Kristus
(2:4).
3) Kebesaran anugrah Allah
terlihat, karena melaluinya, Kristus mati bagi semua orang.
2.
Teologia tentang Kristus
Kristologi terlihat jelas merupakan
tema utama Ibrani. Dalam perkembangan kitab ini, penulis memperlihatkan
superioritas Kristus terhadap nabi (1:1-3), malaikat (1:4-2:18), Musa
(3:1-4:13), dan Harun (4:14-10:39). Penekanan Kristologis adalah penting pada
saat mempertimbangkan siapa pembacanya. Dan penulis Ibrani memperlihatkan
berbagai segi dari Kristus untuk mendemontrasikan keunggulan-Nya.
- Sebutan. Sebutan Kristus (Yang Diurapi) digunakan di seluruh surat-surat (3:6,14; 5:5; 6:1; 9:11, 11, 14, 24, 28; 11:26). Hal itu merupakan suatu peringatan bahwa Yang Diurapi, Mesias sebagai seorang Raja, telah datang.
- Nama kemanusiaan-Nya, Yesus, menekankan bahwa dalam kemanusiaan-Nya sebagai imam besar manusia, ia telah mencapai apa yang tidak dapat dilakukan oleh garis imam besar Lewi.
- Istilah Putra digunakan untuk menekankan relasi yang lebih besar yang dimiliki Yesus dengan Bapa (1:2,5,8: 3:6; 5:5, 8;7:28).
- Kristus juga ditunjuk sebagai Imam Besar yang permanen, yang telah menjadi korban pendamaian bagi dosa (2:17).
- Keilahian. Keilahian Yesus diteguhkan melalui nama yang diberikan kepada-Nya. (1:8-10). Melalui nature intrinsic-Nya dan keberadaan-Nya sebagai “cahaya dari kemulian-Nya.” Juga melalui karya-Nya. Ia merupakan pencipta masa, penerima dari segala yang ada (1:2) dan pemelihara.
- Manusia tak berdosa. Penulis Ibrani menekankan kesejatian, ketidakbercelaan dari kemanusiaan Yesus, sehingga Ia dapat menjadi korban yang sempurna bagi dosa.
- Keimaman. Kristus adalah paling tinggi karena Ia adalah imam menurut aturan Melkisedek, tidak menurut keimaman Harun. Keimaman Kristus yang menurut Melkisedek adalah superior.
3.
Teologia tentang Roh Kudus
Meskipun doktrin Roh Kudus tidak
dibahas secara panjang lebar, namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam kitab Ibrani.
- Tanda karunia diperlihatkan melalui kedaulatan kehendak Roh Kudus (2:4).
- Roh Kudus merupakan penulis dari kitab suci (3:7; 9:8; 10:5).
- Keselamatan menjadikan seseorang mendapatkan bagian dalam Roh Kudus (6:4).
- Menolak keselamatan melalui Kristus adalah melawan Roh Kudus (10:29).
4. Teologia tentang Dosa
Doktrin dosa dalam Ibrani merupakan
hal yang paling fundamental, karena tema Ibrani adalah peringatan bagi orang
Ibrani Kristen untuk tidak berbalik kembali kepada Yudaisme. Oleh karena itu
berarti berdosa kepada Kristus.
5. Teologia tentang
Keselamatan
Dalam mengkontraskan Kristus dengan
malaikat, penulis menjelaskan bahwa fungsi dari malaikat adalah untuk menjadi
penolong bagi mereka yang telah mewarisi keselamatan. Ibrani juga menegaskan
bahwa Keselamtan Kristus merupakan puncak dari semua. Implikasi Kristus jauh
lebih utama dari persembahan korban PL.
Provisi superioritas Kristus dalam keselamatan
terlihat dalam Ia mengalami kematian bagi semua orang (2:9), dan melalui
kematian-Nya Ia membawa “banyak anak-anak pada kemuliaan” (2:10). Fakta bahwa
keselamatan dari Yesus dapat membawa banyak anak pada kemuliaan menekankan
finalitas dan jaminan hal itu. Penulis kemudian menekankan ketaatan dan
ketundukan penuh dari Kristus pada kehendak Bapa; melalui ketaatan yang
sempurna Kristus telah menjadi sumber keselamatan yang kekal (5:9). Orang
percaya Ibrani butuh untuk mengetahui kebenaran-kebenaran yang signifikan ini,
tetapi mereka bodoh dan perlu diajar doktrin-doktrin dasar iman. (>YB<)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar