MISTERI KEMATIAN TUBUH DALAM ALKITAB
Oleh: Jefry Lakoy, M.Th
ABSTRAK
Kematian merupakan misteri yang belum terpecahkan hingga kini. Banyak ahli berusaha mencari kebenaran tentang hal ini, baik berkaitan tentang masa, usia maupun saat titik akhir menghembuskan nafas. Segala usaha telah dikerjakan, dan semuanya berkhir pada satu titik kesimpulan yang absolut bahwa tidak ada satupun manusia di kolong langit ini yang bisa mengelak ketika ajal menjemput. Bahkan yang lebih membuat para peneliti terpaku dalam situasi kacau adalah tidak ada seorangpun yang bisa mendeteksi kapan kematian itu datang kepada tubuh yang fana untuk menarik kembali apa yang menjadi kepunyaan Allah, yaitu roh manusia. Persoalan ini bukanlah persoalan kekinian, sebab sejak manusia jatuh ke dalam dosa, kematian mengintai dan selalu mengikuti kemana saja manusia berdosa itu berada, karena jika masanya tiba, kematian itu akan menjadi bagian dalam tubuh manusia yang berdosa tersebut.
Kata kunci: Kematian, Tubuh, Manusia, Dosa, Allah.
PENDAHULUAN
Setiap manusia ditetapkan untuk mati, sebagai natur dari ketidaktaatan manusia pada perintah Allah. Oleh sebab itu penting untuk mengetahui keadaan dan tempat manusia setelah menghadap kematian. Ada banyak pandangan yang mengetengahkan persoalan ini. Melalui tulisan ini, penulis ingin memaparkan apa saja yang berkaitan tentang kematian yang ada dalam ajaran kristiani, yang mana semuanya berlandaskan dengan kebenaran Firman Tuhan yang sudah dinyatakan kepada manusia melalui Alkitab.
A. Kematian Tubuh
1. Sebagai Akibat Dosa
Manusia ingin menjadi tuan atas nasibnya sendiri, mencari jalannya sendiri dari jalan Tuhan. Satu hal yang pasti dan yang tidak bisa dipungkiri lagi hasilnya adalah keterasingan. Bukan hanya hubungan antara Allah dan manusia saja yang menjadi rusak dan sebagai akibat fatal adalah manusia mengalami kematian baik secara jasmani maupun kematian secara rohani.
Manusia telah memberontak terhadap Allah. Artinya manusia tidak lagi mau tunduk kepada perintah Allah. Dan oleh karena itu manusia terputus hubungannya dengan Allah. Manusia tidak lagi memiliki hidup kekal, dan manusia tidak lagi mencerminkan hidup Ilahi. Keadaan inilah yang di dalam Alkitab disebut kematian kekal, atau mati kedua (Wahyu 2:11; 20:6-14; 21:8).
Manusia telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah (Roma 3:23). Itu berarti dosa sudah ada di seluruh dunia. Ini diketahui karena dalam Roma pasal 5, Paulus menyatakan bahwa manusia tahu semua orang telah berbuat dosa karena kematian telah menjalar pada seluruh umat manusia. Adam dan Hawa melanggar satu perintah Tuhan yang khusus, dan karenanya Adam dan Hawa mati.
Akibat dosa yang paling sering disebut Rasul Paulus ialah kematian. Dalam I Korintus 15:26, menegaskan bahwa kematian dianggap sebagai musuh terakhir. Dengan kata lain sengat kematian ialah dosa (I Korintus 15:56). Dalam Roma pasal 5 sampai pasal 7, Paulus sering menghubungkan dosa dengan kematian secara langsung. Perikop yang paling jelas adalah Roma 5:2-21, yang bagian awalnya menegaskan bahwa kematian itu masuk kedalam dunia melalui dosa dan bahwa dosa itu berkuasa sejak zaman Adam sampai zaman Musa. Kuasa kematian berlanjut terus sampai kedatangan Yesus Kristus, yang melalui kematian-Nya sendiri mengubah keadaan dan membawa karunia Allah yaitu anugerah keselamatan. Dosa berkuasa dalam alam maut, sedangkan kasih karunia berkuasa dalam kebenaran (Roma 5:21). Dalam Roma 7:13 diungkapkan bahwa dosa mendatangkan kematian dan mengubah seluruh tubuh itu menjadi tubuh maut. Kematian yang merupakan satu-satunya kesudahan dosa (Roma 6:21) benar-benar bertentangan dengan kehidupan yang diberikan sebagai karunia melalui Kristus.
Di dalam Alkitab dijelaskan bahwa kematian adalah akibat dosa. Ketika seseorang berbuat dosa, maka sebagai hukumannya adalah kematian (Yehezkiel 18:20). Dalam Roma 6:23, jelas sekali dikatakan bahwa kematian adalah sebagai akibat dari dosa. Manusia telah menciptakan banyak gagasan lain tentang dosa dan akibatnya karena manusia tidak ingin menghadapi fakta bahwa pandangan Alkitab itu benar.
Di dalam Kejadian pasal 2 sampai 3 berisi bahwa kematian memasuki dunia dan setiap manusia sebagai akibat dari dosa. Adam dan Hawa diciptakan dengan kemampuan untuk hidup selama-lamanya, tetapi ketika Adam dan Hawa tidak mentaati perintah Allah, maka Adam dan Hawa dijatuhi hukuman atas dosa itu, yaitu kematian.
Ketika Adam memegang otoritas Allah, tidak ada penyakit, gempa bumi, kelaparan atau kemiskinan. Surga memerintah atas bumi pada saat Adam hidup dalam persekutuan dengan Allah dan berkuasa melalui otoritas dan kuasa yang didelegasikan oleh Allah. Tetapi oleh karena dosa Adam, tibalah kebinasaan segala sesuatu yang berada di bawah otoritasnya. Oleh karena pelanggarannya, Adam telah menyerahkan tempatnya di dalam roh kepada musuh Allah yaitu iblis, inilah yang disebut kematian yang meliputi aspek jasmani dan rohani secara keseluruhan.
Kematian fisik merupakan peristiwa pemisahan jiwa dari tubuh. Di dalam Alkitab peristiwa ini dianggap sebagai sebagian hukuman atas dosa. Itu merupakan makna yang paling masuk akal bagi kitab Kejadian 2:17; 3:19; Bilangan 16:29; 27:3. Doa Musa dan doa raja Hizkia mengakui unsur hukuman dalam kematian fisik (Mazmur 90:7-11 dan Yesaya 38: 17-18). Hal yang sama juga berlaku dalam Perjanjian Baru (Yohanes 8:44; Roma 4:24 dan 25; 5:12-17; 6:9; 8:3, 10 dan 11; Galatia 3:13; I Petrus 4:6).
Sebagai akibat dari ketidaktaatan manusia pasti akan mati (Kejadian 2:17). Yang Allah maksudkan adalah tubuh manusia juga. Allah berfirman kepada Adam bahwa debu akan kembali menjadi debu (Kejadian 3:19). Paulus mengatakan bahwa semua orang akan mati dalam persekutuan dengan Adam (I korintus 15:22), terutama menunjuk kepada kematian jasmaniah. Dalam Roma 5:12, Paulus mencantumkan konsepsi kematian secara menyeluruh: Fisik, Rohani dan abadi. Selanjutnya, karena kebangkitan tubuh merupakan bagian dari penebusan (Roma 8:23), dapat disimpulkan bahwa kematian jasmaniah merupakan akibat dari dosa Adam.
Semua orang yang menolak ajaran dosa asal beranggapan bahwa kematian merupakan keburukan yang alami, bersumber pada keadaan jasmani manusia yang asli, sehingga bagi manusia itu sendiri kematian tidaklah merupakan bukti bahwa semua manusia berdosa sama seperti kematian binatang tidak membuktikan bahwa semua binatang berdosa. Alkitab mengajarkan kematian jasmaniah merupakan bagian dari hukuman dosa (Kejadian 3:19; Ayub 5:18, 19;14:1-4; Roma 5:12; 6:23; I Korintus 15:21, 22, 56; II Korintus 5:1, 2, 4; II Timotius 1:10).
Alkitab menjelaskan bahwa ada hubungan langsung antara ketidaktaatan kepada Allah dan konsekuensi berupa kematian. Surat Yakobus menggambarkan hubungan tersebut bahwa tiap-tiap orang dicobai dengan keinginannya sendiri, dan apabila keinginannya itu telah dibuahi dan menjadi matang, maka akan melahirkan maut.
Semua dosa mengandung karakteristik maut. Ini bukan berarti Allah duduk saja di surga dan bertekad untuk menganiaya manusia yang berbuat dosa. Akan tetapi, Allah melarang perilaku tersebut karena Allah tahu bahwa perbuatan dosa akan menghancurkan pelakunya pada akhirnya. Bukan Allah yang menyebabkan kematian, melainkan dosa. Dosa diumpamakan sebagai kanker dan menghabiskan orang yang memeliharanya.
Ketika Allah menciptakan manusia sebagai mahkluk yang hidup. Manusia berada dalam damai dengan Allah yang adalah sebagai pencipta. Manusia diciptakan menurut citra Allah, untuk memenuhi maksud-Nya. Allah memateraikan sifat-Nya, menempelkan keilahian-Nya pada manusia selama manusia tidak berusaha melepaskan diri dari Allah. Setan masuk di antara Allah dan manusia, merencanakan ide yang tidak pantas. Tujuan setan adalah membuat manusia mendeklarasikan kelepasannya dari Allah. Dan karena manusia lebih percaya pada setan, dengan tidak mentaati perintah Allah, maka sejak saat itu manusia terlepas dan terpisah dari Allah. Fakta ini menunjukkan bahwa hubungan antara manusia dengan Allah retak, manusia tidak lagi akur dengan Allah. Hasratnya bukan lagi hasrat Allah. Dan sebagai hukumanannya adalah kematian.
2. Sifat Alami Kematian
Maut di dalam Alkitab disebut upah dosa (Roma 6:23), musuh yang terakhir (I Korintus 15:26; Wahyu 20:14). Sifat maut yang demikian itu juga tampak di dalam hidup manusia di dunia ini. di dalam Kejadian 2:7 disebutkan bahwa manusia dibentuk dari debu tanah dan kedalam hidungnya dihembuskan nafas hidup, sehingga manusia menjadi mahkluk yang hidup. Jikalau nafas hidup tidak ada lagi, berarti manusia itu mati.
Kata mati di dalam Alkitab digunakan berbagai macam ungkapan, seperti kembali lagi menjadi tanah, atau kembali menjadi debu (Kejadian 3:19), roh dan nafas yang diberikan Allah ditarik kembali (Ayub 34:14), debu kembali menjadi tanah dan roh kembali pada Allah (Pengkhotbah 12:7), putus nyawanya (KPR 5:5 dan 10), dan lain sebagainya. Jadi menurut Alkitab, mati bukan berarti dilebur, atau dirusak, atau dibinasakan. Melainkan dipisahkan, baik pemisahan itu terjadi antar manusia dengan Allah untuk selama-lamanya (mati kekal), maupun terjadi di antara mausia dengan Allah di dalam hidup di dunia ini (mati rohani), dan di antara mausia dengan hidupnya (mati jasmani).
Ada 3 aspek kematian. Pertama, kematian adalah perceraian antara tubuh, jiwa dan roh. Tuhan menjadikan manusia sebagai kesatuan antara tubuh, jiwa dan roh, akan tetapi karena dosa, kesatuan ini terpecah. Tubuh kembali kepada debu dan jiwa serta roh kembali kepada Allah. Inilah yang disebut kematian badani. Kedua, kematian adalah perceraian antara Allah dan manusia, artinya tidak ada hubungan yang harmonis lagi. Tuhan melemparkan manusia sebab Tuhan adalah maha suci dan manusia berdosa, inilah yang disebut kematian rohani. Ketiga, kematian juga berarti perceraian yang kekal antara Tuhan dengan manusia. Jika manusia terus menerus menolak Tuhan, yang diberikan Allah untuk bertobat akan berakhir, kemudian manusia akan ditolak Allah dan dijatuhi hukuman yang kekal. Inilah yang disebut kematian kekal.
Mati secara jasmani di dalam Alkitab bukan dipandang sebagai akhir hidup manusia yang menurut kodrat, tetapi sebagai hal yang asing bagi hidup manusia, yaitu sebagai hal yang bertentangan dengan hidup manusia. Oleh karena itu di dalam Ulangan 30:15 dan 19 dinyatakan bahwa kematian dipandang sebagai kecelakaan dan sebagai kutuk. Selanjutnya di dalam Mazmur 53:5, dikatakan bahwa kematian disebut sebagai suatu kuasa yang menguasai hidup orang berdosa (Roma 5:14 dan 17) dan bekerja giat di dalam hidup manusia (2 Korintus 4:12). Hal ini disebabkan karena baik dosa maupun maut, keduanya dikuasai oleh iblis (Ibrani 2:14).
Sejak Taurat diberikan, manusia berbuat dosa dengan melanggar Taurat. Galatia 3:10 dan Ulangan 27:26 mengemukakan bahwa terkutuklah setiap orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis di dalam kitab hukum Taurat. Jadi sejak zaman Adam hingga sampai saat sekarang ini, semua orang telah berbuat dosa, dan oleh karena itu manusia menerima kematian sebagai akibat dari dosa yang dilakukan itu.
Kematian termasuk peristiwa yang paling lumrah. Manusia ditetapkan untuk mati satu kali saja (Ibrani 9:27). Dari sudut pandang yang lain, maut atau kematian merupakan hal yang paling tidak wajar. Maut adalah upah dosa (Roma 6:23), karena itu patut ditakuti. Kedua sudut pandang ini terdapat di dalam Alkitab, dan tidak boleh dilalaikan. Sedangkan secara biologis kematian adalah keharusan.
Aspek kedua dari kematian adalah kematian rohani yang merupakan terpisahnya jiwa dan roh dari Allah. Hukuman yang dinyatakan Tuhan di Taman Eden dan telah menimpa umat manusia, terutama berarti kematian rohani (Kejadian 2:17; Roma 5:21; Efesus 2:1 dan 5). Dengan kematian rohani manusia tidak lagi menikmati kehadiran dan kebaikan hati Allah dan juga tidak lagi mengenal dan merindukan Allah. Karena itu manusia perlu dibangkitkan dari kematian (Lukas 15:32; Yohanes 5:24; 8:51; Efesus 2:5).
Aspek kematian yang ketiga adalah kematian kekal yang adalah puncak dan kegenapan dari kematian rohani. kematian kekal adalah terpisahnya jiwa dari Allah secara kekal, bersamaan dengan penyesalan yang dalam dan hukuman lahiriah lainnya (Matius 10:28; 25:41; II Tesalonika 1:9; Ibrani 10:13 dan Wahyu 14:11).
Penyakit jasmaniah adalah akibat yang diterima manusia sebagai hukuman daripada dosa. Pada saat manusia mulai makan buah dari pohon yang Allah larang di dalam Taman Eden, manusia menjadi mahkluk yang akan mati. Pencemaran yang mematikan mulai bekerja seketika itu juga. Kesakitan yang akan diderita baik oleh laki-laki maupun wanita timbul dari pelanggaran yang dilakukan manusia tersebut. Kenyataan bahwa manusia tidak akan mati seketika itu juga disebabkan oleh rencana Allah yang rahmani untuk menebus manusia. Dan oleh karena ada ikatan yang erat antar pikiran dengan tubuh, dapat disimpulkan bahwa kemampuan mental dan fisik manusia mulai menjadi lemah dan rusak. Ini tidak berarti bahwa setiap penyakit merupakan akibat langsung perbuatan dosa seseorang (Ayub 1, 2; Yohanes 9:3; II Korintus 12:7), tetapi yang dimaksud adalah bahwa pada hakikatnya, penyakit fisik dan mental merupakan akibat dosa Adam. Unsur hukuman atas dosa merobohkan argumen teori evolusi. Manusia tidak mengembangkan kekuatan jasmaniah dan mental yang lebih hebat, tetapi telah merosot dari keadaan semula yang sempurna kepada keadaan yang lemah dan tidak sempurna saat ini.
Manusia juga mati secara rohani ketika manusia tidak taat kepada Allah, yaitu hubungan intim manusia yang dahulu menjadi rusak (Kejadian 3:6). Manusia tidak lagi mengharapkan saat-saat berjalan dan berbincang-bincang dengan Allah, sebaliknya manusia sembunyi dari hadapan Allah. Dibagian lainya Alkitab mengajarkan bahwa terlepas dari Kristus, berarti terasing dari Allah dan dari hidup di dalam-Nya (Efesus 4:17-18); itu artinya manusia mati secara rohani.
Kematian sebagai akibat dari dosa mencakup kematian kekal. Hidup kekal seharusnya menjadi akibat ketaatan manusia (Kejadian 3:22); sebaliknya, prinsip kematian kekal diberlakukan. Kematian kekal adalah hukuman dan pemisahan kekal dari Allah sebagai akibat dari ketidaktaatan, yaitu menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Allah dan dari kemuliaan Allah (II Tesalonika 1:9; Roma 6:16).
Setelah Adam dan sebelum Taurat diberikan, manusia juga mengalami kematian. Ini membuktikan bahwa manusia berbuat dosa walaupun manusia tidak berbuat dosa dengan cara yang sama seperti yang telah diperbuat Adam (Roma 5:14). Dalam Roma 12 :14-15 dijelaskan bahwa manusia berbuat dosa terhadap isi hukum Taurat yang tertulis di dalam hati manusia.
Akibat dosa yang lain yang tak dapat dielakkan ialah putusnya hubungan antara Allah dengan manusia. Rasul Paulus menjelaskan bahwa sebelum seseorang menjadi Percaya, keadaannya masih bertentangan dengan Allah ( Roma 5:10).
3. Kematian dalam kekristenan
Bagi orang yang percaya pada Yesus kematian tidak lagi merupakan hukuman karena Kristus telah mengalami kematian sebagai hukuman atas dosa orang yang percaya kepada-Nya (Mazmur 17:15; II Korintus 5:8; Filipi 1:21-23 dan I Tesalonika 4:13 dan 14). Bagi orang percaya, kematian dianggap sebagai tubuh yang tertidur, sambil menantikan kemuliaan kebangkitan pada saat Yesus kembali menyatakan kemuliaan-Nya untuk yang kedua kali.
Terlalu banyak orang kristen berusaha untuk menangguhkan pemikiran tentang kematian dan tentang suatu hari dimana manusia akan berdiri di hadapan takhta pengadilan Kristus untuk memberi laporan tentang bagaimana manusia itu telah mempergunakan waktunya selama di dunia ini. oleh karena itu salah satu tujuan utama dalam hidup ini seharusnya ialah bersiap-siap untuk menghadapi kematian. Prinsip kematian terdiri dari pemahkotaan, perhentian dari jerih lelah, keberangkatan, peralihan, dan keluaran.
Dalam 2 Timotius 4:8, mengatakan bahwa kematian itu merupakan suatu pemahkotaan bagi orang kristen. Gambaran seumpama seorang putera raja yang pulang ke tanah air dan kampung halamannya untuk dimahkotai dan dihargai setelah berjuang di negeri asing. Selama manusia berada di dunia ini, manusia adalah kaum pengembara. Orang di tanah asing. Dunia ini bukan tempat tinggal orang percaya; kewarganegaraan orang percaya adalah di sorga, karena Kristus akan memberikan mahkota kehidupan kepada orang yang setia. Kematian adalah suatu pemahkotaan orang kristen dan sebagai akhir dari pertentangan dan permulaan dari kemuliaan di sorga.
Dalam Wahyu 14:13 juga berbicara mengenai kematian bagi orang kristen bagaikan suatu perhentian dari jerih lelah. Orang-orang saleh milik Allah tidak banyak menikmati istirahat di dunia ini karena tidak henti-hentinya sibuk bagi Tuhan. Tetapi kerja keras dan jerih lelah mereka pada suatu hari akan berakhir (Ibrani 4:9). Perhentian ini tidak dapat dimulai sampai malaikat maut menjemput manusia dan memimpin ke dalam kemuliaan kehadiran Tuhan (II Korintus 5:8).
Dalam 2 Timotius 4:6 menyatakan bahwa kematian i\diibaratkan sebagai suatu permulaan. Pada saat rasul Paulus mendekati lembah bayangan maut, ia tidak gemetar ketakutan. Sebaliknya, rasul Paulus mengumumkan dengan penuh kemenangan. Segala sesuatu yang terjadi sebelum kematian merupakan persiapan untuk perjalanan terakhir. Kematian menandai suatu permulaan, bukan suatu akhir. Kematian merupakan langkah yang khidmat, langkah yang menentukan dalam perjalanan manusia menuju kepada Allah.
Kematian seorang kristen adalah sebagai suatu peralihan (2 Korintus 5:1). Karena bagi orang kristen, kematian adalah pertukaran kemah. Tempat kediaman manusia di bumi ini di tukar dengan tempat kediaman yang kekal. Di dalam dunia, manusia bagaikan pengembara atau musafir yang diam di tempat tinggal yang lemah, menjadi sasaran penyakit, penderitaan dan bahaya. Tetapi melalui kematian, kemah yang lambat laun ambruk dan hancur ini, yaitu tubuh kita, diganti dengan suatu kediaman yang tidak dibuat oleh tangan manusia, kekal selamanya di sorga. Musafir yang mengembara itu pulang ke tempatnya sendiri pada saat ia mati dan kepadanya diberikan tempat tinggal yang tidak dapat ambruk, karena tempat tinggal itu kekal adanya.
Kematian bagi orang kristen merupakan suatu keluaran. Manusia berbicara tentang kematian seakan-akan kematian adalah akhir dari segala sesuatu, tetapi kata kematian secara harfiah berarti ‘keluaran’ atau ‘pergi keluar’. Sebagai contoh, bangsa Isarel meninggalkan tanah Mesir, meninggalkan hidup lama mereka yang dibelenggu oleh perbudakan dan kesengsaraan menuju tanah perjanjian. Oleh sebab itu, maka kematian bagi orang kristen adalah pergi keluar dari segala keterbatasan, dari segala beban dan dari perbudakan kehidupan ini.
4. Penaklukan Kematian
Dosa memasuki umat manusia melalui Adam. Dan manusia terus berusaha untuk melepaskan ikatan tersebut. Alkitab mengajarkan bahwa Allah memerintahkan Adam untuk tidak memakan buah yang ada di tengah taman Eden, sebab jika hal itu dilakukan maka pastilah akan mati. Semenjak saat itu manusia mulai mencari kebenaran untuk bisa mempertahankan kedudukan di hadapan Allah. Manusia berusaha melakukan segala cara baik melalui pendidikan, melalui filsafat dan melalui agama, melalui pemerintah-pemerintah. Tetapi semuanya itu sia-sia sebab semuanya itu hanya mampu membuat maju sedikit dan kemudian kembali ke titik awal lagi.
Allah dalam kasih-Nya yang tidak terhingga telah mengutus Anak-Nya untuk menunjukkan kepada manusia jalan keluar dari kesulitan-kesulitan yang ada.
Dosa menyebabkan hukuman mati dijatuhkan, dan tidak seorang manusiapun sanggup menyelamatkan dirinya dari hukuman dosa tersebut ataupun membersihkan dirinya dari kebusukan tersebut. malaikat-malaikat dan manusia tidak dapat menebus dosa. Hanya dalam Kristus penyelesaian dosa dapat ditemui. Hanya Kristus yang dapat meneyelamatkan orang berdosa dari maut yang pasti akan menimpanya (Roma 6:23; Yehezkiel 18:4; Mazmur 49:8 dan Zefanya 1:18).
Satu-satunya jalan keselamatan manusia dari dosa hanya terdapat di atas bukit gundul gersang, berbentuk tengkorak kepala manusia; seorang pencuri tergantung pada sebuah kayu salib, seorang pembunuh pada kayu salib yang satunya lagi, dan pada kayu salib yang tengah-tengahnya seorang manusia dengan mahkota duri. Darah bercucuran pada tangan dan kaki-Nya, mengalir di pipi-Nya dan melewati mata-Nya. Dia adalah Putra Allah yang diutus ke dalam dunia untuk menggantikan manusia menerima hukuman dari dosa-dosa yang dilakukan.
Dosa melampaui batasnya di kayu salib. Tindakan menyalibkan Kristus menjadi pembuka gerbang-gerbang untuk manusia menjadi manusia yang bebas. Hasil ciptaan dosa yang paling hebat, yaitu malu dan kebencian, menjadi obyek rahmat dan pengampunan Allah, yaitu tindakan-tindakan Allah yang paling penting. Karena kematian Domba Allah di kayu salib, dosa itu sendiri sudah tersalib bagi orang-orang yang percaya kepada Kristus. Kematian Kristus adalah dasar pengharapan manusia dan juga janji kemenangan manusia atas maut. Kristus menanggung dalam tubuh-Nya sendiri di kayu salib dosa yang membelenggu manusia. Kristus mati dan bangkit untuk manusia. Kristus membuktikan kebenaran janji-janji Allah kepada manusia. jika manusia mau menerima Kristus sebagai Tuhan dan juruselamat secara pribadi maka Allah akan memutuskan ikatan dosa dan mempunyai kepastian dan kebebasan karena kasih Kristus membuat jiwa manusia dibersihkan dari dosa dan diselamatkan dari kebinasaan.
Melalui salib Kristus, manusia telah dibawa kembali kepada Allah, dilepaskan dari kutuk yang mengakhiri zaman tanpa dosa, dibebaskan dari ketidakmampuan manusia untuk memelihara hukum-hukum Allah dan pemerintahan manusia. Semua yang percaya kepada Yesus Kristus akan sepenuhnya ditebus, didamaikan dan dipulihkan dalam persekutuan dengan Allah. Salib di bukit Kalvari merupakan pusat sejarah, puncak tanpa batas dari kekekalan, titik pusat dan tujuan dari penciptaan. Salib menggenapi semua tuntutan hukum Taurat. Darah Yesus telah membayar dosa Adam dan Hawa di taman Eden; kematian-Nya telah menebus setiap pelanggaran terhadap hukum manusia.
Kematian Yesus di luar tembok-tembok Yerusalem dianggap sebagai memiliki makna universal yaitu bahwa Yesus mati untuk dosa-dosa manusia. Inilah yang disebut bahasa pengorbanan. Konsep ini memiliki 2 makna yaitu; pertama, bahwa manusia telah menemukan kembali persekutuannya denagn Allah melalui Yesus yang telah menggantikan manusia dalam menanggung segala penderitaan akibat dari dosa-dosa yang telah diperbuatnya atau dengan kata lain pelanggarannya telah diampuni. Manusia menemukan dirinya kembali dalam persekutuan dengan Allah. Kedua, hal ini adalah karya Allah. Ada perbedaan hakiki diantara sistem korban Perjanjian Lama dengan pengorbanan Yesus di dalam Perjanjian Baru. dan dalam perjanjian Lama, pihak yang bersalah harus menyediakan korbannya dan menyembelihnya untuk mencurahkan darah yang mengakibatkan pendamaian. Di dalam Perjanjian Baru, segala sesuatu berasal dari Tuhan. Di dalam kasih-Nya Allah mengutus Anak-Nya, Yesus untuk menjadi pelindung bagi dosa-dosa manusia, untuk membawa manusia yang telah jauh kembali kepada-Nya. Allah sendiri, di dalam Yesus, menanggung penderitaan sebagai akibat dari dosa manusia.
Alkitab menyoroti maut seperti menyoroti semua realita lainnya. Tapi pusat perhatian Alkitab ialah Kehidupan, dan maut dibicarakan kurang lebih secara kebetulan sebagai sesuatu dari mana manusia diselamatkan. Kristus mengenakan pada diri-Nya kodrat kematian supaya dengan kematian-Nya, iblis yang berkuasa atas maut dimusnahkan (Ibrani 2:14).
Kuasa iblis selalu dianggap tunduk kepada pemerintahan Allah dan iblis tidak berkuasa mutlak pada kematian. Kendati demikian, maut adalah khas kawasan iblis. Kedatangan Kristus telah mengakhiri maut. Melalui kematian-Nya, Kristus mengalahkan iblis, dan melalui kematian-Nya dosa manusia telah ditebus. Terlepas dari Kristus, maut adalah musuh yang utama, lambang dari keterbuangan manusia dari Allah, puncak kengerian. Tapi Kristus telah menggunakan kematian untuk melepaskan manusia dari maut. Kristus mati supaya manusia memperoleh hidup. Kristus telah mengalami kengerian maut dan justru sebagai orang yang sudah di dalam Kristus, maut sudah diubah sehingga kematian itu tidak lebih dari keadaan tidur.
B. Keadaan Dan Tempat Setelah Kematian
1. Pandangan Agama-Agama tentang Keadaan Dan Tempat Setelah Kematian
Menurut Firman Allah, orang yang pernah mendiami tubuh di dalam kubur itu hanya mempunyai dua jalan untuk dilewati. Berikut ini beberapa pandangan agama-agama tentang nasib kekal manusia:
1.1 Nirwana, Suatu filsafat salah satu agama dari Timur yang pada periode-periode tertentu dalam sejarah telah menyelinap masuk dalam pemikiran kristen mengajarkan bahwa pada waktu mati manusia kehilangan semua keberadaan pribadinya dan diserap oleh suatu prinsip pemberian hidup yang hebat dalam alam semesta. Menurut pendapat ini, seorang manusia semasa hidupnya dapat digambarkan sebagai suatu riak kecil yang sedang meluncur di atas samudera luas. Namun ketika air berhenti (saat kematian), ombak itu diterima kembali dalam samudera tempat asalnya, dan kehilangan identitas yang dimilikinya pada waktu sebelumnya. (Hal ini dibuktikan tidak benar oleh Matius 17:3; I korintus 15).
Kepercayaan pada pemindahan jiwa atau kelahiran kembali jiwa ini telah merupakan dasar dari sebagian besar agama dan filsafat di India. Orang yang menabur pada kehidupan yang sekarang akan menuai pada kehidupan yang berikut. Perbuatan-perbuatan baik menghasilkan keadaan yang baik pada waktu lahir kembali begitu juga sebaliknya. Jadi, keadaan hidup manusia dilihat bukan sebagai sesuatu yang kebetulan saja atau sesuatu yang tidak berarti, melainkan sebagai perkembangan, entah untuk baik atau buruk, dari akibat-akibat kehidupan terdahulu dan penentapan keadaan masa depan. (Teori ini sama sekali tidak didukung Alkitab).
1.2 Materialisme, Kepercayaan ateis bahwa manusia laksana musang di hutan, pada waktu mati berhenti hidup untuk selamanya dan secara diam-diam busuk dan lenyap. Filsafat ini dengan tepat dilukiskan pada sebuah nisan purba yang berbunyi: “Dahulu aku tidak ada, aku jadi, sekarang aku tidak ada, aku tidak perduli”. (Pendapat ini disangkal oleh I Korintus 15:50-57).
1.3 Paham Pemusnahan, Teori ini di dukung oleh para penganut aliran Saksi Yehovah, dan bermacam-macam kelompok yang lain, mengajarkan bahwa semua orang yang tidak mengenal Tuhan suatu ketika nanti akan benar-benar ‘lenyap’ atau dimusnahkan oleh Allah. (Pendapat ini dibuktikan tidak benar berdasarkan Matius 25:46; Wahyu 14:9-11).
Orang-orang yang percaya pada paham pemusnahan berusaha memperkuat pernyataan mereka dengan mengutip ayat-ayat tertentu dalam kitab Mazmur 37:9 dan Mazmur 145:20.
Dinyatakan tidak benar karena: kata bahasa Ibrani yang sama karath, yang dalam Mazmur 37:9 ini diterjemahkan dengan ‘dilenyapkan’, juga digunakan untuk menunjukkan penyaliban Mesias sebagaimana dinubuatkan dalam Daniel 9:26. Sudah pasti Kristus tidak di musnahkan di Golgota.
Dalam Mazmur 145:20, kata Ibrani yang sama diterjemahkan dengan ‘dibinasakan’ terdapat dalam penggambaran hukuman terhadap Mesir (Keluaran 10:7) dari Israel (Hosea 13:9), sedangkan tidak ada di antara kedua bangsa itu yang sudah mengalami pemusnahan.
1.4 Universalisme, Pendapat bahwa Allah akhirnya akan menyelamatkan setiap orang termasuk (barangkali) Iblis itu sendiri. Yohanes 3:17-18; Matius 25:31-34 dan 41, dan sekumpulan ayat lain dalam Alkitab dengan keras menyatakan bahwa pada saat kematian, sama sekali tidak ada kesempatan bagi penyelamatan orang yang belum diselamatkan.
1.5 Tidurnya Jiwa, Pandangan ini mengajarkan bahwa jiwa itu tidur di antara kematian dan kebangkitan. Pandangan ini disangkal dalam II Korintus 5:6-9; Filipi 1:23-24; Wahyu 6:9-12. Bagian Alkitab dalam Wahyu ini tidak hanya menyangkal tentang tidurnya jiwa, tetapi mengajarkan bahwa orang-orang percaya sudah meninggal dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan juga menerima jawaban-jawaban di sorga. Bagian ini juga kelihatannya menunjukkan kemungkinan pemberian tubuh sementara kepada manusia sebelum manusia itu memperoleh tubuh yang dibangkitkan pada waktu yang akan datang.
1.6 Api Penyucian, Kepercayaan suatu agama bahwa semua orang yang meninggal dalam pendamaian dengan gereja Roma- Katolik tetapi tidak sempurna, harus mengalami penderitaan yang merupakan hukuman serta alat penyucian. Meski demikian, ini hanya bagi orang-orang yang mati dengan dosa yang ringan, karena semua orang yang mati dengan dosa yang besar dihukum untuk selama-lamanya di neraka. Doktrin ini mengajarkan bahwa keberadaan seseorang di dalam api penyucian mungkin dipersingkat karena berbagai pemberian atau pelayanan yang disumbangkan melalui gereja oleh orang-orang yang masih hidup untuk kepentingan si almarhum yang dikasihi orang-orang tersebut. (Hal ini dinyatakan tidak benar berdasarkan Ibrani 9:11-14, 24-28; 10:12, 16-17).
1.7 Limbo, Suatu aspek lain dari teologi agama tersebut di atas yang mengajarkan bahwa semua anak yang tidak dibaptis serta orang-orang yang mentalnya terbelakang, ketika mati akan pergi ke suatu tempat yang '‘penuh kebahagian'’ tetapi bukan surga. (Pendapat ini dinyatakan tidak benar berdasarkan Matius 18:1-10).
2. Ajaran Alkitab Tentang Keadaan Dan Tempat Setelah Kematian
2.1. Keadaan Seputar Kematian Sebelum Salib
Sebelum Yesus mati di kayu salib, jiwa manusia yang mati dibawa di suatu tempat kediaman yang terletak di suatu tempat di dalam bumi yang dikenal sebagai Hades (dunia orang mati) dalam Perjanjian Baru dan Sheol dalam Perjanjian Lama.
Pada hakekatnya Hades terdiri atas dua bagian. Satu bagian untuk orang yang diselamatkan dan satu bagian lagi untuk orang yang terhilang. Bagian yang satu untuk orang-orang yang diselamatkan disebut Firdaus, dan kata lain disebut sebagai “Pangkuan Abraham” ( Lukas 23:43; dan Lukas 16:22-23). Tidak ada nama tersendiri yang diberikan bagi bagian untuk orang-orang yang belum diselamatkan.
Alkitab menunjukkan bahwa selama masa kematian dan Kebangkitan-Nya, Kristus turun ke dunia orang mati, mengosongkan Firdaus, dan masuk dengan penuh kemenangan ke dalam Sorga bersama orang-orang yang sudah diselamatkan sampai waktu itu (Efesus 4:8-10).
2.2 Keadaan Seputar Kematian Sesudah Salib
Keadaan orang-orang mati yang belum diselamatkan tinggal tetap tidak berubah sesudah peristiwa salib di Golgota. Orang-orang tersebut tetap berada di dalam dunia orang mati (Hades) menantikan penghakiman takhta putih yang besar, yakni penghakiman terakhir (Wahyu 20:11-15). Akan tetapi bagi orang-orang yang mati dalam Yesus telah terjadi perubahan yang gemilang (KPR 7:55, 59-60; II Korintus 5:8; 12:4; Filipi 1:21 dan 23). Jadi sesuai dengan ayat-ayat ini, baik Stefanus maupun Paulus, bersama-sama dengan orang percaya yang sudah meninggal, sekarang berada dalam surga bersama Kristus.
2.3 Tempat Orang Mati berdasarkan Doktrin Alkitab
Alkitab menyebutkan setidaknya ada empat istilah dalam bahasa asli yang diterjemahkan untuk tempat sesudah orang mengalami kematian:
a) Sheol atau Hades
Kata ini diterjemahkan ‘neraka’. Ada tiga puluh satu kali kata ini disebutkan dalam Perjanjian Lama. Kata Ibrani ini berarti keadaan yang tidak kelihatan. Suatu kata-kata dukacita, kesakitan dan kehancuran. Kata ini dipakai sehubungan dengan peristiwa yang menyebabkan hal itu terjadi. Sedangkan Hades, yang diterjemahkan dari bahasa Yunani dan di pakai sepuluh kali dalam Perjanjian Baru. Kata ini sama artinya dengan Sheol dalam Perjanjian Lama. Penghukuman dan penderitaan selalu dihubungkan dengan istilah ini.
Pada masa antar perjanjian terdapat teori yang menyatakan bahwa Sheol atau Hades terdiri dari dua bagian. Bagian pertama adalah suatu tempat yang disediakan bagi orang-orang benar; suatu tempat yang penuh dengan kebahagian. Dan bagian kedua suatu tempat yang disediakan bagi orang-orang jahat; tempat yang penuh penderitaan.
Dalam Lukas 16:19-31 disebutkan bahwa tempat orang kaya dan Lazarus setelah mati berbeda, tetapi yang istimewa untuk kedua tempat ini ada dua yaitu: pertama, kedua tempat ini hanya dipisahkan dengan jurang yang tidak terseberangi; kedua: walau di tempat yang berbeda, tetapi orang kaya dan Lazarus bisa saling melihat dan saling berkomunikasi.
Dalam Perjanjian baru kata ini dipakai untuk mengungkapkan dua hal: pertama tempat untuk mengeksekusi (Matius 11:23; Lukas 10:15; 16: 23). Kedua, menunjukkan keadaan seseorang setelah meninggal atau akhir dari hidup manusia (Matius 16:18; KPR 2:27, 31; Wahyu 1:18; 6:8; 20:13-14). Jadi Sheol atau Hades adalah tempat sementara untuk orang benar maupun jahat. Tempat yang terbagi menjadi dua bagian ini, terdiri dari bagian pertama yang disebut “Taman Eden atau Firdaus” diperuntukkan bagi orang benar sampai menunggu kebangkitan tubuh pada saat kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali, kemudian diangkat kesorga. Bagian kedua yang dikenal dengan sebutan “Tartaroo” adalah tempat sementara untuk para penjahat sampai diadakan penghakiman akhir, kemudian dibuang ke”Geenna” (Daun, 2003).
b) Tartaroo (Tartarus)
Kata ini dipakai hanya satu kali di II Petrus 2:4, dimana dikatakan bahwa malaikat-malaikat yang tidak patuh dicampakkan ke dalam tempat ini. kata Tartarus ini menunjukkan ke suatu tempat penghukuman, seperti penjara, lubang penjara dalam tanah, yaitu suatu tempat yang sangat gelap.
Dalam II Petrus 2:4, Tartaroo adalah bagian dari Hades yang diperuntukkan bagi orang jahat dan malaikat jahat, yaitu tempat sementara sampai hari penghakiman, kemudian dibuang ke Geenna.
c) Geenna
Dalam Perjanjian Baru kata ini dipakai sebelas kali dan diterjemahkan ‘neraka’. Geenna adalah gambaran yang dipakai oleh Yesus tentang lembah Hinnon, suatu tempat diluar Yerusalem dimana sampah dan puing-puing dibakar terus menerus.
Kata Geenna menunjukkan pengertian ‘hukuman kekal’. Kata ini berasal dari sebuah lembah yang bernama’ Ben-Hinom’ yang terletak di Tenggara kota Yerusalem. Tempat ini digunakan untuk mempersembahkan anak-anak bagi dewa Molech dengan cara dibakar (II Raja-Raja 16:3; 17:7; 21:6). Jadi Geenna adalah terminal bagi orang jahat dan malaikat jahat yeng telah dieksekusi pada hari penghakiman. Pengertian yang hampir sama diberikan dalam Wahyu 20:10. Jadi, Geenna adalah tempat terakhir para manusia jahat dan malaikat jahat setelah dihakimi untuk menerima hukuman kekal.
d) Abussos
Dalam Lukas 8:31; Wahyu 9:1-2, 11 kata ini diterjemahkan ‘jurang maut. Tempat ini dijadikan sarana memenjarakan para setan (Lukas 8:31; Wahyu 9:1-2, 11). Para setan di tempat ini dipimpin oleh raja setan yang dalam bahasa Ibrani disebut ‘Abadon” dan dalam bahasa Yunani disebut “Apolion” (Wahyu 9:11). Jadi Abussos kemungkinan besar adalah kata lain dari Geenna. Abussos menunjukkan tempat akhir dari setan dan manusia yang jahat setelah divonis pada hari penghakiman. Tempat ini juga dikenal dengan beberapa sebutan sebagai tempat ‘api yang tak terpadamkan (Matius 3:12; Markus 9: 43, 48); “dapur api” (Matius 13:42 dan 50); “kegelapan yang paling gelap” ( Matius 8:12; 22:13; 25:30); “api yang kekal” (Matius 25:41); “lautan yang menyala-nyala api” (Wahyu 21:8); ”lautan api” (Wahyu 19:20; 20:10, 14-15).
Istilah lain yang digunakan untuk menunjuk keadaan orang percaya antara kematian dan kebangkitannya adalah “keadaan sementara”. Walaupun tidak ada perincian langsung mengenai hal ini dari kitab-kitab Perjanjian Baru khususnya Injil Sinoptik, namun harus diperhatikan beberapa perikop tertentu yang berhubungan dengan hal ini. Perjanjian Lama telah bebrbicara langsung mengenai Sheol, tempat keberadaan yang merupakan bayang-bayang. Pada masa antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, pengertian Sheol diubah menjadi suatu tingkat antara kematian dan penghukuman. Dalam pengajaran Yesus, Sheol atau dunia orang mati disebutkan tiga kali dalam kitab-kitab Injil Sinoptik (Matius 11:23; 16:18; Lukas 16:23).
Dalam Matius 11:23 menyatakan perkataan Yesus tentang Kapernaum akan diturunkan sampai ke dunia orang mati, artinya akan dihancurkan secara total. Dalam perkataan di dalam Matius 16:18 Yesus berkata bahwa jemaat tidak akan dikuasai oleh alam maut, suatu penggambaran dari perlawanan manusia. Dalam perkataan-perkataan inilah istilah Sheol, (Yunani, Hades) dipakai secara kiasan. sebutan dunia orang mati yang selanjutnya terdapat dalam perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus yang miskin (Lukas 16:19-31), yang menggambarkan suatu tempat bagi orang mati yang dipisahkan oleh jurang yang tak terseberangi.
KESIMPULAN
BIBLIOGRAFI
__________, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid 2, Cetakan Ketujuh, Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, Jakarta, 2004.
__________, Kepercayan dan Kehidupan Kristen, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1998.
__________, Rekonsili, (Berita Mimbar No 245), Lembaga Literatur Baptis, Bandung, 2000.
Bevere, J., Mematahkan Belenggu Intimidasi, Cetakan Kedua, Yayasan Pekabaran Injil Immanuel, Jakarta, 2000.
Daun, P., Pemahaman Alkitab Dalam bahasa Yunani 2, Cetakan Pertama, Yayasan Daun Family, Manado, 2003.
Davidson, R., Alkitab Berbicara, Cetakan Kelima, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2001.
Dobson, J. C., Ketika Tuhan Tidak Dapat Dimengerti, Cetakan Pertama, World Harvest, Jakarta, 2005.
Graham, B., Damai Dengan Allah, Cetakan Ketujuh, Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, Jakarta, 1993.
Graham, B., Hingga Harmagedon, Cetakan Keempat, Lembaga Literatur Baptis, Bandung, 1994.
Gutrie, D., Teologi Perjanjian Baru I, Cetakan Keempat, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1995.
Gutrie, D., Teologi Perjanjian Baru 3, Cetakan Kedua, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1993.
Hadiwijono, H., Iman Kristen, Cetakan Ketiga Belas, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2000.
Hagee, J., Penyataan Kebenaran, Cetakan Pertama, Yayasan Pekabaran Injil Immanuel, Jakarta, 2002.
John, F. D., Soal-Soal Kepercayaan, Cetakan Pertama, Gandum Mas, Malang, 1984.
Prince, D., Kebangkitan Orang Mati, Seri Enam, Yayasan Pekabaran Injil Immanuel, Jakarta, 1993.
Soedarmo, R., Ikhtisar Dogmatika, Cetakan Kedua Belas, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2001.
Thiessen, C. H., Teologia Sistematika, Catakan Kedua, Gandum Mas Malang, 1993.
Willmington, L. H., Eskatologi, Cetakan Kedua, Gandum Mas, Malang, 1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar